Tindakan ini memicu ketegangan militer di wilayah Pasifik. Armada Belanda mulai memperkuat posisinya di perairan sekitar Papua, sementara Indonesia memobilisasi kekuatan angkatan laut dan udara. Dunia internasional pun mulai mengkhawatirkan potensi pecahnya perang terbuka antara Indonesia dan Belanda, yang berisiko memperbesar konflik global di tengah ketegangan Blok Barat dan Timur.
IV. Intervensi PBB dan Peran Amerika Serikat
A. Meningkatnya Tensi Militer dan Kekhawatiran Internasional
Menjelang awal tahun 1962, ketegangan antara Indonesia dan Belanda atas wilayah Papua mencapai titik genting. Operasi-operasi infiltrasi militer Indonesia yang dimulai sejak akhir 1961 menandai pergeseran strategi dari diplomasi menjadi konfrontasi bersenjata. Meski belum berujung pada perang terbuka berskala penuh, pergerakan pasukan di kedua belah pihak menunjukkan kesiapan untuk berkonflik secara frontal. Dalam konteks geopolitik global yang sedang diliputi suasana Perang Dingin, potensi konflik ini memicu kekhawatiran besar di kalangan masyarakat internasional.
Para pemimpin dunia, terutama dari negara-negara besar, mulai melihat bahwa konflik Indonesia, Belanda bukan sekadar pertikaian bilateral, melainkan bisa menjadi pintu masuk intervensi kekuatan asing di Asia Tenggara. Ketegangan militer ini menimbulkan kekhawatiran akan meningkatnya pengaruh Blok Timur, terutama Uni Soviet, yang pada saat itu telah mulai memperkuat dukungan militer dan logistik kepada Indonesia. Dukungan Uni Soviet terhadap Indonesia dalam bentuk penyediaan alutsista dan pelatihan militer menjadi sinyal kuat bahwa pertikaian Papua berpotensi menjadi bagian dari rivalitas ideologis global.
Dalam kerangka ini, Amerika Serikat mulai mengambil peran aktif. AS khawatir bahwa kegagalan menyelesaikan konflik ini secara damai akan mendorong Indonesia semakin jauh ke dalam pengaruh komunis. Pemerintahan Presiden John F. Kennedy, yang memiliki orientasi strategis di kawasan Asia, Pasifik, melihat bahwa mempertahankan Indonesia dalam orbit non-komunis jauh lebih penting ketimbang menjaga Belanda sebagai sekutu kecil di Eropa.
B. Peran John F. Kennedy dan Tekanan terhadap Belanda
Keterlibatan Presiden Kennedy menjadi titik balik dalam penyelesaian konflik Papua. Sebagai pemimpin muda yang berorientasi progresif dalam kebijakan luar negeri, Kennedy merasa perlu melakukan pendekatan langsung kepada Belanda dan Indonesia untuk menghindari eskalasi militer yang lebih luas. AS memposisikan dirinya sebagai mediator yang netral, namun jelas memiliki kepentingan menjaga stabilitas kawasan dan mencegah komunisme mengakar lebih dalam di Asia Tenggara.
Melalui jalur diplomasi tertutup dan terbuka, Kennedy memberikan tekanan kepada pemerintah Belanda untuk segera menyepakati penyelesaian damai. Beberapa dokumen diplomatik AS yang kemudian dideklasifikasi menunjukkan bahwa Washington memperingatkan Den Haag bahwa ketegaran mempertahankan Papua akan merugikan posisi Belanda secara strategis dan ekonomi. Di sisi lain, Kennedy juga melakukan pendekatan langsung kepada Presiden Soekarno, menawarkan solusi politik dengan imbalan agar Indonesia menghindari opsi militer total dan menjaga keseimbangan ideologi di dalam negeri.
Tekanan ini pada akhirnya memaksa Belanda untuk mempertimbangkan jalur kompromi. Pada bulan Maret 1962, dengan dukungan PBB dan tekanan AS, Indonesia dan Belanda memulai perundingan di bawah pengawasan mediasi internasional yang digagas oleh diplomat Amerika, Ellsworth Bunker.
C. Perjanjian New York 1962: Kompromi tanpa Suara Rakyat Papua