Mohon tunggu...
Sri Rahayu
Sri Rahayu Mohon Tunggu... Menyukai literasi

Seorang ibu rumah tangga

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Tips Mengatasi Anak yang Sering Dianggap Nakal

20 September 2025   21:57 Diperbarui: 20 September 2025   21:57 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Menemani tumbuh kembang anak banyak suka dukanya karena setiap anak mempunyai keunikan tersendiri dan setiap anak tidak akan sama. Ada anak yang diam, ada yang usil, ada yang sangat aktif, ada yang pemerhati, ada yang senang dipuji dan masih banyak lagi sifat khusus anak-anak dalam masa perkembangan. Sebagai orang tua dan pendidik harus sangat bijaksana serta bertindak adil menyikapi semua perbedaan yang ada.

Sering kali orang tua atau pendidik menilai seorang anak sebagai "nakal" karena perilakunya aktif, suka membantah, atau sulit diarahkan. Padahal, tidak jarang anak-anak yang mendapat label "nakal" justru memiliki kecerdasan di atas rata-rata atau mempunyai kemampuan lebih disbanding anak yan lainnya. Hanya saja, mereka mengekspresikan rasa ingin tahu dan ide-ide mereka dengan cara yang berbeda. Jika disikapi dengan tepat, "kenakalan" itu bisa menjadi potensi yang luar biasa.

Dalam artikel ini saya akan menyampaikan beberapa tips untuk menghadapi dan menyikapi anak yang dianggap nakal padahal sebenarnya pandai atau punya kelebihan:

1. Membedakan Nakal dengan Kreatif

Tidak semua sikap atau perilaku anak yang terlihat bandel atau berbuat seenaknya (menurut kita sebagai orang tua) itu benar-benar sebagai anak yang nakal. Sebagai orang tua atau guru harus memperhatikan apa sebenarnya dikehendaki oleh anak. Sebagai contoh : Anak yang suka mencorat-coret buku pelajarannya atau suka menggambar kartun di beberapa bukunya catatannya atau anak yang suka merusak mainannya. Coba kita perhatikan dengan seksama, apakah anak-anak benar-benar merusak mainannya ataukan mereka penasaran dan ingin eksperimen atau ingin mengetahui ornament yang ada pada mainnya karena ada rasa ingin tahu yang besar. Anak yang suka mencorat-coret buku mungkin mereka lebih ngn mengekspresikan diri mereka dengan melukis.

Tips: Arahkan pada kegiatan yang lebih positif, misalnya eksperimen sains sederhana dengan didampingi orang tua atau guru les yang mampu memberikan panduan, diberkan kelas khusus (les) menggambar, atau membuat kerajinan.

2. Bangun Komunikasi yang Baik

Anak yang cerdas biasanya punya banyak pertanyaan dan tidak puas dengan jawaban singkat. Bila orang dewasa hanya memarahi tanpa mendengarkan, anak akan merasa tidak dimengerti lalu menunjukkan sikap menolak.

Tips: Dengarkan pendapat mereka dengan serius. Ajukan pertanyaan balik agar mereka merasa dihargai, sekaligus melatih kemampuan berpikir kritisnya.

3. Memberikan Pengertian yang Masuk Akal

Anak yang cerdas dan pintar biasanya cenderung suka menantang aturan. Hal ini bukan berarti mereka tidak mau taat, tetapi mereka ingin mengerti alasan di balik aturan itu.

Tips: Sebagai orang tua atau guru jangan sekadar berkata "jangan" atau "tidak boleh". Kita harus menjelaskan alasan logis, misalnya: "Kalau kamu tidur terlalu malam, besok badanmu lelah dan tidak bisa konsentrasi di sekolah. Kalau kamu tidak belajar, nanti kamu tidak bisa mengerti apa yang dijelaskan guru atau nanti ulangan kamu dapat nilai jelek"

4. Memberikan Tanggung Jawab pada Anak

Anak yang pancai dan cerdas bisa kita tumbuhkan melalui pemberian tanggung jawab yang sederhana sesuai usia. Apabila hanya dianggap nakal tanpa diberi kepercayaan, mereka bisa makin melawan atau memberontak atau membangkang.

Tips: Dalam keseharian kita libatkan anak dalam tugas sederhana sesuai usia, seperti merapikan mainan, membantu menyiapkan meja makan, atau memimpin permainan kelompok kecil.

5. Mengarahkan Energi Mereka

Anak-anak yang menmpunyai perilaku hyper akti atau anak yang dianggap "tidak bisa diam" sebenarnya memiliki energi besar yang perlu disalurkan. Jika tidak diarahkan, mereka akan mencari cara sendiri, dan kadang terlihat sebagai perilaku nakal.

Tips: Kita berikan fasilitas dengan kegiatan fisik (olahraga, menari, bermain musik) atau kegiatan eksploratif yang menantang otak dan tubuh mereka dan sesuai dengan kemauan ataupun kesukannya.

6. Jangan Menggunakan atau Memberi Label

Apabila orang tua atau guru dan lingkungan memberi label "nakal" bisa melekat di pikiran anak dan membuatnya benar-benar percaya bahwa dirinya buruk. Ini akan memengaruhi rasa percaya diri dan perilaku mereka di masa depan.

Tips: Akan lebih bijaksana apabila digunakan kata-kata positif. Kata "kamu nakal sekali", diganti dengan ucapkan "kamu punya banyak ide, ayo kita cari cara yang lebih baik untuk menyalurkannya."

7. Orang Tua Bekerjasama dengan Guru

Apabila seorang anak berperilaku sangat aktif di rumah, kemungkinan ia juga menunjukkan hal sama di sekolah. Komunikasi antara orang tua dan guru penting agar cara mendidik sejalan dan anak tidak merasa terjepit oleh perbedaan aturan.

Kesimpulan

Anak yang sering kita stempel dengan kata "anak nakal" belum tentu bermasalah. Bisa jadi mereka justru memiliki kecerdasan, rasa ingin tahu, dan energi yang lebih besar dibanding teman-temannya. Dengan pendekatan penuh pengertian, batasan yang jelas, serta saluran yang tepat, "anak nakal" ini bisa tumbuh menjadi pribadi kreatif, mandiri, dan berprestasi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun