Namun, perwujudan yang diharapkan akan terlampau sulit jika hanya mengandalkan kontribusi dari orang tua semata. Oleh karena itu, pada akhirnya, kita sebagai masyarakat harus turut berkontribusi, setidaknya dengan menanamkan pemahaman bahwa laki-laki adalah manusia yang kebetulan berhormon testosteron, tidak ada hal lain yang membedakannya dengan manusia lainnya.Â
Oleh karena itu, pemahaman primitif tentang laki-laki sudah seharusnya dikubur bersama artefak yang menjadi saksi lahirnya pemahaman tersebut. Tidak untuk dilupakan, tetapi diabadikan, seperti fosil, untuk dijadikan ingatan agar peradaban ini tahu arah mana yang harus dituju untuk mencapai kemajuan.
Oleh: Izza Maulana Rizqi
Staff Biro Jurnalistik
SNF FEB UI 2021-2022
Referensi
Ehrmann, J. (2014). The Mask You Live In. (T. R. Project, Interviewer)
European Institute for Gender Equality. (2019). EIGE's Publications. Retrieved from European Institute for Gender Equality: https://eige.europa.eu/publications/gender-equality-index-2019-report/uneven-impact-family-life-women-and-men  Â
Fortin, J. (2019, January 10). Retrieved from The New York Times: https://www.nytimes.com/2019/01/10/science/apa-traditional-masculinity-harmful.html  Â
Grewal, A. (2020). The Impact of Toxic Masculinity On Men's Mental Health . Sociology Student Work Collection.
Kirby, R., & Kirby, M. (2019). The perils of toxic masculinity: four case studies. Trends in Urology & Men's Health, 18-20.
Leygerman, D. (2017, October 9). Retrieved from Romper: https://www.romper.com/p/9-things-parents-do-every-day-that-perpetuate-toxic-masculinity-2807431Â
Salam, M. (2019, January 22). In Her Words. Retrieved from The New York Times: https://www.nytimes.com/2019/01/22/us/toxic-masculinity.htmlÂ
-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!