Mohon tunggu...
Icha NurOctavianissa
Icha NurOctavianissa Mohon Tunggu... Mahasiswa/Riset Bahasa dan Sastra Indonesia/Universitas Pendidikan Indonesia

Saya adalah mahasiswa aktif yang terlibat dalam riset Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) dari tim dosen, dengan fokus pada publikasi jurnal ilmiah di Sinta dan SCOPUS sebagai luaran penelitian. Dengan kemampuan berpikir kritis dan komitmen terhadap informasi akurat berbasis data, saya berupaya memberikan kontribusi nyata melalui penelitian yang relevan dan berdampak. Hasil penelitian tersebut dibuat juga dalam bentuk artikel populer agar bisa dengan mudah dipahami seluruh elemen masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Memayung Tubuh

25 Maret 2025   23:03 Diperbarui: 25 Maret 2025   23:15 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Photo by Birmingham Museums Trust on Unsplash     

Di kawasan urban semua orang punya kesibukan, kendati kanak-kanak bermain di emperan, bersungut-sungut berebut tempat. Di sini, para pria dewasa menolak ajakan tikah-menikah, para perempuan jua menolak memeluk anak-anaknya. Bertahun-tahun Aji Saka meniup reruntuhan tembok warga -- ingin menyetubuhi tanah pianak. Memayungi tubuh mungilnya dengan jahitan kanvas.

Tahun 2008

Pukul 17:54. Siapakah yang menentukan nasib seseorang? Atau anak-anak yang suka bermain riang di tepi jalan? Meringsuk ke dalam gorong-gorong, mencari yuyu linu. Bersenda gurau, menyanyikan lagu Kupu-kupu yang Lucu. Sambil setiap hujan sore salah satunya suka berdiri di ambang gubuk- mengetuk pintu lignum yang sebentar lagi rapuh dimakan kembang kayu.

Amboiiiiii.... Siapakah itu? Tampak sekelebat bayang hitam diantara gumpalan tengak malam. Dingin merambat, kecut menyesakkan, dan bisu berdesah pelan. Awan hitam yang menggumpal, diterobos jutaan tetes air hujan dari Tuhan. Dan sebelum geluduk memamerkan suara tandangnya, burung-burung kutilang telah masuk ceruk yang tak diketahui cahaya bintang. Dengarlah, kita hanya semut-semut kecil yang suka bersembunyi di balik rumah ijuk tanpa besi. Namun makhluk itu semakin mendekat di dalam kegelapan. Larinya kencang, tergopoh-gopoh. Langkah makhluk itu terdengar berat dan tergesa. Todong sajalah aku, pikir Nora getir, jika yang datang bukan manusia. Nora bergidik mau masuk ke dalam gubuk, tapi sesaat situasi menegang ketika seorang bocah ingusan menerobos sirat-sirat cahaya, membawa celurit di kepalan tangannya.

"Persetan!"

"Boleh masuk?"

Nora mengangguk, takut salah bicara dan celuritnya malah melayang ke mukanya. Atau mungkin mencongkel bola matanya. Sialan! Anak siapa ini yang suka datang ke rumah? Hinggap begitu saja di antara ubin-ubin yang rangsak. Tanpa mengenakan sandal, ia menapaki satu per satu ubin putih mengkilat.

"Mau pinjam payung?" tanya Nora. "Benar! Kan, biasanya juga begitu."

"Lalu kenapa bawa celurit? Tubuh kerempeng mu bisa-bisa yang dilayangkan sendiri sama celurit itu".

Dia hanya tersenyum, meringis. Mulutnya mulai terbuka, membacakan sebuah peristiwa dari gambaran di ingatannya. Memulai kisahnya, dengan dada yang kelihatan sesak. Koyak.

                                                                                                                         ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun