Kritik Bukan Fitnah: Etis Secara Intelektual dan Konstitusional
Sebagai rakyat yang sadar hak konstitusional dan sebagai akademisi hukum yang menjunjung tinggi integritas intelektual, saya menyampaikan kritik ini dengan tanggung jawab moral dan kesetiaan pada prinsip negara hukum. Kritik ini tidak dimaksudkan untuk menyerang pribadi, melainkan ditujukan secara sah kepada jabatan publik yang menjalankan fungsi negara secara luar biasa luas dan dominan, jauh melampaui mandat formal yang digariskan konstitusi.
Menyebut nama Luhut Binsar Pandjaitan dalam tulisan ini bukan pelanggaran etika, melainkan kewajiban intelektual dan ekspresi tanggung jawab warga negara. Dalam masyarakat demokratis, kekuasaan publik harus bisa diawasi secara terbuka. Pasal 28E ayat (3) dan Pasal 28F UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa setiap warga negara:
- Berhak menyatakan pikiran dan pendapat,
- Berhak memperoleh dan menyampaikan informasi, baik lisan maupun tulisan, dengan sarana apa pun.
Artinya, mengkritik penyelenggara negara adalah hak konstitusional yang dijamin oleh negara. Tidak ada kewajiban moral, hukum, atau etik untuk “menyamarkan” nama pejabat yang berperan sentral dalam proses kekuasaan. Justru menyamarkan atau mengaburkan peran mereka, ketika dampaknya besar terhadap publik, adalah bentuk pengingkaran terhadap prinsip akuntabilitas dan keterbukaan.
Dalam Etika Akademik: Klarifikasi, Bukan Samarkan
Dalam dunia akademik dan keilmuan, menyebutkan aktor dengan jelas adalah bagian dari kejujuran ilmiah. Sebuah tesis, artikel, atau kritik kebijakan yang membicarakan tokoh publik tanpa menyebutkan nama mereka secara eksplisit justru melanggar prinsip dasar keterbukaan ilmiah dan ketepatan referensi.
Menurut Prof. Robert B. Reich, mantan Menteri Tenaga Kerja AS dan akademisi Harvard, dalam bukunya “Saving Capitalism”, ia menyebut bahwa:
“Menyerang ide dan kebijakan seorang tokoh publik adalah bagian dari proses intelektual yang sehat. Yang tidak etis adalah membungkam kritik atas nama etika atau sopan santun semu.”
Dengan kata lain, etika dalam ilmu pengetahuan berbeda dengan basa-basi sosial. Dunia akademik mendorong klarifikasi, bukan penyamaran. Karena sejarah yang baik dibangun dari keberanian menyebut dan mengevaluasi peran tokoh-tokoh dalam jalannya negara.
Kritik Adalah Pilar Demokrasi, Bukan Pelanggaran
Demokrasi yang sehat bertumpu pada kebebasan menyatakan pendapat, termasuk dalam bentuk kritik yang tajam dan terarah terhadap kebijakan publik dan pelaksanaannya. Bahkan Mahkamah Konstitusi dalam berbagai putusannya, misalnya dalam uji materi UU ITE, menegaskan bahwa: