Aku: "Baiklah!"
Â
Untuk membunuh waktu, aku pun menyelusuri lereng. Ada gemericik air di bagian belakang bukit? Aku pun menghampiri sumber suara tersebut. Ternyata ada mulut sungai bawah tanah. Sepertinya air hujan deras membuat sungai bawah tanah meluap dan mencari jalan keluar sendiri melalui lubang di dinding lereng.
Â
Airnya tampak begitu jernih. Warnanya gemerlap keemas-emasan karena ditimpa sinar mentari. Ia mengundangku untuk menyentuhnya. Kuraup air yang menggoda tersebut dan puas dengan kesejukkannya. Dinding lereng itu dipenuhi lumut hijau yang menggantung dan menempel di bebatuan hingga terkesan artistik.
Â
Tiba-tiba aku tersentak. Tak jauh dari tempat aku berdiri, aku melihat sesuatu yang menyangkut di bebatuan dekat mulut sungai kecil tersebut. Rasa penasaran mendorongku untuk menghampirinya.
Â
"AAARGH!" teriakku. Aku hampir pingsan ketika menyadari benda misterius itu ialah kerangka manusia dan kerangka bayi. Makam yang amblas dan kerangkanya terbawa aliran sungai bawah tanah atau korban pembunuhan?
Â
Tanpa kusadari, tiba-tiba lima pria dewasa berusia 25-30 tahun yang tampan dan kekar, berdiri tepat di belakang punggungku. Dengan gesit, mereka melompat untuk berpencar. Dalam sedetik aku berada dalam kepungan mereka.Â