Mohon tunggu...
SNF FEBUI
SNF FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Badan Semi Otonom di FEB UI

Founded in 1979, Sekolah Non Formal FEB UI (SNF FEB UI) is a non-profit organization contributing towards children's education, based in Faculty of Economics and Business, Universitas Indonesia. One of our main activities is giving additional lessons for 5th-grade students, from various elementary schools located near Universitas Indonesia. _________________________________________________________ LINE: @snf.febui _________________________________________________________ Instagram: @snf.febui ____________________________________________________ Twitter: @snf_febui _______________________________________________________ Facebook: SNF FEB UI ____________________________________________________ Youtube: Sekolah Non Formal FEB UI ______________________________________________________ Website: snf-febui.com ______________________________________________________ SNF FEB UI 2020-2021 | Learning, Humanism, Family, Enthusiasm | #SNFWeCare

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

"Toxic Masculinity" dalam Parenting: Kudapan Rumah yang Tak Kunjung Musnah

6 November 2021   17:22 Diperbarui: 21 November 2021   21:35 1369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lebih jauh lagi, kita dapat memahami bahwa ucapan-ucapan tersebut mengimplikasi bahwa menjadi laki-laki berarti menyimpan perasaan dan emosi jauh di dalam diri, memisahkan sebuah hal yang paling manusiawi dari dirinya. 

Tindakan yang condong kepada pemodelan seksisme dalam rumah tangga memiliki potensi yang cukup signifikan untuk berkontribusi dalam pembudayaan toxic masculinity. 

Tindakan tersebut dapat mencakup kebiasaan-kebiasaan yang berkaitan dengan hubungan antara suami dan istri (ibu dan ayah), seperti seorang suami yang memperlakukan istrinya secara tidak hormat. 

Jika seorang anak laki-laki melihat tindakan ayahnya yang seperti itu, boleh jadi ia akan tumbuh dengan keyakinan bahwa hal tersebut adalah sebuah hal yang wajar untuk dilakukan seorang laki-laki [9].

Memaksa anak laki-laki untuk menyembunyikan emosinya adalah satu dari sekian hal terburuk yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam proses parenting. 

Jika ingin diibaratkan dengan gambaran yang nyata, tindakan tersebut sama dengan memasangkan topeng kepada anak untuk menyembunyikan wajah aslinya atas dasar takut terlihat lemah. Hal tersebut membuat anak laki-laki menjadi rentan terhadap berbagai masalah, terutama masalah yang berkaitan dengan kondisi mental. 

Dengan dibiasakan untuk tidak mengekspresikan perasaannya, anak laki-laki akan cenderung mengekspresikan perasaannya dalam tindakan fisik daripada membicarakan perasaan tersebut tanpa konflik dan konfrontasi.

Upaya Mengakhiri Siklus

Parenting adalah pisau bermata dua, parenting dapat memanjangumurkan toxic masculinity, tetapi juga dapat menghentikan siklus dari toxic masculinity. 

Untuk menyelesaikan permasalahan yang ada, sudah selayaknya parenting digunakan untuk menghentikan siklus toxic masculinity dan bukan sebaliknya. 

Adapun, penggunaan tersebut dapat diwujudkan melalui beberapa tindakan nyata dalam parenting, seperti memberi pemahaman kepada anak terkait makna maskulinitas yang sebenarnya, mencontohkan bentuk emosi yang sehat, dan mengajarkan anak tentang cara mengelola emosi yang baik. Ketiga tindakan tersebut saling berkaitan dan dapat mewujudkan parenting yang memutus siklus toxic masculinity jika dilakukan dengan tepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun