Hal ini dilakukan karena menurutnya setiap CGP dampingannya memiliki keaktifan yang sama. Oleh karena itu bagi aktor guru penggerak ini tidak salah jika nilai yang diberikan seragam.Â
Padahal sejatinya jika dinilai secara teliti, perbedaan keaktifan itu pasti ada. Sesedikit apa pun tetaplah sebuah perbedaan. Namun, aktor guru penggerak cenderung menistakan hal tersebut.Â
Skandal ini dapat dicegah dengan berusaha objektif melakukan penilaian. Meningkatkan kepekaan dan kejelian dalam mengamati proses adalah salah satu kuncinya.Â
Ketiga, asal memberikan nilai.Â
Skandal ini juga sering terjadi. Oknum aktor guru penggerak melibatkan perasaan dalam melakukan penilaian. Bagi CGP yang menurutnya bagus akan selalu diberikan nilai tinggi terlepas seperti apa pun kualitas penugasannya. Terlebih bagi oknum aktor guru penggerak yang memiliki kedekatan emosional dengan CGP.Â
Demikian halnya dengan CGP yang memiliki performa atau sikap kurang bagus, akan cenderung dinilai lebih rendah dari yang lainnya. Tentu ini akan merugikan CGP jika kualitas tugasnya sebenarnya bagus.Â
Skandal ini sering terjadi jika penilaian sudah memasuki masa penagihan. Aktor guru penggerak cenderung asal memberikan nilai hanya dengan melihat personel CGP tanpa melihat kualitas tugasnya.
Cara pencegahan terjadinya skandal, yaitu dengan tidak subjektif melakukan penilaian. Menyingkirkan subjektivitas penilaian memang tidak mudah. Namun tetap harus dilakukan demi memutus skandal agar tidak menjadi budaya negatif.Â
Keempat, CGP minta kebijakan nilai.Â
Sebagai aktor utama program PGP, guru penggerak dituntut menyelesaikan tugas sebaik-baiknya. Selain itu, juga tidak semata-mata berorientasi pada nilai. Bagaimanapun juga standar kelulusan program PGP tidak tinggi. Kategori Cukup pun sudah bisa lulus.Â
Artinya guru penggerak tidak perlu sampai membuat skandal pengaturan nilai dengan alasan kemanusiaan. Melakukan komunikasi personal terkait kebijakan pemberian nilai bukanlah hal yang bijak.Â