Mohon tunggu...
Seni Asiati
Seni Asiati Mohon Tunggu... Guru - Untuk direnungkan

Berawal dari sebuah hobi, akhirnya menjadi kegiatan yang menghasilkan. Hasil yang paling utama adalah terus berliterasi menuangkan ide dan gagasan dalam sebuah tulisan. Selain itu dengan menulis rekam sejarah pun dimulai, ada warisan yang dapat kita banggakan pada anak cucu kita nantinya. Ayo, terus torehkan tinta untuk dikenang dan beroleh nilai ibadah yang tak putus.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Misteri Rana

29 Mei 2020   21:53 Diperbarui: 29 Mei 2020   22:22 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kakak sungguh-sungguh?" tanyanya meyakinkan, Rana menanggukkan  kepala yakin dengan niatnya.

"Terima kasih, aku akan menunggu kakak selesai syuting dan mengantar ke rumah sakit" jawab lelaki itu sambil membawa pergi secarik kertas yang sudah kami tanda tangani.

"Kenapa kamu terlihat sedih?" tanyaku pada Rana yang masih dengan wajah sedih.

"Aku seperti merasakan apa yang dialami anak tadi namun hanya sedikit berbeda." jelasnya mencoba kembali fokus dengan scriptnya. Kali ini akau semakin yakin Rana adalah masa laluku.

"Baiklah adegan selanjutnya, Rana Lyan kalian siap-siap," teriak sutradara iklan pada kami.

"Ah! Rana ada apa denganmu? Kenapa mata kamu seolah kosong? Padahal cara kamu mengiklankan sudah bagus, take ulang!" Omel Mas Bram sutradara iklan. Aku heran begitu menyentuhkah cerita anak tadi? Apa yang akan dia rasakan kalau mendengar ceritaku yang harus terpisah dengan adikku.

"Iya maafkan saya mas, saya tidak akan mengulanginya," jawab Rana dengan tegas. Rana membuktikan apa yang dikatakannya, syuting pun berjalan dengan baik. Rana segera bergegas membereskan semua barangnya dan berbicara sedikit dengan manajernya.  Lelaki itu datang lagi dan mengajak Rana pergi bersamanya. Aku menatap kepergian Rana dengan berjuta tanya di hati. Siapa gadis ini??? Begitu misterinya hidup Rana. Aku bergegas mengikuti langkah kaki Rana. Aku tak mau kehilangan momen dengan Rana. Ahhh... mengapa aku jadi begini kemana hatiku sebenarnya.

"Halo sayang," Rana menyapa dengan wajah yang seolah bisa menenangkan perasaan orang. Gadis kecil dengan balutan perban di kepala menyambut kedatangan Rana dengan sumringah dan senyum selebar mungkin. Gadis malang itu terkejut dengan kegadiran bintang pujaannya. Rana menggenggam tangan mungil itu seolah memberi kekuatan.

"Gimana keadaan kamu?"tanya Rana lagi.

"Tidak pernah merasa lebih baik dari ini," jawabnya dengan menitikan air mata wajahnya yang pucat bersemu sedikit memerah.

"Lia, kamu jangan nangis ya, Kak Rana sudah jauh-jauh datang masa kamu menangis?" ucap sang kakak yang langsung menyeka air mata adiknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun