Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

(Cerpen) Salah Gaul

1 September 2016   20:50 Diperbarui: 1 September 2016   21:45 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar https://www.pinterest.com/pin/482940760013438433/

“Menggelikan. . . . .!” serentak yang lain mengulang kata-kata itu.

“Ya, menggelikan. Maaf, saya berhenti bicara sejenak untuk memberi kesempatan kalau ada yang ingin tersenyum atau tertawa karena geli. . . . .!”  ujar Hasni dengan suara penuh ejekan. 

Tiba-tiba handphone Bang Yusmardi berdering nyaring. Dari seberang sana terdengar suara seorang lelaki. “Bang Yus, saya sudah menunggu hampir satu jam kok abang belum datang juga. Saya minta diprioritaskan Bang. Setelah Maghrib nanti kami harus berangkat ke kampung untuk menengok mertua yang sakit. Maaf ya Bang, sekali ini saja saya agak mendesak nih. . . . . !”

Bang Yusmardi berdiri dari duduknya. Mengucapkan sesuatu yang tak jelas, namun intinya pamit untuk urusan pekerjaan. Menerima panggilan adalah pekerjaannya, dan hal itu telah dilakukannya puluhan tahun. Tiba-tiba saya menyadari kembali itulah memang pekerjaannya, untuk apa saya harus mencurigainya? Lelaki itu sudah hampir enam puluh tahun, dn sangat setia sebagai suami. Maka alangkah tepat ungkapan Hasni “Mami telah salah gaul!”

Saya bersyukur sidang berhenti dengan sendirinya, sebab jika tidak bisa saja saya jatuh pingsan. Kesalahan yang bertumpuk-tumpuk iyu dengan sangat tegas dituduhkan Hasni. Ia memang lulusan magister, seorang dosen di Fakultas Hukum.

***

Hari itu juga semua perangkat radio komunikasi dicabut oleh si sulung Hartadi. Disimpan rapi, dan diletakkan di tempat yang mudah diambil jika diperlukan. Namun saya perjanji tidak akan pernah menggunakannya lagi.

Saya memilih keluar dari peguyuban, tidak lagi mengikuti kegiatan reunian. Saya memilih kembali pada kehidupan saya sebagai pedagang beras di kios depan rumah. Di sana sambil menunggu pembeli saya bisa membaca buku-buku agama, mengajar mengaji anak-anak, mendengarkan ceramah agama di layar tv, tadrus al Qur’an, dan terutama menyiapkan makan-minum apa saja kesukaan suami. Cukup lama kesibukan itu saya terlantarkan akibat salah bergaul. Salah gaul!

Bandung, 17 April  - 1 September 2016

Simak juga tulisan sebelumnya:

  1. resepsi-diplomatik-hut-ri-di-noumea-dan-rencana-kunjungan-gubernur-diy
  2. puisi - di ruang tamu
  3. fashion-show-wonderful-indonesia-di-noumea-dan-sejarah-leluhur
  4. cerpen -selingkuh-pemulung-dan-jodoh

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun