Dalam keseharian yang terjadi di lingkungan sosial, toxic masculinity dapat terlihat dalam berbagai bentuk, salah satu bentuk yang paling umum adalah munculnya sentimen negatif masyarakat terhadap laki-laki yang gemar melakukan aktivitas-aktivitas yang dominannya digemari oleh perempuan.Â
Toxic Masculinity dan Kekacauan yang Diakibatkan
Urgensi untuk membahas isu toxic masculinity ini tidak terlepas dari dampak yang dapat atau bahkan sudah ditimbulkan olehnya kepada masyarakat secara umum maupun laki-laki secara spesifik.Â
Dampak yang ditimbulkan tidak dapat dipandang sebelah mata, setidaknya berdasarkan kajian yang dilakukan oleh the American Psychological Association (APA), toxic masculinity dapat memberikan dampak negatif terhadap kesehatan fisik dan mental [3].Â
Lebih jauh lagi, laki-laki yang memegang prinsip toxic masculinity ini, seperti kebiasaan bertindak dengan kekerasan, kebutuhan untuk menguasai individu lainnya, dan sebagainya juga diyakini memiliki peluang yang lebih besar untuk mengalami masalah psikologis seperti depresi dan stress [4].
Dampak tersebut juga diperkuat dengan sajian data tingkat bunuh diri berdasarkan jenis kelamin di Amerika Serikat pada tahun 2010 -- 2019 seperti yang terpampang dalam grafik di atas.Â
Terlihat bahwa tingkat bunuh diri laki-laki memiliki nilai yang lebih tinggi daripada perempuan. Walaupun laki-laki dan perempuan menghadapi permasalahan yang sama terkait dengan depresi dan penyakit mental lainnya, data tersebut menunjukkan bahwa laki-laki memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan bunuh diri.Â
Salah satu faktor utama yang diyakini berperan besar di balik fakta tersebut adalah kecenderungan laki-laki untuk enggan membagikan serta meminta bantuan terkait perasaannya atas sebuah permasalahan yang sedang ia alami. Keengganan tersebut utamanya disebabkan oleh hadirnya stigma tertentu di masyarakat [5].
Selain memberikan dampak yang spesifik kepada laki-laki, toxic masculinity juga memiliki dampak yang berlaku secara umum kepada lingkungan masyarakat. Dampak tersebut adalah terciptanya masalah sosial yang berkaitan dengan kesehatan, seperti melambungnya angka pecandu alkohol dan timbulnya masalah infeksi yang disebabkan oleh transmisi seksual [6].Â
Sementara itu, dalam skala yang lebih kecil dan dikerucutkan kepada ranah anak, toxic masculinity dapat menyebabkan seorang anak urung untuk mewujudkan cita-cita yang ia inginkan hanya karena cita-cita tersebut tidak sesuai dengan standar maskulinitas yang berlaku.Â