Di tempat seharusnya ada mata, hanya terdapat dua lubang hitam yang dalam dan kosong. Kulit di sekitar lubang itu tampak berparut, seperti luka bakar tua yang tidak pernah sembuh sempurna. Bibirnya yang pucat terlihat kering dan pecah-pecah.
Suster Vina: (suaranya seperti gemerisik daun kering di gurun, beresonansi aneh)
"Air tidak akan memuaskan dahagamu, anak muda. Hanya kebenaran yang bisa memuaskan rasa haus sejatimu."
Rangga tidak bisa bergerak. Kakinya terasa seperti ditambatkan ke lantai. Dia bisa melihat dengan jelas bagaimana seragam suster itu tidak bergerak sedikitpun walau ada angin dingin yang berhembus menyentuhnya dari ventilasi.
Suster Vina: (kepalanya miring dengan sudut yang tidak mungkin) "Mereka mengambil air mataku dulu. Katanya agar aku tidak menangis lagi. Tapi aku masih bisa merasakan sakitnya....."
Tiba-tiba, lampu di lorong berkedip-kedip dengan liar. Dalam cahaya yang selang-seling, Rangga melihat sesuatu yang membuatnya hampir pingsan, dimana wajah Suster Vina berubah-ubah. Kadang tampak seperti wanita cantik dengan mata utuh, kadang menjadi tengkorak yang hampir tidak berdaging.
Ketika lampu sudah menyala dan stabil kembali, suster itu sudah menghilang. Tidak ada suara langkah kaki, tidak ada pintu yang berderit. Hanya bau melati dan formalin yang menggantung di udara, dan sesuatu yang lain... bau besi tua dan tanah basah.
Rangga berdiri terpaku selama beberapa menit yang terasa seperti abadi. Baru ketika jam dinding di ujung lorong berdentang menandakan pukul 23.00, dia bisa kembali bergerak.
Dia berbalik untuk kembali ke kamarnya, dan hampir menjerit ketika melihat tetesan cairan hitam membentuk jejak menuju kamarnya, seperti sesuatu yang basah baru saja melintas.
Dari kejauhan, suara lembut terdengar seperti nyanyian: "Tidurlah sayang, jangan bangun lagi.......Di sini kami menunggumu, di antara yang terhilang..."
Malam itu, jadi malam yang menegangkan dan Rangga tidak bisa tidur. Setiap kali dia menutup mata, yang bisa dilihatnya hanyalah dua lubang hitam yang kosong itu, menatapnya dari balik kegelapan. Dan di cermin kecil di kamar mandinya, untuk sesaat, dia melihat pantulan seseorang berdiri di belakangnya dengan seragam putih dan wajah tanpa mata.
Â