Mohon tunggu...
Aris P. Zebua
Aris P. Zebua Mohon Tunggu... Guru

Seharusnya pendidikan merupakan hadiah bagi semua orang | Blog pribadi: satyaaris.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Guru Baru dari Desa

21 Mei 2017   10:40 Diperbarui: 21 Mei 2017   11:08 1425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dan yang mengherankan hatinya adalah kepala sekolah ternyata punya kelompok tersendiri. Pak Hari diam-diam mengamati Bu Meli, kepala sekolah, sering memanggil beberapa rekan guru ke kantornya. Entah urusan apa. Tapi yang ia ketahui adalah Bu Meli selalu memanggil guru-guru yang sama. Dalam pandangannya, rekan-rekannya tersebut merupakan “teman dekat”nya Bu Meli. Bahkan pertemuan informal itu, pertemuan sang kepala sekolah bersama orang-orang dekatnya, terjadi di ruang kepala sekolah sendiri. Ceritanya begini: sewaktu Pak Hari ingin ke ruang kepala sekolah untuk urusan tanda tangan pada perangkat pembelajarannya, ia heran beberapa guru sedang mengobrol santai dengan Bu Meli. Di sana ada Bu Lina, Bu Rani, Bu Juwita, dan juga ada Pak Aldo. Padahal seharusnya rekan-rekannya itu berada di ruang guru bersama dirinya karena memang mereka sedang tidak ada jam mengajar. Pantas saja ia sendirian di ruang guru, pikir Pak Hari. Sementara guru lainnya sedang mengajar di kelas.

Sekarang hari Minggu. Libur. Pak Hari bersantai sejenak di beranda depan. Matahari sedang berjaya di langit biru. “Kenapa melamun, Pak?” Hari kaget. Budi tiba-tiba datang tanpa diketahuinya. Kontrakan sedang sepi. Penghuninya sedang bepergian. Kecuali Pak Budi dan Pak Hari.

“Ada yang aneh,”Pak Hari menjawab setelah beberapa saat menyingkirkan kekagetannya.

“Apanya yang aneh?”

“Itu…waktu itu,” kata Pak Hari sambil berpikir, “saya perhatikan Bu Lina, Bu Rani, Bu Juwita, dan Pak Aldo sering sekali ke ruang Bu Meli. Kok bisa ya? Kan harusnya ruang kepala sekolah tidak sembarangan digunakan untuk hal yang tidak penting.”

“Ada urusan penting yang harus dibicarakan mungkin.”

Ah masa sesering itu. Tidak mungkin. Kalau pun penting kenapa guru lain tidak diajak?”

“Memangnya Pak Hari tahu apa yang dibicarakan?”

“Tidak. Tapi aneh saja rasanya. Soalnya saat saya masuk semua tiba-tiba terdiam. Terus sesaat setelah saya tutup pintu meninggalkan ruangannya, sayup-sayup terdengar mereka tertawa.”

“Pak Hari lagi sensi kali saat itu,” Budi mencandai temannya itu sambil tertawa.

“Tapi tetap saja aneh…”Pak Hari berusaha tidak ikut tertawa. Ia sedang ingin mengatakan sesuatu yang tidak bisa ia ungkapkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun