Lebih jauh lagi, kita dapat memahami bahwa ucapan-ucapan tersebut mengimplikasi bahwa menjadi laki-laki berarti menyimpan perasaan dan emosi jauh di dalam diri, memisahkan sebuah hal yang paling manusiawi dari dirinya.Â
Tindakan yang condong kepada pemodelan seksisme dalam rumah tangga memiliki potensi yang cukup signifikan untuk berkontribusi dalam pembudayaan toxic masculinity.Â
Tindakan tersebut dapat mencakup kebiasaan-kebiasaan yang berkaitan dengan hubungan antara suami dan istri (ibu dan ayah), seperti seorang suami yang memperlakukan istrinya secara tidak hormat.Â
Jika seorang anak laki-laki melihat tindakan ayahnya yang seperti itu, boleh jadi ia akan tumbuh dengan keyakinan bahwa hal tersebut adalah sebuah hal yang wajar untuk dilakukan seorang laki-laki [9].
Memaksa anak laki-laki untuk menyembunyikan emosinya adalah satu dari sekian hal terburuk yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam proses parenting.Â
Jika ingin diibaratkan dengan gambaran yang nyata, tindakan tersebut sama dengan memasangkan topeng kepada anak untuk menyembunyikan wajah aslinya atas dasar takut terlihat lemah. Hal tersebut membuat anak laki-laki menjadi rentan terhadap berbagai masalah, terutama masalah yang berkaitan dengan kondisi mental.Â
Dengan dibiasakan untuk tidak mengekspresikan perasaannya, anak laki-laki akan cenderung mengekspresikan perasaannya dalam tindakan fisik daripada membicarakan perasaan tersebut tanpa konflik dan konfrontasi.
Upaya Mengakhiri Siklus
Parenting adalah pisau bermata dua, parenting dapat memanjangumurkan toxic masculinity, tetapi juga dapat menghentikan siklus dari toxic masculinity.Â
Untuk menyelesaikan permasalahan yang ada, sudah selayaknya parenting digunakan untuk menghentikan siklus toxic masculinity dan bukan sebaliknya.Â
Adapun, penggunaan tersebut dapat diwujudkan melalui beberapa tindakan nyata dalam parenting, seperti memberi pemahaman kepada anak terkait makna maskulinitas yang sebenarnya, mencontohkan bentuk emosi yang sehat, dan mengajarkan anak tentang cara mengelola emosi yang baik. Ketiga tindakan tersebut saling berkaitan dan dapat mewujudkan parenting yang memutus siklus toxic masculinity jika dilakukan dengan tepat.