Mohon tunggu...
Seni Asiati
Seni Asiati Mohon Tunggu... Guru - Untuk direnungkan

Berawal dari sebuah hobi, akhirnya menjadi kegiatan yang menghasilkan. Hasil yang paling utama adalah terus berliterasi menuangkan ide dan gagasan dalam sebuah tulisan. Selain itu dengan menulis rekam sejarah pun dimulai, ada warisan yang dapat kita banggakan pada anak cucu kita nantinya. Ayo, terus torehkan tinta untuk dikenang dan beroleh nilai ibadah yang tak putus.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Misteri Rana

29 Mei 2020   21:53 Diperbarui: 29 Mei 2020   22:22 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Susu vanilla hangat lima gelas dan sosis bakar keju," pesannya  pada pelayan resto sesampainya kami di restoran. Alamak banyaknya gelas susu yang dipesan Rana. Untuk siapa semua? Pertanyaan itu bermain di otakku yang mulai sempit.

"Saya pesan susu coklat satu saja, ya" aku pun ikut memesan.

Rana memandangku dengan wajah yang bahkan aku tidak tahu apa artinya, tangannya mengepal di atas meja. Rana menumbuk-numbuk meja melampiaskan emosinya.

"Hei hei Rana, tenang kamu ini kenapa sih? Dari tadi diam saja,  terus sekarang mau jadi penabuh drum. Aku berusaha mencairkan suasan hati Rana. "Gadis kecil yang sakit itu ngomong apa sama kamu?" Aku pun sudah tidak tahan untuk bertanya.  Pertama kalinya aku melihat Rana seperti ini. Senyum manisnya seolah menghilang seolah seluruh bumi runtuh di atas kepalanya.

"Kenapa aku tidak tahu kalau itu hari terakhir kami bersama?" tanya Rana untuk dirinya atau untuk siapa? belum sempat aku menjawab ia mulai bertanya lagi, wajahnya sudah basah dengan airmata.

"Kenapa kami sekeluarga harus pergi hari itu juga. Kenapa cuaca hari itu kacau sekali, kenapa dia gak ada di sebelahku saat ini. Kenapa saat terjun payung dia melepas tanganku. Kenapa....???"  Pertanyaan Rana terhenti saat kutaruh jari telunjukku di bibir mungilnya. Dia tidak hanya bertanya tanpa henti tetapi terus memukul kepalanya dengan tangan. Airmatanya mengalir dengan deras di pipi putihnya. Ia pun menghapus air matanya dengan segera saat lima susu vanila pesanannya datang. Aku bangkit dan memeluknya dengan segenap jiwaku.

Tiga gelas susu vanila hangat sudah habis diminumnya. Aku heran karena begitu banyak susu vanilla yang ia pesan dan tandas tiga gelas dalam sekejap. Tinggal dua gelas lagi dan sosis yang panjang berlapis keju di meja. Rana akan memulai lagi dengan gelas keempat. Sebelum gelas keempat mendarat di bibir indahnya, aku tarik tangannya dengan lembut.

"Ada lagi yang mau kamu tanyakan," tanyaku sambil mengenggam tangannya. Wajahnya kutatap dengan lembut. Mata indahnya yang selama ini malu-malu aku tatap, hari ini puas aku tatap. Bola mata coklat dan alis yang hitam indah membuatku tak kuasa menahan rasa yang sudah semakin membuncah di dada. Ah... Rana siapa kamu? Mengapa hati ini berdesir setiap menatap wajahmu.

"Ada banyak pertanyaan yang mau aku tanyakan. Aku mau marah, mau nangis, mau peluk dia. Rasanya kepalaku mau pecah karena aku sendiri sudah kehilangan akal. Aku kangen sekali  sama dia. " ucapnya panjang lebar dengan air mata yang terus mengalir. Entah siapa yang Rana bicarakan tapi pastilah orang itu adalah yang spesial untuknya, entah kenapa pikiranku tertuju pada pacar Rana nun jauh di Jepang.

"Besok kita minta cuti sama Bang Joy sepuluh hari. Kita pergi ke Jepang agar kamu bisa tenang dan gak sedih lagi. Sudah lama juga aku gak ke Jepang setelah nenekku wafat," ucapku yang langsung dihujani tatapan heran dan kaget dari Rana. Tangan yang aku genggam dengan segenap rasa Rana lepaskan.

"Kamu serius?" tanya Rana dengan wajah yang masih terkejut. Wajahnya yang basah oleh air mata terlihat indah dengan bola mata yang membesar. Ingin kukecup bola mata itu. Ahhh Lyan apa yang kamu pikirkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun