Artinya raja masih berkuasa atas penuh. Sedangkan demokrasi yang sesungguhnya sangat menghendaki suara rakyat sebagai dasar kebijakan, bukan karena niat baik dari seorang raja semata. Tapi untuk sementara saya akan pisahkan persoalan ini. Fokus saya adalah menjelaskan gagasan-gagasan Bung Hatta tentang demokrasi asli Indonesia yang lahir dari alam desa.
Kelima anasir demokrasi asli itu: rapat, mufakat, gotong royong, hak mengadakan protes bersama, dan hak menyingkir dari daerah kekuasaan raja, dipuja dalam lingkungan pergerakan nasional sebagai pokok yang kuat bagi demokrasi sosial, yang akan dijadikan dasar pemerintahan Indonesia Merdeka di masa datang. Â
Tidak semua dari yang tampak bagus pada demokrasi desa dapat dipakai pada tingkat yang lebih tinggi dan modern. "Tetapi sebagai dasar ia dipandang berguna." Sebab bagi Bung Hatta "bagaimanapun, orang tak mau melepaskan cita-cita demokrasi sosial, yang sedikit-banyak bersendi pada organisasi sosial di dalam masyarakat asli sendiri".
Dalam segi politik, dilaksanakan sistem perwakilan rakyat dengan musyawarah, berdasarkan kepentingan umum. Demokrasi desa yang begitu kuat hidupnya juga menjadi dasar bagi pemerintahan otonomi yang luas di daerah-daerah sebagai cerminan dari "pemerintahan yang diperintah".Â
Dalam segi ekonomi, semangat gotong royong yang merupakan koperasi sosial, adalah dasar terbaik untuk membangun koperasi ekonomi sebagai dasar perekonomian rakyat. Keyakinan tertanam, bahwa hanya dengan koperasi dapat dibangun kemakmuran rakyat. Dalam segi sosial, diadakan jaminan untuk perkembangan kepribadian manusia. Manusia bahagia, sejahtera, dan susila, menjadi tujuan negara.
Dosa-dosa Soekarno
Buku Demokrasi Kita disusun oleh Bung Hata dalam masa-masa penerapan demokrasi terpimpin. Pada masa ini terlihat benar tindakan-tindakan pemerintah yang bertentangan dengan UndangUndang Dasar. Presiden yang menurut Undang-Undang Dasar 1950 adalah presiden konstitusional yang tidak bertanggung jawab atas pembentukan kabinet, dan tidak dapat diganggu gugat, mengangkat dirinya sendiri menjadi formatur kabinet.Â
Dengan itu, dia melakukan suatu tindakan yang bertanggung jawab tetapi tidak memikul tanggung jawabnya. Pemerintahan yang dibentuk dengan cara yang ganjil itu diterima begitu saja oleh parlemen, dengan tidak menyatakan keberatan yang prinsipil. Malahan ada yang membela tindakan Presiden dengan dalil "keadaan darurat".
Dalih "keadaan darurat" tersebut yang sampai hari ini, jika saya amati, dibenarkan oleh beberapa 'oknum' yang mengklaim diri sebagai sukarnois, marhaenis, bla bla bla... dan seterusnya. Kata mereka, dalam keadaan darurat, tindak tegas dari seorang pemimpin itu diperlukan.Â
Tapi mereka bahkan tidak punya definisi ataupun kategori, keadaan darurat seperti apa yang membuat langkah-langkah yang yang tidak sesuai konstitusi dapat dibenarkan? Sayangnya mereka tidak punya dasar argumen untuk itu.Â
Jadi siapapun boleh menjadi diktator dan menerapkan totalitarianisme dan menggunakan dalih keadaan darurat sebagai pembenaran. Lagi pula, bukankah sudah jelas, bahwa demokrasi itu daulat rakyat. Maka rakyat berhak menentukan apa yang dianggap baik dan dianggap buruk oleh mereka. Bung Karno seorang diri tidak berhak untuk mengkalaim diri sebagai perwakilan alam pikir baik dan buruk rakyat Indonesia .