1. Mengenal problem yang dihadapi sebaik-baiknya termasuk didalamnya mengenali dengan seksama masyarakat yang hendak menjadi sasaran penggarapannya tersebut.
2. Memahami nilai-nilai yang ada dalam masyarakatt hal ini penting dalam hal social engineering itu hendak diterapkan pada masyarakat dengan sector-sektor kehidupan majemuk, seperti tradisional,modern dan perencanaan.pada tahap ini ditentukan nilai-nilai dari sector mana yang dipilih
3. Membuat hipotesa-hipostesa dan memilih mana yang paling layak untuk bisa dilaksanakan
4. Mengikuti jalannya penerapah hukum dan mengukur efek-efeknya. Â
Dimensi dan ruang lingkup teori hukum pembangunan Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M. Dikaji dari perspektif sejarahnya maka sekitar tahun tujuh puluhan lahir Teori Hukum Pembangunan dan elaborasinya bukanlah dimaksudkan penggagasnya sebagai sebuah "teori" melainkan "konsep" pembinaan hukum yang dimodifikasi dan diadaptasi dari teori Roscoe Pound "Law as a tool of social engineering" yang berkembang di Amerika Serikat. Apabila dijabarkan lebih lanjut maka secara teoritis Teori Hukum Pembangunan dari Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M. dipengaruhi cara berpikir dari Herold D. Laswell dan Myres S. Mc Dougal (Policy Approach) ditambah dengan teori Hukum dari Roscoe Pound (minus konsepsi mekanisnya).Â
Mochtar mengolah semua masukan tersebut dan menyesuaikannya pada kondisi Indonesia.5 Ada sisi menarik dari teori yang disampaikan Laswell dan Mc Dougal dimana diperlihatkan betapa pentingnya kerja sama antara pengemban hukum teoritis dan penstudi pada umumnya (scholars) serta pengemban hukum praktis (specialists in decision) dalam proses melahirkan suatu kebijakan publik, yang di satu sisi efektif secara politis, namun di sisi lainnya juga bersifat mencerahkan. Oleh karena itu maka Teori Hukum Pembangunan dari Prof. Dr. Mochtar
Harmonisasi hukum dalam sisi pencegahan, yaitu upaya harmonisasi yang dilakukan dalam rangka menghindarkan terjadinya disharmoni hukum.
Dishrmoni hukum yang telah terjadi memerlukan harmonisasisistem hukum untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, dan disharmonisasi hukum yang belum terjadi harus dicegah melalui upaya-upaya penyelarasan, penyerasian, dan penyesuwaian berbagai kegiatan harmonisasi hukum. Demikian pula halnya, inkonsistensi dalam penjatuhan sangsi terhadap pelanggaran hukum menimbulkan terjadinya disharmoni hukum yang harus diharmonisasikan melalui kegiatan penyerasian dan penyelarasan hukum.Disamping itu, harmonisasi hukum dilakukan untuk menanggulangi keadaan disharmoni hukum yang telah terjadi.Â
Keadaan disharmoni hukum yang terlihat dalam realita, misalnya, tumpang tindih kewenangan, persaingan tidak sehat, sengketa, pelanggaran, benturan kepentingan, sengketa, pelanggaran, persaingan tidak sehat, dan tindak pidana. Sehingga dalam rangka menanggulangi disharmoniantara kepentingan yang menyangkut masalah di atas, harus ada upaya harmonisasi.Â
Misalnya dalam upaya kasus perdata bisa melalui Alternative Dispute Resolution (ADR).Dan potensi terjadinya disharmonisasi hukum menurut Kusnu Goesniadhie tercermin oleh adanya factor-faktor sebagai berikut:4a.Jumlah peraturan perundang-undangan terlalu banyak yang diberlakukan Kusnu Goesniadhie, Harmonisasi Sistem Hukum: Mewujukan Tata Pemerintahan Yang Baik ( Malang: Nasa Media, 2010), h. 11. 56b.Â
Perbedaan kepentingan dan penafsiran c.Kesenjangan antara pemahaman teknis dan pemahaman hukum tentang tata pemerintahan yang baik.d.Kendala hukum yang dihadapai dalam penerapan peraturan perundang-undangan, yang terdiri dari mekanisme pengaturan, administrasi pengaturan, antisipasi terhadap perubahan, dan penegakan hukum.e.Hambatan hukum yang dihadapi dalam penerapan peraturan perundang-undangan, yaitu yang berupa tumpang tindih kewenangan dan benturan kepentingan.