Mohon tunggu...
Seni Asiati
Seni Asiati Mohon Tunggu... Guru - Untuk direnungkan

Berawal dari sebuah hobi, akhirnya menjadi kegiatan yang menghasilkan. Hasil yang paling utama adalah terus berliterasi menuangkan ide dan gagasan dalam sebuah tulisan. Selain itu dengan menulis rekam sejarah pun dimulai, ada warisan yang dapat kita banggakan pada anak cucu kita nantinya. Ayo, terus torehkan tinta untuk dikenang dan beroleh nilai ibadah yang tak putus.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Misteri Rana

29 Mei 2020   21:53 Diperbarui: 29 Mei 2020   22:22 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Gak usah, saya juga sudah menelepon dia tadi sebelum menelpon kamu. Rana bilang akan menunggu Kamu jam tujuh di bandara," jelas Bang Joyko.

"Baik Bang, terima kasih atas bantuannya," jawabku. Kali ini ingin rasanya aku peluk bang Joy dengan bersemangat karena mungkin ini jalan Tuhan untukku. Aku harus menuntaskan rahasia besar ini.

"Tidak perlu berterima kasih, kalian sudah bekerja keras wajar kalau hanya liburan sepuluh hari. Semoga liburan kalian menyenangkan dan semoga kalian bisa mendapatkan chemistri yang kuat yah," pesan bang Joyko yang hanya kujawab dengan senyum yang ku yakin Bang Joypun tidak melihatnya.

Semua seolah berjalan lancar terkecuali Nala. Bagaimana keadaannya sekarang, apa dia masih marah? apa dia masih kecewa? Seharusnya aku tidak melakukan ini. Harusnya aku datangi Nala sebelum aku pergi apapun yang terjadi harus aku hadapi. Rana sudah punya pacar suruh saja pacarnya yang mengembalikan senyumnya, kenapa harus aku, dan kenapa aku mau. Semua pikiran itu mulai berlarian menyesakkan otakku. Ahh... Lyan ada apa denganmu.

Pagi itu bandara Soekarno Hatta seperti biasa ramai dengan lalu lalang orang yang sibuk. Ada yang pergi ada yang pulang ada yang menunggu seseorang. Kulihat Rana sudah siap dengan koper berwarna pinknya berjalan menghampiriku dengan wajah tenang, tidak seperti kemarin dengan wajah hancurnya.  Kemeja putih dan celana jeans biru yang membalut tubuhnya sangat kontras dengan sepatu bots berwarna pink. Mungkin kepergian ini sudah membuat hatinya merasa jauh lebih baik. Rambunya yang sebahu diikatnya mungkin di kuncir kuda aku tak bisa memastikan karena ia menggunakan topi yang terbuat dari woll juga berwarna pink.

"Sekali lagi terima kasih, ya sudah mau merelakan semua demi aku," sapanya lembut dengan senyum manis betapa rindunya aku dengan senyuman itu. Senyuman yang seolah sudah menjadi penenangku. Wajah Rana yang bersemangat menghilangkan rasa cemasku pada Nala

"Iya, setidaknya kamu harus kembali jadi diri kamu yang dulu kalau mau acara kita sukses lagi kan?" jawabku tenang.  Aku sibuk menata hatiku yang semakin porak poranda menatap mata Rana yang semakin menghujam jantungku. Mas Alan  asisten Rana menanyakan sesuatu pada Rana.  Mereka terlihat bertukar sesuatu sebelum aku dan Rana melangkah masuk. Rana memegang sekaleng susu yang aku yakin rasa vanilla. Kami pun memasuki ruang tunggu di dalam bandara sambil menunggu pesawat yang akan membawaku terbang menuju negeri sakura. Kulihat Rana tidak melepas senyumnya, hatinya pasti sangat senang sekali. Sesekali ia menatapku yang kali ini semakin mantap untuk membuka tabir Rana.

Panggilan untuk memasuki pesawat terdengar nyaring dari pengeras suara. Wajah Rana tiba-tiba kaget dan badannya seolah membeku. Aku segera beranjak dari kursi dan kulihat Rana masih mematung di kursi dengan tatapan kosong.

"Rana,ayo", sambil mengguncangkan bahunya. Kulihat Rana terkaget dan langsung menatap dalam ke mataku.

"Ah, Iya," jawabnya seadanya. Rana  akhirnya bangun dari kursinya dan berjalan gontai di belakangku, dengan langkah kaki yang diseret Rana hampir ketinggalan jauh di belakangku. Aku langsung berlari menghampirinya dan kugandeng tangannya. Tangannya bergetar hebat dan berkeringat, matanya menatap kosong. Ada apa lagi dengan Rana. Tadi dia semangat sekali sekarang tangannya dingin wajahnya pucat pasi.

"Kamu kenapa?" aku tak tega melihatnya seperti ini. Rana seperti mayat hidup yang hampir menyerupai zombie. Wajahnya pucat sekali semakin putih. Tangannya berkeringat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun