Senja mengajarkan kita bahwa keindahan tak harus hadir lebih awal.
Itu yang kau bilang, aku setuju.
Kalau lebih awal, itu milik mentari yang berpijar saat merekahkan senyum dan melenyapkan gundah dari kegelisahan semalam.
Kau tau, sukacita terkadang ditemani dengan panas terik. Soal terbakar atau berasa hangat, hanya jiwa tenang yang merasakannya.
Begitu juga ketika ratap menghantui di sela gerimis dan derai hujan. Berasa dingin menusuk atau membara, hanya jiwa damai yang merasakannya.
Aku setuju, senja lebih mempesona justru disaat detik-detik akhir berpelukan mesra bersama batas cakrawala.
Bias jingga rona kemerahannya membawa syahdu suasana.
Aku menunggumu dengan sukacita.
Bahkan, di sela panas terik atau kala gerimis rintik mengundang rindu.
Pun secangkir kopi hangat setia menanti hadirmu
Kau dan aku bakal menyesapnya, bersama kepulan cerita cinta yang berpilin ke angkasa hingga langit malam berpagut mesra.
Kota Tepian Mahakam, Selasa, 24 Juni 2025 Pukul 21.12 Wita, saat membayangkan  rona wajahmu di batas senja Kota Jogja.
***
Tulisan ke-16 2025
Puisi ke-7 2025