Mohon tunggu...
Rusman
Rusman Mohon Tunggu... Guru - Libang Pepadi Kab. Tuban - Pemerhati budaya - Praktisi SambangPramitra
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

"Hidupmu terasa LEBIH INDAH jika kau hiasi dengan BUAH KARYA untuk sesama". Penulis juga aktif sebagai litbang Pepadi Kab. Tuban dan aktivis SambangPramitra.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Rusman: Wayang, Saat Perkemahan Rahwana Hancur Berantakan

20 Desember 2018   16:45 Diperbarui: 28 Februari 2019   14:45 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah Prabu Arjunasasrabahu bertiwikrama merubah wujud menjadi raksasa sak gunung anakan dan tidur melintang di sungai Narmada maka terbentuklah sebuah danau yang amat luas.
Ah, senangnya Dewi Citrawati menyaksikan hal itu. Iapun segera terjun kedalam air dan mengajak semua istri sang prabu untuk mengikutinya. 

Tentu saja hal ini adalah pemandangan yang amat menarik. Bayangkan, seribu lebih wanita cantik berenang ke sana kemari dengan pakaian yang sangat tipis. Heem ... mereka bercanda, bersuka cita penuh kegembiraan dan gelak tawa. Sungguh menggemaskan tentu.


Sementara itu sungai Narmada yang terbendung semakin lama semakin meninggi airnya. Danau itu kian meluas dan melebar menggenangi perbukitan dan daerah sekitarnya. Tentu saja lama kelamaan mengalir deras ke daratan yang lebih rendah.
Luapan air itu terjun dari tempat yang tinggi laksana air bah melanda persawahan dan perbukitan. 

Kondisi ini tak disadari oleh Prabu Arjunasasrabahu sebab sang raksasa itu dalam keadaan
tidur bertiwikrama.
Sedangkan Dewi Citrawati dan wanita lain yang sedang asyik bercengkrama ria di danaupun juga tidak menyadari sama sekali.

Tersebutlah sebuah negeri kecil bernama negeri Sakya yang letaknya tidak jauh dari lokasi bendungan maespati. 

Di sebuah perbukitan yang lebih rendah bernama bukit Janakya terdapat sepasukan raksasa dari kerajaan Alengkadiraja sedang mendirikan perkemahan.
Pasukan itu dipimpin langsung oleh ratu gustinya, yakni Prabu Rahwana atau Dasamuka yang juga didampingi oleh paman sekaligus patihnya, ialah Patih Prahasta. 

Saat itu pasukan Rahwana sedang dalam misi penaklukan daerah sekitar, tujuannya untuk memperluas wilayah Alengka sehubungan dengan kedudukannya sebagai seorang raja muda.

Sungguh siapa yang menduga kalau perkemahan itu akhirnya harus terjangkau oleh luapan air bendungan. Mula-mula hanya suara air yang bergemuruh dari kejauhan, disusul datangnya air yang mengalir cukup deras. Dan tak seberapa lama luapan air bah itu melanda tanpa memberi kesempatan pasukan raksasa itu untuk berkemas-kemas.

Demikianlah banjir bandang melanda perkemahan Rahwana. Suara jeritan, teriakan dan raungan para raksasa yang terlanda air mengagetkan Prabu Rahwana dan Patih Prahasta yang saat itu sedang beristirahat. 

Maka tak ampun lagi dalam sekejap, bangunan pesanggrahan Rahwana ludes dilanda air bah.
Raja raksasa dan para hulubalangnya yang bisa terbang, segera anggegana menyelamatkan diri ke puncak gunung. 

Di belakang mereka diikuti para raksasa pengikutnya yang berlari-lari cepat mendaki bukit yang lebih tinggi.

Meski begitu tidak sedikit pula diantara para raksasa yang tidak sempat menyelamatkan diri, mati hanyut dilanda air bah. 

Kejadian tersebut menimbulkan kemarahan Rahwana. la segera meminta pamannya didampingi abdi kesayangannya Ditya Kala Maricha, untuk segera mencari penyebab banjir bandang itu.
Maka dalam waktu tak lama Kala Maricha telah kembali menghadap. 

Ia melaporkan bahwa yang menyebabkan luapan air sungai dan menghancurkan pesanggrahan adalah ulah Prabu Arjunasasrabahu. Raja Maespati itu telah bertiwikrama menjadi raksasa yang sangat besar dan tidur melintang di muara sungai.

"Paman patih, siapa sebenarnya raja Maespati itu?" tanya Rahwana sambil menggeram.

"E..e..e.., ngger anak prabu, sebaiknya kita mengalah. Arjunasasrabahu itu raja yang tiada terkalahkan, dia itu titisan bethara Wisnu yang memiliki kesaktian luar biasa, ngger?"

"Apa paman Prahasta meragukan kemampuanku?"

"Oo.. sama sekali tidak ngger. Kaupun adalah raja muda yang sangat sakti pula. Tapi untuk sementara kita mengalah saja, anakku."

"Heem.., ternyata paman adalah pembual belaka. Bukankah paman sendiri tahu, dewa Syiwa telah menjanjikan tak ada satupun manusia yang mampu membinasakan aku."

"Tapi ngger, ia itu Wisnu. Coba lihat, sungaipun bisa ia bendung hanya dengan tubuhnya dan tangannya yang tak terbilang jumlahnya."

Sejenak Rahwana terdiam. Agaknya raja Alengka ini berpikir pula tentang kperingatan pamannya itu. Tapi bukan Rahwana namanya kalau mudah menyerah.

Dengan sedikit menggeram raksasa itu berkata: "Siapkan pasukan yang tersisa paman. Aku ingin raja itu membayar atas semua prajuritku yang mati keterjang air bah itu".

"Huaaahhh.. aeeegh .. e..e..e, bojleng-bojleng!"

Dan tiba-tiba saja rambut rahwana yang gimbal itu tumbuh kian panjang tak menentu. Dan bersamaan dengan itu taring di kanan kiri mulutnya bagaikan bergerak bertambah panjang pula.
Raja raksasa yang bengis mengerikan itu mengoyang-nggoyangkan kepala kian cepat.
Kini Patih Prahasto tahu bahwa keponakannya ini tidak main-main.

"Baik anakku, semua segera aku siapkan."

Buru-buru raksasa tua itupun segera bermohon diri sebelum dirinya terlempar dari tempat itu. Karena ia tahu pasti bahwa tak lama lagi kepala dan lengan keponakannya itu akan tumbuh menjadi  berlipat-lipat.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun