Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

(Cerpen) Salah Gaul

1 September 2016   20:50 Diperbarui: 1 September 2016   21:45 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar https://www.pinterest.com/pin/482940760013438433/

Namun sejak saya bergaul dengan teman-teman komunitas, dengan teman-teman reunian, keadaan jadi berbeda. Teman-teman mengajari saya bahwa isteri harus sangat ketat dalam pengeluaran. Sekalipun suami yang mempunyai penghasilan, jangan biarkan ia leluasa membelanjakannya. Semua pemasukan dipegang isteri. Berapapun. Isterilah yang memegang kendali keuangan. Kalau tidak maka salah-salah akan digunakan untuk mencari kesenangan sendiri, bahkan untuk berselingkuh. Jangan beri kesempatan suami untuk berpaling kepada perempuan lain. Terlebih untuk suami yang masih tampak awet muda seperti Bang Yusmardi.

“Banyak kejadian buruk gara-garanya suami pegang uang. Pak Darbo, Om Matias, Bang Jumalis, bahkan juga Opa Kipli contohnya. Tidak kenal usia. Kalau lelaki dibiarkan pegang uang, akibatnya sangat fatal. . . . .!” ucap Bu Hamidah dengan suara setengah ditekan sehingga begitu meyakinkan. Jalur komunikasi agak terganggu, sehingga suara dari seberang sana berdesis seperti terkena angin ribut.

“Ah, yang bener. Mereka ‘kan orang-orang alim. Lagian siapa mau dengan Opa Kipli yang tuwir dan kisut itu?” bantah Jeng Ratnam sambil geleng-geleng kepala.

“Beria itu belum tentu benar lho, Bu. . . . . .!” sambungku kemudian.

“Yang bermain adalah uang. Dan uang bisa membeli apa saja. Jangan kaget. Soal selingkuh itu penyakit paling berbahaya, melebihi penyakit jantung dan kanker. Karena itu berhati-hatilah, dan mulai sekarang bikin aturan tegas dan tuntas. Apapun kebutuhan suami harus lapor isteri. Kalau urusannya jelas, baru isteri dapat mengeluarkan uang. . . . . .!”  tambah Bu Hamidah lantang.

“Tapi ngomong-ngomong kalau suami Bu Hamidah selingkuh itu gara-ara apa?” celetuk mbak Samirah dengan logat medok namun menohok.

“Itu soal lain. Tidak ada hubungannya dengan upaya pengetatan pengeluaran suami. Lagian ia sudah minggat, biarkan ia hidup bahagia dengan entah siapa. Yang pasti uang peninggalannya sudah menumpuk di tabungan saya. . . . . . .!”  Bu Hamidah terkikik seperti ringkik kuda binal.

Dan saya tahu, saya terpengaruh begitu saja oleh ajakan simpatik Bu Hamidah itu. Siapa yang ingin suami selingkuh? Siapa yang mau membiarkan suami jatuh ke pelukan perempuan lain gara-gara salah mengelola keuangan? Bu Hamidah tepat sekali memberi saran untuk semua perempuan yang berstatus isteri. Meski. . . .ya meski untuk isteri menjelang uzur seperti saya.

***

Bang Yusmardi pada dasarnya orangnya pendiam. Ia bukan tidak mau protes. Namun tidak mau mengambil keputusan cepat. Mungkin saja keinginan saya tepat. Ia bersabar dan menunggu. Ia juga bersabar saat saya meminta ikut kemanapun Bang Yusmardi mendapatkan panggilan membengkel mobil.

Kadang kami berbondengan motor kalau peralatan yang dibawa tidak terlalu berat. Tapi yang tersering ya menggunakan mobil kijang tua kami. Terlebih jika jaraknya jauh dan perlu peralatan dan onderdil tertentu yang dibawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun