Mohon tunggu...
Seni Asiati
Seni Asiati Mohon Tunggu... Guru - Untuk direnungkan

Berawal dari sebuah hobi, akhirnya menjadi kegiatan yang menghasilkan. Hasil yang paling utama adalah terus berliterasi menuangkan ide dan gagasan dalam sebuah tulisan. Selain itu dengan menulis rekam sejarah pun dimulai, ada warisan yang dapat kita banggakan pada anak cucu kita nantinya. Ayo, terus torehkan tinta untuk dikenang dan beroleh nilai ibadah yang tak putus.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Misteri Rana

29 Mei 2020   21:53 Diperbarui: 29 Mei 2020   22:22 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Iya, malam ini aku akan urus semua" ucapku meyakinkannya.

Kebetulan passport dan visaku selalu aku perbarui yah siapa tahu tiba-tiba aku pergi ke Jepang jadi sudah siap. Sebenarnya aku tak bisa memutuskan sendiri. Aku harus berunding dengan Nala dulu sebelum memutuskan. Ide gila ini tiba-tiba saja muncul dari pikiranku. Aku ingin menuntaskan rasa ingin tahuku tentang Rana. Semoga Nala memaafkan tindakanku ini. Atau malah Nala akan menentangku.

"Kamu yang terbaik Lyan," ucapnya lalu bangkit dan memelukku erat. Aku lihat beberapa pengunjung tersenyum menyaksikan adegan kami.  Entah kenapa aku seolah ingin sekali membuat Rana bahagia menghapuskan kesedihannya. Aku bahkan tidak memikirkan perasaan Nala saat mengatakan untuk cuti ke Jepang. Entah apa nanti alasanku untuk ijin pergi tanpanya. Nala berkali-kali mengajakku ke Jepang, aku tak pernah mau dengan berbagai alasan. Entah apa yang akan terjadi dengan hubungan kami nanti. Benakku hanya ada Rana dan kegilaanku untuk melindunginya membuat Rana tersenyum. Aku bahkan tak membayangkan bagaimana reaksi Nala dengan kegilaanku ini.

"Inilah yang aku takutkan kalau kamu ambil kerjaan kamu itu. Kamu  akan meninggalkan aku sendiri. Kamu gak peduli lagi sama aku dan sekarang aku bukan satu-satunya prioritas kamu!" suara marah Nala kepadaku saat aku mengatakan akan syuting dengan Rana ke Jepang. Aku berbohong pada Nala. Padahal aku tak pernah berbohong. Maafkan aku Nala semoga aku menemukan jawaban dari semua pertanyaanku ini. Nala tak akan mungkin ikut kalau alasanku pekerjaan.

"Aku gak mungkin gak peduli sama kamu. Aku sayang sekali sama kamu, aku gak mau kehilangan kamu. Syutingnya hanya dua minggu dan aku akan kembali, ya." Aku berkata tanpa menatap Nala. Aku takut kebohonganku semakin membuatnya sedih. Maafkan aku Nala hanya itu yang bisa aku ucapkan dalam hati.

"Kamu sudah jauh melangkah Lyan? Aku kurang mengerti apa lagi? Kamu mau pekerjaan ini karena alasan biaya pernikahan kita. Aku mengerti, kamu ambil pekerjaan lain seperti iklan dan film aku mengerti. Bahkan kita hanya bisa bertemu di studio aku juga mengerti, apa lagi sekarang. Kamu bilang hanya sepuluh episode dan sekarang sudah puluhan episode kamu lakukan?" Nala berkata sambil menangis. Aku terdiam membiarkan Nala dengan tangisnya. Wanita yang sudah mengisi hatiku selama ini sudah aku sakiti.

Aku benci melihatnya menangis, selama hubungan kami baru kali ini aku membuatnya menangis. Aku genggam tangannya dengan sepenuh hati yang sudah tersobek dengan wajah lain. Aku mencari alasan untuk kepergiaanku ke Jepang. Mulai menengok makam nenek, sampai mencari saudara ayah yang tidak aku ketahui keberadaannya. Aku beri alasan kalau aku akan meminta kesediaan mereka untuk datang ke Indonesia mendoakan pernikahan kami nanti. Bohong besar yang aku letupkan pada Nala. Entah kenapa alasan itu mengalir bergitu saja dari bibirku. Bagaimanapun juga Nala benar dengan semua perkataannya, entah kenapa aku mengarang semua alasan agar tetap pergi. Aku ingin melihat senyum Rana lagi dan mencari tahu siapa Rana di tempat ia berasal.

"Maafkan aku terlalu egois dengan semuanya, maafkan aku sudah mengorbankan kamu dalam segala hal, aku harus bagaimana agar kamu memaafkan aku?" tanyaku menyesal. Aku genggam erat tangan Nala dengan wajahku yang tertunduk. Aku malu aku telah menyakitinya.

Ia berhenti menangis dan memelukku kemudian melepaskannya sesaat. Wajahnya tepat di depan mukaku. Wajah gadis yang aku cintai kita tak lagi bisa menarikku untuk di dekatnya. Perkataan Nala selanjutnya membuatku limbung.

"Nikahi aku sekarang," jawabnya  dengan tegas dan tenang. Perkataannya membuatku terkejut bukan kepalang. aku bahkan hampir lupa kalau kami akan segera menikah.

"Apa?" tanyaku spontan dan melepaskan genggaman tangannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun