Mohon tunggu...
Fathur Mafianto
Fathur Mafianto Mohon Tunggu... Guru - Guru, penjahit, dan traveller writing

Lelaki yang berhobby jadi penjahit dan ingin mencari ilmu setinggi langit ketujuh.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Secangkir Kopi dan Buku

17 Agustus 2020   21:01 Diperbarui: 17 Agustus 2020   22:51 1711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
instagram.com/migoals

1//
Kemarin lusa
Tepatnya tanggal delapan bulan agustus
Kami sedang ngopi santai di caffe Kona
Duduk bersama di kursi bundar berkaca bening
Bahannya terbuat dari kaca mahal
Made in paris, katanya
Lantainya berpoleskan keramik sejenis batu gragal
Tersusun sangat rapi, bila kami pandang dari arah sejajar dekat tembok putih itu
Ya. Memang sejajar
Semua tidak ada yang salah tentang jenis dan ukuran keramik itu
Dan yang kami heran adalah meja bundarnya
Tempat sandaran bagi secangkir kopi hitam
Ketipisan lapis kacanya menjadi bahan olokan kami
Berpikir: apakah kopi yang kami taruh di atasnya akan jatuh dan tumpah,
Akankah struktur kaca beningnya berubah menjadi serpihan kecil,
Lalu berhamburan mengenai kaki kami
Menodai dengan darah merah
Berdesak-desakan meminta keluar
Mungkin saja..
Sejenak pikiran kami tentang meja hilang
Beralih pada tatapan enam mata

2//
Mulutmu pasi
Selalu mengolok-ngolokku tentang buku dengan sampul warna biru
Seolah-olah aku adalah anak kutu buku
Padahal, buku itu jiwaku
Rohku dalam menyampaikan isi hati
Aku tak dapat lepas darinya
Semenjak ditinggalkan kedua orangtua
Pergi merantau mencari selembar dollar Amerika
Berbulan-bulan kadang berberapa tahun tanpa tutur sapa

Sepuluh menit kemudian
Mulut pasimu itu berubah menjadi halu
Menghayal tentang isi buku berwarna biru
Bahkan kamu beranggapan bahwa isinya beragam dan lucu
Seperti: masa kecil bermain boneka, kuda-kudaan, pacaran dengan anak tetangga di dekat sungai, berkebun bunga mawar, dan berjoget sendirian di rumah kecilku
Aaah.. bacot sekali mulutmu
Dan bibir ini hanya tersenyum kecut
Menanggapi tuturmu

3//
Kopi dan buku
Adalah satu hati
Saling bertaburan di meja membawa kenikmatan tersendiri
Yang satu sebagai penenang pikiran dari kegilaan dunia
Yang satunya sebagai penambah semangat ketika kegilaan mulai menumpuk
Pada gudang kegelisaan
Esok, aku berharap kedua adalah sebuah pelangi

Kamar, 17-8-20200

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun