Mohon tunggu...
Rosalia Aini La'bah
Rosalia Aini La'bah Mohon Tunggu... -

Hidup adalah perjuangan !!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Botani Tanaman Iles-Iles

12 Januari 2012   10:24 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:59 2368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang besar terutama pada jenis tumbuhan. Salah satu jenis tumbuhan yang terdapat di Indonesia adalah Amorphophallus sp. Menurut Backer dan Bakhuizen (1968), di Pulau Jawa terdapat delapan jenis Amorphophallus dan berdasarkan koleksi di Herbarium Bogoriense terdapat 20 jenis yang spesiesnya dikumpulkan dari berbagai tempat di Indonesia. Salah satu jenis Amorphophallus yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai komoditas ekspor di Indonesia adalah iles-iles.

Jenis iles-iles (Amorphophallus sp.) yang banyak dijumpai di Indonesia adalah A. companulatus, A.variabilis, A.oncophyllus, dan A.muelleri Blume. Di daerah-daerah tertentu iles-iles dikenal dengan nama walur/suweg (Jawa), acung (Sunda), dan kruwu (Madura) (Lingga, 1989).

Iles-iles merupakan tanaman umbi-umbian yang memiliki potensi ekonomi cukup tinggi tetapi sampai saat ini masih tumbuh secara liar dan belum dibudidayakan. Iles-iles memiliki nilai ekspor sangat tinggi terutama di Jepang. Negara ini membutuhkan tepung atau gaplek iles-iles (Amorphophallus meulleri Blume) lebih dari 1000 ton/tahun. Informasi ini diperoleh dari PT. INACO tahun 2003. Bahkan beberapa negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura juga sangat berminat dengan gaplek iles-iles Indonesia.

Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2003. Indonesia mengekspor iles-iles dalam bentuk keripik atau tepung ke berbagai negara (Sri Lanka, Malaysia, Australia, Singapura, dan lain-lain). Sehubungan dengan pengembangan ekspor nonmigas, iles-iles merupakan salah satu komoditi ekspor yang dapat menyumbangkan devisa bagi negara. Selain itu dapat pula meningkatkan pendapatan petani karena mereka dapat menjadi pemasok untuk industri. Namun sayangnya, iles-iles yang dijual hanya laku dengan harga Rp 500/kg di Indonesia, sedangkan di Jepang harga iles-iles bisa mencapai Rp 60.000/kg. Hal ini dikarenakan iles-iles dijual bukan dalam bentuk produk olahan tetapi masih berupa tepung atau gaplek iles-iles yang bersifat voluminous (banyak memakan tempat/nilai per satuan massa rendah) dan bulky (mudah rusak), sehingga nilai produk yang dijual rendah.

Salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan mengembangkanmetode pengolahan iles-iles menjadi produk olahan yang bernilai tinggi, seperti glukomannan. Glukomannan adalah polisakarida dengan berat molekul yang tinggi mengandung glukosa dan sumber serat untuk diet yang mudah dilarutkan. Glukomannan sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia dan memiliki kemampuan untuk menyembuhkan beberapa penyakit yang mana telah banyak didokumentasikan. (Huang, Zhang, & Peng, 1990; Vorster, Lotter, & Odendaal, 1988; Vuksan, Jenkins, & Spadafora, 1999; Walsh, Yaghoubian, & Behforooz, 1984; Wu & Peng, 1997; Key, 1973; Biancardi & Palmiero, 1989; Mao & Gu, 1998; Wei & Ma, 1998; James & Follett, 2000).

Glukomannan dapat menunda rasa lapar ketika dikonsumsi sebagai sumber makanan langsung. Hal tersebut dapat menyebabkan penyerapan gula diet secara bertahap dan dapat mengurangi kadar gula yang tinggi dalam darah. Glukomannan juga dapat digunakan sebagai pengganti agar-agar dan gelatin, serta sebagai bahan pengental (thickening agent) dan bahan pengenyal (gelling agent). Glukomannan yang berkadar serat cukup tinggi dan berfungsi sebagai gelling agent, mampu membentuk dan menstabilkan struktur gel sehingga bisa digunakan sebagai pengenyal makanan (Purnomo, 1997).

Berdasarkan pentingnya peran glukomannan dalam kehidupan sehari-hari, diperlukan pengkajian lebih lanjut tentang pembuatan gel glukomannan dari tanaman alternatif seperti iles-iles yang masih jarang digunakan. Dari sinilah penelitian mengenai proses pengolahan iles-iles menjadi glukomannan menjadi menarik untuk dilakukan dan akan bermanfaat bagi dunia industri serta dapat meningkatkan nilai produk iles-iles sehingga meningkatkan pendapatan asli daerah yang membudidayakan iles-iles.

1.2Perumusan Masalah

Tanaman umbi iles-iles memiliki petonsi ekonomi yang cukup tinggi tetapi sampai saat ini masih tumbuh secara liar dan belum dibudidayakan. Salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah mengembangkan metode pengolahan iles-iles menjadi produk olahan yang bernilai tinggi, seperti glukomannan. Glukomannan dapat digunakan sebagai bahan makanan langsung, sumber serat untuk diet, pengganti agar-agar dan gelatin, juga sebagai bahan pengental (thickening agent) dan bahan pengenyal (gelling agent).

Namun, kendala yang dihadapi saat ini adalah belum adanya proses pengambilan glukomannan dari tepung iles-iles secara optimal. Apabila masalah ini dapat dipecahkan maka pengembangan iles-iles ke depan sebagai bahan pangan dapat digunakan secara tak terbatas.

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1Tujuan

Penelitian ini mempunyai beberapa tujuan, yaitu:

1.Menentukan variabel-variabel yang berpengaruh dalam proses ekstraksi iles-iles menjadi glukomannan.

2.Mendapatkan kondisi optimum proses ekstraksi.

1.3.2Manfaat

1.Diperoleh suatu sistem operasi atau standar prosedur operasi untuk pengolahan iles-iles.

2.Diperoleh suatu kondisi operasi terbaik dalam pengekstrakan.

3.Diperoleh peningkatan pendapatan petani daerah penghasil iles-iles dan industri pengolahan iles-iles.

4.Semakin meningkatnya nilai jual beli iles-iles sehingga petani berminat untuk membudidayakannya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Botani Tanaman Iles-iles

Iles-iles (Amorphophallus sp.) termasuk ke dalam suku talas-talasan (Araceae) dan diperkirakan terdapat 170 jenis di seluruh dunia. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan herba tahunan dan memiliki organ penyimpanan bawah tanah, yaitu umbi. Umbi biasanya berbentuk bulat pipih dan umbi dapat menjadi besar ketika mencapai tahap dewasa. Daun tunggal ataupun beberapa daun lain tumbuh dari umbi (Ambarwati, 2000).

Daun Amorphophallus memiliki tangkai daun yang besar, silindris, padat, halus hingga kasar dan akan berkembang menjadi tiga bagian. Masing-masing bagian tangkai daun akan tumbuh menjadi anak daun dengan jumlah bervariasi tergantung jenisnya. Seperti umbi, daun juga menjadi besar setiap tahun hingga pembungaan terbentuk.

Bunga iles-iles berkembang seiring dengan pertumbuhan daun maupun setelah daun bertumbuh secara maksimal. Tongkol bunga silindris, padat, halus, hingga kasar. Seludang berbentuk seperti cerobong asap memiliki warna yang beragam. Bunga betina terdapat di bagian bawah tongkol dan dapat menjadi bunga jantan di bagian tengah tongkol melalui proses transisi. Bunga uniseksual, tidak mempunyai perhiasan bunga. Bunga betina mempunyai 1-4 bakal sel biji, tangkai putik tidak ada atau sedikit, kepala putih berbentuk bulat atau setengah. Bunga jantan memiliki 1-6 benang sari, kepala sari sedikit bertangkai dan mempunyai 2 sel. Buah mempunyai 1–3 biji, berbentuk seperti bola atau panjang, biasanya berwarna merah atau jingga (Jansens et al., 1996).

Secara taksonomi, tanaman iles-iles mempunyai klasifikasi botani sebagai berikut:

Diviso: Anthophyta

Phylum : Angiospermae

Class : Monocotyledoneae

Family : Araceae

Genus : Amorphophallus

Species : Amorphophallus onchophyllus Prain

Siklus pertumbuhan iles-iles ada dua, yaitu periode vegetasi dan periode istirahat. Periode vegetasi berlangsung pada musim hujan, sedangkan periode istirahat pada musim kemarau. Periode vegetasi berlangsung lima sampai enam bulan, yaitu pada saat ditanam sampai tumbuh daun (Soetrisno Koswara, 2006).

Tabel 2.1Ciri-ciri Amorphopallus campanulatus, A.variabilis, dan A.oncophyllus

Suweg

Iles-iles

A.campanulatus

A.campanulatus

Amorphopallus


Amorphopallus

Var.hortensis

Var.sylvestris

Variabilis

Oncophyllus

Tempat Tumbuh

Umumnya dipelihara

di pekarangan sampai ketinggian

800 m di atas permukaan laut

Tumbuh liar

Tumbuh liar sampai ketinggian

700 m di atas permukaan laut

Tumbuh liar sampai ketinggian

700 m di atas permukaan laut

Warna

Tangkai Daun

Hijau muda sampai tua dengan noda-noda putih

Hijau muda sampai tua dengan noda-noda putih

Sangat bervariasi

Hijau sampai hijau tua dengan noda-noda putih

Permukaan Tangkai Daun

Rata

Kasar

Rata/kasar

Rata

Umbi Pipit (“Bulbil”)

Pada tangkai daun

Pada tangkai daun

Pada tangkai daun

Pada permukaan daun

Warna

Kulit Umbi

Abu-abu sampai coklat

Abu-abu sampai coklat

Putih, kena sinar jadi hijau, abu-abu, ungu putih

Abu-abu sampai coklat

Warna

Penampang Umbi

Kuning muda sampai kuning tua, jingga

Kuning muda sampai kuning tua, jingga

Putih

Kuning

Struktur Jaringan Umbi

Kasar

(banyak serat)

Kasar

(banyak serat)

Teratur

(seratnya halus)

Teratur

(seratnya halus)

Sumber: Soetrisno Koswara, 2006

2.2Struktur Morfologi Umbi Iles-iles

Bagian umbi tanaman iles-iles digunakan sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan. Bagian ini banyak mengandung tepung konjac mannan, di dalamnya kaya akan kanji. Umbi iles-iles berbentuk bulat dan memiiliki serabut-serabut akar. Diameter umbi iles-iles sekitar 7-15 cm dengan penampang umbi yang halus (Sumarwoto, 1996). Tabel 2.2 memperlihatkan ciri-ciri morfologi umbi suweg dan iles-iles.

Tabel 2.2 Ciri-ciri Morfologi Umbi Suweg dan Iles-iles

Suweg

Iles-iles

A.campanulatus

A.variabilis

A.oncophyllus

Warna

Kulit Umbi

Coklat tua

Abu-abu

Coklat keabuan

Warna

Daging Umbi

Kuning muda sampai kuning tua, jingga

Putih

Kuning

Kadar Mannan

Tidak ada sampai sedikit

Sedang

Banyak

Diameter Pati (mikron):

Kelompok:

20-30

20-30

20-30

Tunggal:

10-15

5-6

2-3

Bentuk Ca-oksalat

Jarum

Jarum

Jarum

Sumber: Outsuki (1968)

Pada umumnya, umbi-umbi dari tanaman Araceae jika dibelah akan terlihat jaringan parenkim yang disusun oleh sel-sel berdinding tipis yang berisi granula-granula pati. Irisan umbi A.konjac berbeda dengan umbi Araceae yang lain.

Jika irisan umbi iles-iles diamati di bawah mikroskop akan terlihat sebagian besar umbi tersusun oleh sel-sel mannan. Sel-sel mannan berukuran 0,5-2 mm; lebih besar 10-20 kali dari sel pati. Satu sel mannan berisi satu butir mannan. Mannan tidak memberikan warna jika ditambahkan larutan iodium. Sel-sel mannan dikelilingi oleh sel-sel berdinding tipis yang berisi granula pati. Berdasarkan bentuk granula patinya, maka pati dari Amorphopallus diklasifikasikan ke dalam satu grup dengan pati beras atau maizena (Koswara et al., 2006).

Gambar 2.1 Umbi Konjac

                  Sumber: http://itrademarket.com/CV_MESTA_ALAM/1190566/umbi-porang-
basah-dan-kering-amorphophallus.htm

2.3Konjac Glucomannan Powder (Tepung Konjac Glukomannan)

Iles-iles memiliki kandungan glukomannan yang tinggi. Glukomannan (konjac glucomannan powder) merupakan molekul polisakarida hidrokoloid yang merupakan gabungan glukosa dan mannosa dengan ikatan β-1,4-glikosida dengan pola (GGMMGMMMMMGGM).

Rumus molekul glukomannan dapat dilihat pada Gambar 2.2 sebagai berikut:

Gambar 2.2 Rumus Molekul Glukomannan

Sumber: Nishinariet al., 1992

Mannan (glukomannan) merupakan polisakarida yang tersusun oleh satuan-satuan D-glukosa dan D-mannosa. Hasil analisa dengan cara hidrolisa asetolisis dari mannan dihasilkan suatu trisakarida yang tersusun oleh dua D-glukosa dan D-mannosa. Oleh karena itu, dalam satu molekul mannan terdapat D-mannosa 67% dan D-glukosa sejumlah 33%. Sedangkan hasil analisa dengan cara metilasi menghasilkan 2,3,4-trimetilmanosa, 2,3,6-trimetilmanosa dan 2,3,4-trimetilglukosa. Berdasarkan hal ini, maka bentuk ikatan yang menyusun polimer mannan adalah β-1,4-glikosida dan β-1,6-glikosida. Kadar mannan umbi iles-iles bervariasi yang bergantung kepada spesiesnya. Kadar mannan umbi iles-iles ± 41,3% (Ambarwati et al., 2000), sedangkan kadar mannan umbi iles-iles yang tumbuh di Indonesia berkisar antara 14-35% (Soetrisno Koswara, 2006).

Glukomannan merupakan senyawa yang diperlukan dalam pembuatan bahan makanan dalam bentuk tahu atau jelly “konyaku” dan juga sebagai bahan makanan mie “shirataki”, keduanya merupakan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat Jepang. Glukomannan di pasar dunia dikenal dengan nama “mannan” yang mana juga banyak digunakan pada industri obat-obatan, kosmetika, kertas, dan tekstil.

Berdasarkan penelitian, tepung konjac memiliki kandungan serat yang cukup tinggi dan tanpa kolesterol. Oleh sebab itu, serat umbi iles-iles sangat baik untuk kesehatan, terutama untuk diet. Serat makanan (dietary fiber) telah terbukti dapat menurunkan resiko terkena diabetes dan penyakit jantung, salah satunya yaitu serat yangberasal dari konjac mannan (Fang,1996). Ada dua macam serat makanan, yaitu serat larut (soluble fiber) dan serat tidak larut (insoluble fiber). Serat larut dapat menurunkan kadar kolesterol dengan mengikatnya di saluran pencernaan dan membawanya keluar. Sedangkan serat tidak larut dapat membantu masalah pencernaan seperti sembelit dan menjaga kesehatan organ-organ pencernaan. Manfaat lain dari serat bagi tubuh adalah membantu mengendalikan kadar gula, membantu menurunkan berat badan, dan mengurangi resiko kanker (Joseph, 2002).

Penelitian membuktikan bahwa konsumsi konjac mannan dalam dosis tinggi dalam makanan tinggi serat selama delapan minggu dapat meningkatkan kontrol indeks glisemik dan metabolisme lemak. Selain itu, juga terjadi penurunan Low Density Lipoprotein/LDL (kolesterol “jahat”) serta peningkatan High Density Lipoprotein/HDL (kolesterol “baik”) (Vuksan et al., 2000).

2.4Komposisi Kimiawi Umbi Iles-iles dan Konjac Glucomannan Powder

Karbohidrat umbi iles-iles terdiri atas pati, mannan, serat kasar, gula bebas serta poliosa lainnya. Komponen lain yang terdapat di dalam umbi iles-iles adalah kalsium oksalat. Adanya kristal kalsium oksalat menyebabkan umbi terasa gatal. Komposisi kimia umbi beberapa jenis Amorphopallus secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Umbi Beberapa Jenis Amorphopallus

Jenis

Kadar Air (%)

Bahan Kering (%)

Pati (%)

Mannan (%)

Poliosa Lain

(%)

Serat Kasar (%)

Gula Bebas (%)

AC

AV

AO

AB

AK

70,1

78,4

79,7

80,0

80,0

29,2

21,6

20,3

20,0

20,0

77,0

27,0

2,0

70,0

10,6

0,0

44,0

55,0

5,5

64,0

14,2

0,0

14,0

13,0

5,0

8,5

6,0

8,0

10,0

5,0

0,0

9,0

0,0

0,0

0,0

Sumber: Outsuki (1968)

Keterangan: AC = Amorphopallus campanulatus Bl

AV = Amorphopallus variabilis Bl

AO = Amorphopallus oncophyllus Pr

AB = Amorphopallus bulbifer Bl

AK = Amorphopallus konjac Kc

Mannan sulit dicerna dalam saluran pencernaan. Oleh karena itu, mannan dapat berperan sebagai “dietary fiber”. Tetapi, jika dalam usus manusia mengandung bakteri Aerobacter mannanolyticus,maka glukomannan (mannan) dapat dicerna oleh enzim yangdihasilkan oleh bakteri tersebut. Jenis enzim yang dihasilkan adalah D-mannanase. Enzim tersebut terdapat pula di dalam umbi Amorphopallus konjac. Enzim ini mampu menghidrolisa ikatan 1,4-β-D-mannopyranosyl dari polisakarida mannan.

Komposisi kimiawi suweg/iles-iles menurut Lingga dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut:

Tabel 2.4 Komposisi Kimiawi Umbi Suweg (mg/100 gr bahan)

Komponen

Kandungan

Protein

1000

Lemak

100

Karbohidrat

15700

Kalsium (Ca)

62

Phosphor (P)

41

Besi (Fe)

4,2

Vitamin B1

0,07

Vitamin C

5

Air

82000

Sumber: Lingga, 1995

Sedangkan menurut Jansens et al., (1996) kandungan umbi suweg dalam 100 gram bahan bisa dilihat pada Tabel 2.5 berikut:

Tabel 2.5 Komposisi Kimiawi Umbi Suweg dalam 100 gr Bahan

Komponen

Kandungan

Air

75-79

Protein

1-5

Lemak

0,4-2

Karbohidrat

4,5-18

Gula

0,1

Mannan

0,9

Serat

0,6

Kalsium (Ca) (mg)

50

Phosphor (P) (mg)

20

Besi (Fe) (mg)

0,6

Vitamin A (IU)

434

Sumber: Jansens et al., (1996)

Komposisi kimiawi tepung konjac menurut Susilawati (2001) dapat dilihat pada Tabel 2.6 berikut:

Tabel 2.6 Komposisi Kimiawi Tepung Konjac

Komponen

Kandungan

Air

10,26

Abu

5,45

Lemak

2,3

Glukomannan

22,18

Protein

6,75

Ca-oksalat

0,75

Karbohidrat (termasuk pati)

47,13

Sumber: Susilawati (2001)

2.5Sifat Kimia dan Fisika Glukomannan

Sifat kimia dan fisika glukomannan, yaitu:

a.Larut dalam air dan dapat membentuk larutan yang sangat kental tetapi tidak larut dalam NaOH 20%.

b.Dapat membentuk gel dengan adanya penambahan air kapur.

c.Memiliki sifat merekat yang kuat di dalam air. Tetapi dengan adanya penambahan asam asetat atau asam, pada umumnya sifat tersebut akan hilang.

d.Dapat mengembang di dalam air, daya mengembangnya 138-200%.

e.Dapat membentuk lapisan tipis (film) yang tembus pandang dan dapat larut dalam air, asam lambung, dan cairan usus. Bila film dari tepung mannan dibuat dengan penambahan NOH atau gliserin, maka akan menghasilkan film yang kedap air.

f.Memiliki sifat mencair seperti agar sehingga dapat digunakan sebagai media pertumbuhan mikroba.

g.Larutan glukomannan dapat diendapkan dengan cara rekristalisasi oleh etanol dan kristal yang terbentuk dapat dilarutkan kembali dengan asam klorida encer.

h.Bila glukomannan dicampur dengan larutan alkali (khususnya Na, K, Ca), maka akan segera terbentuk kristal baru dan membentuk massa gelatin (gudir). Kristal baru tersebut tidak dapat larut dalam air (walaupun suhu 100°C) ataupun larutan asam encer.

i.Reaksi dengan timbal 110 asetat (cuprietilendiamin) akan membentuk endapan putih yang stabil.

j.Glukomannan dapat diuraikan kembali menjadi komponen penyusunnya, yaitu mannosa dan glukosa dengan cara metilasi ataupun asetilasi hidrolisis.

2.6Garam Pengekstrak

Pada penelitian kali ini, garam pengekstrak yang digunakan adalah Aluminium sulfate dan Tricalcium phosphateyang merupakan produk komersial dan digunakan secara luas yang lebih dikenal dengan nama tawas dan TCP. Garam-garam ini memiliki beberapa keuntungan, antara lain memiliki viskositas tinggi, mudah mengalami hidrolisis, murah, dan relatif stabil.

Selain itu, garam-garam ini juga dapat mempengaruhi proses suatu penggumpalan. Pengaruh yang diberikan akan berbeda-beda bergantung pada ion dan konsentrasi yang diberikan oleh masing-masing garam. Semakin besar valensi ion akan semakin besar pengaruhnya terhadap koagulan. Penggumpalan dengan garam Aluminium sulfate dan Tricalcium phosphate akan banyak dipengaruhi oleh kation dibandingkan dengan anion (Sutrisno, 1996).

a.Aluminium Sulfate(Al2(SO4)3)

Sifat Fisik dan Kimia

ØPenampilan: kristal putih hidroskopis

ØBerat Molekul: 342.15 g/mol (anhidrat)

ØKepadatan : 2.672 g/cm3 (anhidrat)

ØTitik Lebur: 770°C (anhidrat)

ØTitik Leleh: 90°C

ØDensitas : 1.72 g/cm3

ØKelarutan dalam air: 31.2 g/100 mL (0°C)

36.4 g/100 mL (20°C)

89.0 g/100 mL (100°C)

ØpH:2.5-4.0 (20 g/L H2O, 20°C)

ØSedikit larut dalam alkohol

Aluminium sulfate berbeda dengan reagen murninya dan mempunyai kompisisi yang pasti. Zat ini mengandung sedikit berlebih alumina dan air kurang dari yang dinyatakan dalam formula kimia. Aluminium sulfate mengandung 17% Al2O3 yang dapat larut dalam air dan kira-kira 14 mol air terkristalisasi dan bila dilarutkan dalam air menghasilkan:

Al2(SO4)3·18H2O → 2Al+ + 3SO42- + 18H2O

Ketika Aluminium sulfate dimasukkan dalam air, akan terjadi reaksi hidrolisa. Mula-mula ion logam bebas Al3+ terhidrasi dan kemudian bereaksi membentuk monomer. Reaksi tersebut diantaranya:

Al2(SO4)3 → 2Al+ + 3SO42-

Al3+ + H2O → AlOH2+ + H+

Al3+ + 2H2O → Al(OH)2+ + 2H+

Al3+ + 3H2O → Al(OH)3+ + 3H+

Al3+ + 4H2O → Al(OH)4+ + 4H+

Agar hidrolisa garam alum dapat menghasilkan aluminium hidroksida yang dapat mengendap dan untuk mencegah terjadinya restabilisasi dalam proses koagulasi makapH harus dijaga agar tetap berada pada kisaran pH optimum. Senyawa-senyawa aluminium hidroksida bermuatan positif ini akan menyerap partikel koloid bermuatan negatif sehingga terjadi pembentukan floks (Sugiharto, 1987).

b.Tricalcium Phosphate(Ca3(PO4)2)

Sifat Fisik dan Kimia

ØPenampilan: Amorf putih bubuk

ØBerat Molekul: 310.18 g/mol

ØKepadatan : 3.14 g/cm3

ØTitik Lebur: mencair pada tekanan tinggi 1670 K (1391°C)

ØTitik Leleh : 1670°C

ØDensitas:3.14 g/cm3

ØKelarutan dalam air: 31.2 g/100 mL (0°C)

36.4 g/100 mL (20°C)

89.0 g/100 mL (100°C)

ØpH:6-8 (50 g/L H2O, 20°C)

ØHampir tidak larut dalam air

Tricalcium phosphate merupakan gabungan ikatan dari kalsium dan fosfat. Kedua ikatan tersebut pada umumnya ditemukan di alam dan penting untuk fungsi tubuh manusia. Tricalcium phosphate dapat ditemukan di makanan, pasta gigi, porselin, pupuk, dan sebagainya. Mineral ini aman untuk digunakan.

2.7Koloid

Larutan ekstrak (glukomannan + air + garam) termasuk dalam sistem koloid. Koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya terletak antara larutan dan campuran kasar. Meskipun secara makrokopis koloid tampak homogen, koloid digolongkan ke dalam campuran heterogen. Campuran koloid pada umumnya bersifat stabil dan tidak dapat disaring. Ukuran partikel koloid terletak antara 1 nm-100 nm (Michael Purba, 1997). Sistem koloid terdispersi dengan ukuran tertentu dalam medium pendispersi. Zat yang didispersikan disebut fase terdispersi, sedangkan medium yang digunakan untuk mendispersikan disebut medium dispersi (Keenan, 1990).

Koloid distabilkan oleh muatannya, apabila muatan koloid dilucuti maka kestabilan akan berkurang dan dapat menyebabkan terjadinya koagulasi atau penggumpalan. Koagulasi bertujuan untuk menghilangkan benda-benda terapung secara sempurna dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Koagulan bereaksi dengan air dan partikel yang membuat keruh untuk membentuk endapan flokulan.

Koagulan adalah zat kimia yang menyebabkan destabilisasi muatan negatif partikel di dalam suspensi. Zat ini merupakan donor muatan positif yang digunakan untuk mendestabilisasi muatan negatif partikel. Pada proses koagulasi larutan ekstrak digunakan koagulan Aluminium sulfate dan Tricalcium phosphate. Ion Al3+ atau Ca2+ akan bereaksi dengan alkalinitas dalam air. Reaksi ini menghasilkan Al(OH)3 dan Ca(OH)2 yang mengendap. Pada reaksi ini akan membebaskan asam yang menurunkan pH larutan dan bereaksi dengan alkalinitas. Reaksi tersebut tidak sederhana karena hidroksida-hidroksida Al dan Ca ternyata membentuk ion-ion lain yang menunjukkan reaksi yang sangat kompleks.

Pada penambahan garam aluminium atau calcium akan terbentuk ion-ion polimer dan dapat terserap oleh partikel-partikel koloid. Hal ini berarti bahwa koloid akan segera terselubungi oleh koagulan dan besarnya potensial akan diturunkan atau diubah dari sedikit negatif menjadi netral dan akhirnya positif. Suspensi ini tidak stabil sehingga terjadi penggumpalan sampai ukuran yang dapat mengendap. Proses koloid dapat menarik dan menggabungkan partikel-partikel ini sehingga membentuk gumpalan yang besar dan terjadilah pengendapan (Suripin, 2004).

Setelah proses koagulasi, partikel-partikel terdestabilisasi dapat saling bertumbukan membentuk agregat sehingga terbentuk flok, tahap ini disebut ”flokulasi“. Flokulasi adalah suatu proses aglomerasi (penggumpalan) partikel-partikel terdestabilisasi menjadi flok dengan ukuran yang memungkinkan dapat dipisahkan oleh sedimentasi dan filtrasi. Dengan kata lain, proses flokulasi adalah proses pertumbuhan flok (partikel terdestabilisasi atau mikroflok) menjadi flok dengan ukuran yang lebih besar (makroflok). Jika ditinjau dari mekanisme tersebut, maka pada proses flokulasi memerlukan waktu untuk memberi kesempatan ukuran flok yang terbentuk menjadi lebih besar. Disamping memperhatikan waktu, pada proses flokulasi diperhatikan pula kecepatan pengadukan . Kombinasi dari kedua hal penting tersebut merupakan kriteria penting yang harus dipenuhi pada proses flokulasi.

2.8Ekstraksi

Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain. Seringkali campuran bahan padat dan cair (misalnya bahan alami) tidak dapat atau sukar sekali dipisahkan dengan metode pemisahan mekanis atau termis yang telah dibicarakan. Misalnya saja, karena komponennya saling bercampur secara sangat erat, peka terhadap panas, beda sifat-sifat fisiknya terlalu kecil, atau tersedia dalam konsentrasi yang terlalu rendah.

Dalam hal semacam itu, seringkali ekstraksi adalah satu-satunya proses yang dapat digunakan atau yang mungkin paling ekonomis. Sebagai contoh pembuatan ester (essence) untuk bau-bauan dalam pembuatan sirup atau minyak wangi, pengambilan kafein dari daun teh, biji kopi atau biji coklat dan yang dapat dilihat sehari-hari ialah pelarutan komponen-komponen kopi dengan menggunakan air panas dari biji kopi yang telah dibakar atau digiling.

Penyiapan Bahan yang Akan Diekstrak dan Pelarut

1.Selektivitas
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen-komponen lain dari bahan ekstraksi. Dalam praktek, terutama pada ekstraksi bahan-bahan alami, sering juga bahan lain (misalnya lemak, resin) ikut dibebaskan bersama-sama dengan ekstrak yang diinginkan. Dalam hal itu larutan ekstrak tercemar yang diperoleh harus dibersihkan, yaitu misalnya diekstraksi lagi dengan menggunakan pelarut kedua.

2.Kelarutan
Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang besar (kebutuhan pelarut lebih sedikit).

3.Kemampuan tidak saling bercampur
Pada ekstraksi cair-cair, pelarut tidak boleh (atau hanya secara terbatas) larut dalam bahan ekstraksi.

4.Kerapatan
Terutama pada ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin terdapat perbedaan kerapatan yang besar antara pelarut dan bahan ekstraksi. Hal ini dimaksudkan agar kedua fasa dapat dengan mudah dipisahkan kembali setelah pencampuran (pemisahan dengan gaya berat). Bila beda kerapatannya kecil, seringkali pemisahan harus dilakukan dengan menggunakan gaya sentrifugal (misalnya dalam ekstraktor sentrifugal).

5.Reaktivitas
Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada komponen-kornponen bahan ekstraksi. Sebaliknya, dalam hal-hal tertentu diperlukan adanya reaksi kimia (misalnya pembentukan garam) untuk mendapatkan selektivitas yang tinggi. Seringkali ekstraksi juga disertai dengan reaksi kimia. Dalam hal ini, bahan yang akan dipisahkan mutlak harus berada dalam bentuk larutan.

6.Titik didih

Karena ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara penguapan, distilasi atau rektifikasi, maka titik didih kedua bahan itu tidak boleh terlalu dekat, dan keduanya tidak membentuk azeotrop. Ditinjau dari segi ekonomi, akan menguntungkan jika pada proses ekstraksi, titik didih pelarut tidak terlalu tinggi (seperti juga halnya dengan panas penguapan yang rendah).Top of ForBottom of Form

Ekstraksi padat cair

Pada ekstraksi padat-cair, satu atau beberapa kornponen yang dapat larut dipisalikan dari bahan padat dengan bantuan pelarut. Proses ini digunakan secara teknis dalam skala besar terutama di bidang industri bahan alami dan makanan, misalnya untuk memperoleh:

a.)Bahan-bahan aktif dari tumbuhan atau organ–organ binatang untuk keperluan farmasi

b.)Gula dari umbi

c.)Minyak dari biji-bijian

d.)dari biji kopi

Pengambilan garam-garam logam dari pasir besi adalah juga ekstraksi padat-cair (disebut leaching). Proses ini merupakan ekstraksi yang digabungkan dengan reaksi kimia. Dalam hal ini ekstrak, dengan bantuan suatu asam anorganik misalnya, dikonversikan terlebih dahulu ke dalam bentuk yang larut. Pembilasan filter dan pelarutan pada proses rekristalisasi bahan padat juga dianggap sebagai ekstraksi padat-cair dalam arti yang luas.

Ekstrak yang akan dipisahkan, berbentuk padat diuapkan atau cair, dapat terkurung dalam bahan ekstraksi atau berada dalam sel-sel (khususnya pada bahan-bahan nabati dan hewani). Dalam keadaan-keadaan tersebut bahan ekstraksi bukan merupakan substansi yang homogen, melainkan berpori dan berkapiler banyak.

Pada ekstraksi, yaitu ketika bahan ekstraksi dicampur dengan pelarut, maka pelarut menembus kapiler-kapiler dalam bahan padat dan melarutkan ekstrak. Larutan ekstrak dengan konsentrasi yang tinggi terbentuk di bagian dalam bahan ekstraksi. Dengan cara difusi akan terjadi kesetimbangan konsentrasi antara larutan tersebut dengan larutan di luar bahan padat.

Karena adanya gaya adhesi setelah pemisahan larutan ekstrak, akan selalu tertinggal larutan ekstrak dalam kuantitas tertentu di dalam 284 bahan ekstraksi. Untuk memperoleh efisiensi yang tinggi pada tiap tahap ekstraksi, perlu diusahakan agar kuantitas cairan yang tertinggal sekecil mungkin. Biasanya hal ini dapat dilakukan dengan membiarkannya menetes keluar arang dengan cara penekanan atau sentrifugasi.

Karena alasan ekonomi dan pelestarian lingkungan, seringkali sisa pelarut yang tertinggal dalam rafinat dipisahkan (misalnya dengan pemanasan langsung menggunakan kukus) dan diambil kembali pada akhir proses ekstraksi. Untuk mencapai kondisi ekstraksi yang maksimal dengan kecepatan ekstraksi yang tinggi pada ekstraksi padat-cair, syarat-syarat berikut harus dipenuhi:


  • Karena perpindahan massa berlangsung pada bidang kontak antara fasa padat dan fasa cair, maka bahan itu perlu sekali memiliki permukaan yang seluas mungkin. Ini dapat dicapai dengan memperkecil ukuran bahan ekstraksi. Dalam hal itu lintasan-lintasan kapiler, yang harus dilewati dengan cara difusi, menjadi lebih pendek sehingga mengurangi tahanannya. Pada ekstrak terkurung dalam sel-sel seringkali perlu dibentuk kontak langsung dengan pelarut melalui dinding sel yang dipecahkan. Pemecahan dapat dilakukan misalnya dengan menekan atau menggerus bahan ekstraksi. Untuk alat-alat ekstraksi tertentu harus dijaga agar pada pengecilan bahan ekstraksi, ukuran partikel yang diperoleh tidak menjadi terlalu kecil. Bila hal itu terjadi, tidak dapat dipastikan bahwa bahan ekstraksi cukup permeabel untuk pelarut.
  • Kecepatan alir pelarut, sedapat mungkin besar dibandingkan dengan laju alir bahan ekstraksi, agar ekstrak yang terlarut dapat segera diangkut keluar dari permukaan bahan padat. Tergantung pada jenis ekstraktor yang digunakan, hal tersebut dapat dicapai baik dengan pengadukan secara turbulen, atau dengan pemberian laju alir pelarut yang tinggi, suhu yang lebih tinggi (viskositas pelarut lebih rendah, kelarutan ekstrak lebih besar) pada umumnya menguntungkan untuk kerja ekstraksi.

Ekstraksi Padat-Cair Tak Kontinyu

Dalam hal yang paling sederhana bahan ekstraksi padat dicampur beberapa kali dengan pelarut segar di dalam sebuah tangki pengaduk. Larutan ekstrak yang terbentuk setiap kali dipisahkan dengan cara penjernihan (pengaruh gaya berat) atau penyaringan (dalam sebuah alat yang dihubungkan dengan ekstraktor). Proses ini tidak begitu ekonomis digunakan, misalnya di tempat yang tidak tersedia ekstraktor khusus atau bahan ekstraksi tersedia dalam bentuk serbuk sangat halus. Sehingga, karena bahaya penyumbatan, ekstraktor lain tidak mungkin digunakan.

Ekstraktor yang sebenarnya adalah tangki-tangki dengan pelat ayak yang dipasang di dalamnya. Pada alat ini bahan ekstraksi diletakkan di atas pelat ayak horisontal. Dengan bantuan suatu distributor, pelarut dialirkan dari atas ke bawah. Dengan perkakas pengaduk (di atas pelat ayak) yang dapat dinaikturunkan, pencampuran seringkali dapat disempurnakan atau rafinat dapat dikeluarkan dari tangki setelah berakhirnya ekstraksi. Ekstraktor semacarn ini hanya sesuai untuk bahan padat dengan partikel yang tidak terlalu halus.

Yang lebih ekonomis lagi adalah penggabungan beberapa ekstraktor yang dipasang seri dan aliran bahan ekstraksi berlawanan dengan aliran pelarut. Dalam hal ini, pelarut dimasukkan ke dalam ekstraktor yang berisi campuran yang telah mengalami proses ekstraksi paling banyak. Pada setiap ekstraktor yang dilewati, pelarut semakin diperkaya oleh ekstrak. Pelarut akan dikeluarkan dalam konsentrasi tinggi dari ekstraktor yang berisi campuran yang mengalami proses ekstraksi paling sedikit. Dengan operasi ini pemakaian pelarut lebih sedikit dan konsentrasi akhir dari larutan ekstrak lebih tinggi.

Cara lain ialah dengan mengalirkan larutan ekstrak yang keluar dari pelat ayak ke sebuah ketel distilasi, menguapkan pelarut di situ, menggabungkannya dalam sebuah kondensor dan segera mengalirkannya kembali ke ekstraktor untuk dicampur dengan bahan ekstraksi. Dalam ketel distilasi konsentrasi larutan ekstrak terus-menerus meningkat. Dengan metode ini, jumlah total pelarut yang diperlukan relatif kecil. Meskipun demikian, selalu terdapat perbedaan konsentrasi ekstrak yang maksimal antara bahan ekstraksi dan pelarut. Kerugiannya adalah pemakaian banyak energi karena pelarut harus diuapkan secara terus-menerus.

Pada ekstraksi bahan-bahan yang peka terhadap suhu terdapat sebuah bak penampung sebagai pengganti ketel distilasi. Dari bak tersebut, larutan ekstrak dialirkan ke dalam alat penguap vakum (misalnya alat penguap pipa atau film). Uap pelarut yang terbentuk kemudian dikondensasikan, pelarut didinginkan, dan dialirkan kembali ke dalam ekstraktor dalam keadaan dingin.

Ekstraksi Padat-Cair Kontinyu

Cara kedua ekstraktor ini serupa dengan ekstraktor-ekstraktor yang dipasang seri, tetapi pengisian pengumpanan pelarut dan juga pengosongan berlangsung secara otomatik penuh dan terjadi dalam sebuah alat yang sama. Oleh pengumpanan karena itu dapat diperoleh output yang lebih besar dengan jumlah kerepotan yang lebih sedikit. Tetapi karena biaya untuk peralatannya besar, ekstraktor semacam itu kebanyakan hanya digunakan untuk bahan ekstraksi yang tersedia dalam kuantitas besar (misalnya biji-bijian minyak, tumbuhan). Dari beraneka ragam konstruksi alat ini, berikut akan dibahas ekstraktor keranjang (bucket-wheel extractor) dan ekstraktor sabuk (belt extractor).

2.7.Metode Ekstraksi Glukomannan

Metode ekstraksi yang pernah dilakukan oleh Balai Penelitian Kimia (BPK) Semarang tahun 1977 dalam Koswara, 2006 meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

1.Perlakuan Pendahuluan

Perlakuan pendahuluan dilakukan sebelum umbi dikeringkan. Untuk tujuan bahan makanan, perlakuan pendahuluan dimaksudkan untuk mengurangi jumlah rafida penyebab rasa gatal (kristal kalsium oksalat berbentuk jarum) dan alkoid penyebab rasa pahit, yaitu konisin (conicine). Sedangkan untuk tujuan bahan baku industri, perlakuan pendahuluan dimaksudkan untuk mempertahankan mannan, baik kuantitas maupun kualitasnya.

Sebelum mannan tersebut diekstrak dari umbi iles-iles, perlakuan pendahuluan yang dilakukan adalah perendaman irisan umbi di dalam air. Perlakuan ini tidak dapat menahan terjadinya pencoklatan pada keripik yang dihasilkan dan bahan sehingga sering menyebabkan penampakan keripik kurang menarik karena warnanya tidak seragam (bercak-bercak coklat). Keadaan ini menyebabkan keripik iles-iles Indonesia sering ditolak oleh negara pengimpor.

Untuk mengatasi masalah tersebut di atas, sebaiknya digunakan larutan garam dapur 5% sebagai larutan perendamnya. Fungsi garam dapur di sini, selain mencegah terjadinya pencoklatan sehingga terwujud keseragaman warna, juga sebagai penetral alkaloid, mempercepat pelarutan kalsium oksalat, dan memperpanjang masa simpan keripik maupun tepung iles-iles yang dihasilkan.

2.Pengeringan Irisan Umbi

Pengeringan irisan umbi yang telah diberi perlakuan pendahuluan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu cara penjemuran dan cara pengeringan buatan. Kedua cara pengeringan tersebut membawa keuntungan dan kerugian masing-masing. Cara dan sistem pengeringan berpengaruh terhadap mannan. Cara penjemuran sifatnya lebih murah, mudah, dan sering digunakan, tetapi memerlukan waktu yang lebih lama dan bergantung pada cuaca. Sedangkan cara pengeringan buatan sifatnya lebih mahal, tetapi jalannya proses dapat dikendalikan, sehingga keripik yang dihasilkan bermutu relatif baik.

Kualitas gaplek iles-iles diukur dari besarnya dan tidak adanya cacat pada gaplek. Yang dimaksud dengan cacat adalah bila gaplek berjamur, busuk, bernoda hitam, dan berlubang serta terdapat serangga. Gaplek iles-iles dikatakan berkualitas tinggi jika bersih dari benda-benda asing (impuritas) seperti batu, kerikil, tanah, kotoran hewan, dan bagian tanaman lain yang ikut melekat. Standar mutu gaplek iles-iles bisa dilihat pada Tabel 2.7 berikut ini:

Tabel 2.7 Standar Mutu Gaplek Iles-iles

Karakteristik

Mutu I

Mutu II

Kadar air maksimal

12%

12%

Kadar mannan atas kering mutlak

35%

15%

Benda asing maksimal

2%

2%

Iles-iles cacat

-

-

Sumber: Koswara, 2006

3.Penggilingan

Keripik iles-iles yang sudah kering dan siap digiling ditandai dengan keripik tersebut bila dipatahkan akan terdengar bunyi “krek” atau dengan ukuran kadar airnya sekitar 12% berat (M.A. Arifin, 2001). Tujuan penggilingan adalah untuk memperluas permukaan kontak dengan solvent sehingga perolehan produk dan laju pelarutan akan lebih besar.

4.Ekstraksi Glukomannan

Ada dua cara yang biasa digunakan untuk mengekstraksi mannan dari umbi iles-iles atau keripik iles-iles, yaitu secara mekanis dan cara kimia.

a.Ekstraksi secara mekanis dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu peniupan, pengayakan, dan penyosohan.

Cara peniupan dilakukan dengan menggunakan kipas atau blower. Tepung mannan yang mempunyai bobot lebih berat akan tertinggal. Pengayakan menggunakan saringan dengan ukuran tertentu. Bagian yang halus akan turun melalui ayakan, sedangkan tepung mannan yang mempunyai berat yang lebih besar akan tinggal di ayakan.

Pada cara penyosohan, tepung iles-iles dilewatkan dua kain terpal (alat penggosok). Dengan cara ini, komponen yang melekat pada tepung mannan akan digosok dan dipisahkan. Selanjutnya, dengan menggunakan mesin penghisap, komponen yang halus akan dihisap. Cara ini banyak dipakai untuk pembuatan tepung mannan komersial.

b.Ekstraksi mannan secara kimia dengan menggunakan bahan kimia untuk melarutkan glukomannan.

Ekstraksi secara kimia jarang dilakukan biayanya mahal. Outsuki (1968) mencoba mengekstraksi mannan dengan menggunakan pelarut etanol 95%. Balai Penelitian Kimia (BPK) Semarang pernah juga melakukan ekstraksi dengan etanol 95%, mencari kondisi optimum penggunaan etanol untuk mengekstraksi mannan. Satu gram tepung mannan memerlukan 13 ml etanol 95% dan diperoleh rendemen sekitar 80%.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

1.1Rancangan Percobaan

1.1.1Variabel Penelitian

A.Variabel bebas:

·Tepung iles-iles kering: 35 gram

·Jenis perendam: larutan garam dapur (NaCl) 5%W 500 ml

·Jenis solvent: aquadest

·Jenis koagulan: etanol 96%

·Berat garam pengekstrak : 10%W tepung iles-iles kering

B.Variabel tak bebas:

·Temperatur ekstraksi: level bawah (-): 35°C

: level atas(+): 75°C

·Volume solvent: level bawah (-): 400 ml

: level atas(+): 800 ml

·Jenis garam pengekstrak: jenis 1 (-): Aluminum sulfate

: jenis 2 (+): Tricalcium phosphate

1.1.2Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati adalah berat produk, warna produk, dan viskositas produk.

1.1.3Metodologi

A.Pencarian Variabel yang Berpengaruh

Metodologi yang digunakan untuk mencari variabel yang paling berpengaruh dalam percobaan ini adalah dengan metode faktorial desain. Metode ini merupakan kombinasi dari n faktor yang masing-masing dapat diletakkan pada dua level atau dapat ditulis sebagai 2n faktorial. Pemilihan dua level untuk masing-masing faktor digunakan untuk memilih variabel yang paling berpengaruh.

Yang dimaksud dengan 2n faktorial adalah 23 dimana n = 3 adalah faktor yang memiliki level. Jadi ada 23 = 8 kali percobaan. Yang dimaksud dua level adalah bahwa untuk tiap variabel digunakan dua harga. Satu memiliki harga rendah (low level) dan yang lain memiliki harga tinggi (high level) yang diberi simbol (+) untuk high level dan simbol (-) untuk low level. Dari ketiga variabel tersebut dibuat variasi dan tiap variasi diamati % berat glukomannan yang diperoleh.

Untuk mencari faktor yang paling berpengaruh adalah dengan menghitung harga efek dari setiap kombinasi dan interaksi ketiga variabel tersebut. Kemudian dibuat kurva hubungan antara efek (I) dengan % P (probabilitas). Variabel yang paling berpengaruh dapat dilihat dari titik yang terletak paling jauh terhadap garis kurva normal probabilitas.

Tabel 3.1 Tabel Normal Probability Experimental Design

No. Order (i)

1

2

3

4

5

6

7

Efek (I)

Identitas Efek

p =

B.Pengoptimasian Variabel yang Paling Berpengaruh

Setelah didapat variabel yang paling berpengaruh, percobaan dilanjutkan dengan penentuan kondisi optimum operasi. Variabel bebas yang dipakai adalah variabel yang kurang berpengaruh terhadap operasi. Variabel yang paling berpengaruh dibuat bervariasi. Kondisi yang paling optimum adalah kondisi yang menghasilkan hasil yang paling besar.

Persamaan optmasinya adalah

Y = I0 + (I1/2).X1 + (I2/2).X2 + (I3/2).X3 + (I12).X1X2 + (I13/2).X1X3 + (I23/2).X2X3 + (I123/2).X1X2X3

dimana: y = % berat glukomannan

x = variabel yang paling berpengaruh

3.2Bahan dan Alat yang Digunakan

3.2.1Bahan

Pada penelitian ini digunakan bahan baku iles-iles (suweg) yang diperoleh di daerah kabupaten Demak. Sebelum diproses, iles-iles diberi perlakuan khusus untuk menghilangkan gatal dan rasa pahit pada iles-iles dengan cara direndam dalam air garam (NaCl 5%W). Dari iles-iles ini akan diambil glukomannannya dengan cara diekstraksi menggunakan aquadest sebagai solvent dan etanol 96% sebagai koagulannya.

3.2.2Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat ekstraksi sederhana, alat filtrasi vakum, dan viskosimeter Ostwald. Alat ekstraksi sederhana terdiri dari beaker glass sebagai ekstraktor yang dilengkapi dengan pengaduk yang berfungsi untuk meningkatkan intensitas tumbukan antara iles-iles dengan solvent. Pada beaker glass ekstraktor ini dilengkapi dengan pemanas (kompor dan water bath) yang berfungsi untuk menaikkan suhu agar dicapai suhu ekstraksi yang diinginkan dan untuk menjaga suhu agar konstan digunakan thermostat. Alat filtrasi vakum terdiri dari pompa vakum yang berfungsi sebagai penghisap cairan, corong penghisap yang digunakan sebagai tempat cairan yang ingin dipisahkan serta erlenmeyer sebagai tempat filtrat hasil saringan. Viskosimeter Ostwald digunakan untuk mengukur viskositas produk yang didapat.



3.3

1

5

2

4

3

10

6

7

8

9

Gambar Alat

Gambar 3.1 Rangkaian Alat Ekstraksi

Keterangan:


1.Thermometer.

2.Motor pengaduk.

3.Daun pengaduk.

4.Thermocouple.

5.Thermoset.

6.Klem.

7.Statif.

8.Beaker glass.

9.Water bath.

10.Heater.




4

3

2

1

Gambar 3.2 Rangkaian Alat Filtrasi Vacuum

Keterangan:

1.Corong penghisap.

2.Erlenmeyer penghisap.

3.Penghisap vacuum.

4.Steker listrik.

Gambar 3.3 Alat Viskosimeter Ostwald

3.4Prosedur Kerja

1)Pemilihan dan pembersihan bahan

Umbi iles-iles disortisasi, yaitu dipilih yang bagus dan tidak banyak cacatnya. Kemudian dikupas dan dibersihkan dengan cara dicuci menggunakan air.

2)Umbi yang sudah dibersihkan, diiris-iris dengan ketebalan 2-3 mm, kemudian direndam dalam larutan garam dapur 5%W sebanyak 500 ml selama 24 jam.

3)Irisan iles-iles yang telah direndam diletakkan di atas nampan seng dan dijemur. Pengeringan berlangsung dari pukul 08.00-15.30 selama 2 hari.

4)Keripik yang telah kering digiling menjadi tepung iles-iles dan disimpan dalam wadah kering.

5)Sebelum proses ekstraksi dilakukan, ukur kadar air dalam tepung iles-iles.

6)Merangkai alat ekstraksi.

7)Melakukan ekstraksi sesuai dengan variabel yang akan diteliti.

8)Campuran hasil ekstraksi disentrifuge pada kecepatan 3000 rpm selama 5 menit, kemudian disaring untuk mendapatkan filtratnya.

9)Penambahan etanol 96% pada filtrat sebanyak 13 ml per gram tepung iles-iles (sedikit demi sedikit sambil diaduk-aduk). Larutan dibiarkan sampai terjadi pemisahan antara air dan endapan mannan.

10)Mannan yang mengendap dipisahkan dengan cara disaring dengan saringan penghisap (vakum).

11)Endapan dicuci dengan etanol dan dikeringkan dengan oven suhu 35°C selama 2 hari.

12)Mannan kering digiling dan diayak dengan ayakan 40 mesh.

3.4.1Analisa Hasil

1)Suhu optimal proses

2)Berat produk

3)Uji viskositas

Untuk menguji hasil glukomannan denganmenggunakan uji viskositas dengan cara:

1.Mengukur densitas zat cair dengan menggunakan picnometer

2.Menentukan batas atas “S1” dan batas bawah “S2” pada viskosimeter Ostwald

3.Isi viskosimeter Ostwald dengan menggunakan 15 ml cairan pembanding (air)

4.Hisap air (melalui selang karet) sampai permukaan cairan lebih tinggi dari batas atas “S1” yang telah ditentukan kemudian biarkan cairan mengalir bebas

5.Hidupkan stopwatch pada saat cairan tepat berada pada garis batas bawah “S2”

6.Catat waktu yang diperlukan oleh cairan untuk mengalir dari batas atas “S1” ke batas bawah “S2”

7.Ulangi langkah-langkah di atas untuk larutan glukomannan

8.Tentukan harga viskositas dengan rumus



3.4.2

uji viskositas

berat produk

suhu optimal proses

analisa produk

pengeringan oven

etanol

pencucian

endapan mannan

filtrat

penyaringan

koagulan (etanol 96%)

filtrat

ampas

garampengekstrak

penyaringan

penggilingan

tepung

ekstraksi

sentrifuge

ukur kadar air

pelarut (aquadest)

persiapan bahan baku

pengirisan

perendaman

pengeringan

Diagram Alir Proses

3.4.3Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan analisa terhadap bahan baku, produk akhir, dan hasil selama proses berjalan. Kemudian data-data tersebut diolah dengan menggunakan metode statistik (factorial design). Hasil pengolahan data dianalisa untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel proses yang diamati dan mengetahui variabel yang paling berpengaruh serta mendapatkan data kondisi operasi yang optimum. Dalam hal ini juga dilakukan analisa uji viskositas untuk mengetahui kekentalan fluida produk tersebut. Respon dilakukan terhadap pengaruh temperature ekstraksi, garam pengekstrak, dan volume solvent pada ekstraksi tepung iles-iles sehingga diperoleh kondisi operasi yang optimal.



BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Hasil Analisa Bahan

Dari hasil percobaan diperoleh kadar air bahan sebagai berikut:

Berat sampel=4,50 gram

Berat cawan porselen= 30,11 gram

Berat sampel+cawan porselen = 34,56 gram

Berat setelah dioven= 34,10 gram

Kadar air=

Kadar air yang diperoleh lebih kecil dibandingkan dengan kadar air maksimum yaitu 10,26% (Susilawati, 2001). Hal ini disebabkan oleh pengeringan bahan yang kurang optimal. Sehingga pada saat pemanasan, kandungan air belum teruapkan seluruhnya dan menyebabkan kadar air yang didapatkan belum maksimal.

4.2Hasil Percobaan Awal

4.2.1.Berat Glukomannan

Pada percobaan awal ini dilakukan sebanyak 8 kali percobaan. Percobaan ini menggunakan variabel solvent, suhu, dan waktu yang bertujuan untuk mengetahui variabel mana yang paling berpengaruh, yaitu dengan menggunakan solvent 400 ml (-) dan 800 ml (+), suhu yang digunakan 35°C (-) dan 75°C (+), serta jenis garam pengekstrak yang digunakan adalah Aluminium sulfate (-) dan Tricalcium phosphate (+). Hasil percobaan dapat dilihat pada tabel 4.1



Tabel 4.1 Tabel Hasil Percobaan Awal

No

T

S

G

% Berat Glukomannan

1

-

-

-

14.57

2

+

-

-

17.86

3

-

+

-

20.63

4

+

+

-

22.57

5

-

-

+

10.66

6

+

-

+

13.06

7

-

+

+

16.17

8

+

+

+

18.88

Untuk menentukan variabel yang paling berpengaruh dibuat tabel 4.2, yaitu tabel normal probability percobaan awal.

Tabel 4.2 Tabel Normal Probability Percobaan Awal

No. Order (i)

Harga Efek (I)

Identitas Efek

P=(i-0.5)x100%/7

1

0.03

I13

7.14

2

0.26

I12

21.43

3

0.415

I123

35.71

4

2.585

I1

50.00

5

4.215

I3

64.29

6

5.525

I2

78.57

7

7.945

I23

92.86

Bila digambarkan dalam bentuk grafik adalah sebagai berikut

Gambar 4.1 Grafik Normal Probability Percobaan Awal

Dari grafik dapat dilihat bahwa titik paling jauh dari garis normal adalah titik 7,945 (efek solvent dan garam pengekstrak). Hal ini menunjukkan variabel yang paling berpengaruh terhadap ekstraksi glukomannan adalah jumlah solvent dan jenis garam pengekstrak.

Pada percobaan awal dengan menghitung efek suhu (I1), efek solvent (I2), efek garam pengekstrak (I3), efek interaksi suhu-solvent (I12), efek interaksi suhu-garam pengekstrak (I13), efek interaksi solvent-garam pengekstrak (I23), efek interaksi suhu-solvent-garam pengekstrak (I123), dan efek rata-rata (I0), maka diperoleh persamaan:

Y = I0 + (I1/2).X1 + (I2/2).X2 + (I3/2).X3 + (I12).X1X2 + (I13/2).X1X3 + (I23/2).X2X3 + (I123/2).X1X2X3

Y = 16.8 + (2.585/2).X1 + (5.525/2).X2 - (4.215/2).X3 - (0.26).X1X2 - (0.03/2).X1X3 - (7.945/2).X2X3 + (0.415/2).X1X2X3

Y = 16.8 + (1.2925).X1 + (2.7625).X2 - (2.1075).X3 - (0.13).X1X2 - (0.015).X1X3 - (3.9725).X2X3 + (0.20775).X1X2X3

Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa kecenderungan yang ada pada tiap-tiap variabel proses dengan harga level yang dicoba pada setiap run. Dengan melihat grafik normal probability percobaan awal dapat dilihat bahwa variabel yang paling berpengaruh adalah:

·Solvent

Dari persamaan di atas, penambahan solvent memberikan efek positif terhadap % berat glukomannan yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan semakin banyak jumlah solvent yang ditambahkan maka semakin banyak glukomannan yanh terlarut dalam solvent sehingga glukomannan yang dapat terekstrak dari iles-iles semakin banyak pula.

·Garam pengekstrak

Dilihat dari persamaan yang diperoleh, jenis garam pengekstrak memberikan efek negatif terhadap % berat glukomannan yang dihasilkan. Hal ini berarti penambahan garam pengekstrak mempengaruhi hasil percobaan meskipun bersifat negatif (mengurangi % berat glukomannan yang diperoleh). Namun, karena adanya interaksi antara jumlah solvent dan jenis garam pengekstrak maka variabel jenis garam pengekstrak harus ikut dipertimbangkan.



4.2.2.Warna Glukomannan

Warna glukomannan yang diperoleh dengan menggunakan jenis garam pengekstrak Aluminium sulfate lebih putih dibandingkan dengan menggunakan garam Tricalcium phosphate. Hal ini karena penambahan TCP pada larutan glukomannan memberikan ion Ca2+, sedangkan penambahan tawas Al2(SO4)3 memberikan ion Al3+. Valensi ion Ca2+ lebih kecil daripada valensi ion Al3+ sehingga penambahan tawas pada larutan glukomannan lebih efektif. Dimana ion Al3+ tersebut akan terhidrolisis membentuk partikel koloid Al(OH)3 yang bermuatan positif melalui reaksi:

Al3+ + 3H2O → Al(OH)3 + 3H+

Al(OH)3 yang terbentuk dapat menghilangkan partikel-partikel lain selain glukomannan sehingga terjadi proses koagulasi. Kontaminan tersebut kemudian mengendap bersama tawas yang juga mengendap karena pengaruh gravitasi. Selanjutnya, padatan (kontaminan+tawas) akan dibuang setelah disentrifugasi. Sehingga, filtrat yang didapat mengandung banyak glukomannan.

(Reff: Michael Purba, 1997)

4.2.3.Viskositas Glukomannan

Dari hasil percobaan diperoleh harga viskositas glukomannan sebagai berikut:

Tabel 4.3 Tabel Harga Viskositas Glukomannan Percobaan Awal

No

T

S

G

Harga Viskositas (gr/cm.det)

1

-

-

-

0.0124

2

+

-

-

0.0124

3

-

+

-

0.0125

4

+

+

-

0.0125

5

-

-

+

0.0122

6

+

-

+

0.0122

7

-

+

+

0.0122

8

+

+

+

0.0122

Berdasarkan tabel di atas, variabel suhu, jumlah solvent, maupun garam pengekstrak tidak begitu mempengaruhi harga viskositas yang diperoleh. Hal ini berarti, glukomannan yang diperoleh memiliki konsentrasi yang sama pada berbagai variabel.

(Reff:Bird, T. 1993)

4.3Hasil Optimasi

Setelah diketahui bahwa variabel yang paling berpengaruh adalah jumlah solvent dan jenis garam pengekstrak, maka dilakukan percobaan optimasi untuk mengetahui jumlah solvent dan jumlah garam pengekstrak yang optimum dalam proses ekstraksi glukomannan dari iles-iles dan % berat glukomannan optimum yang dihasilkan.

Percobaan optimasi ini menggunakan variabel bebas, yaitu suhu 75°C dan garam pengekstrak Aluminium sulfate. Variabel suhu 75°C dipilih karena melihat harga efek suhu bernilai positif sehingga dipilih batas positif dari variebel tersebut. Untuk garam pengekstrak dipilih Aluminium sulfate karena dilihat dari persamaan optimasi yang diperoleh, harga efek variabel jenis garam pengekstrak memberikan nilai negatif. Oleh sebab itu, dipilih batas negatif dari variabel tersebut. Di samping itu, dari hasil percobaan yang diperoleh bahwa untuk garam pengekstrak Aluminium sulfate diperoleh glukomannan yang lebih banyak daripada garam pengekstrak Tricalcium phosphate sehingga untuk percobaan optimasi digunakan garam Aluminium sulfate. Sedangkan variabel tak bebasnya adalah jumlah solvent yang divariasi pada nilai 400-800 ml, yaitu 400, 450, 500, 550, 600, 650, 700, 750, dan 800 ml.

Dari percobaan optimasi didapatkan hasil analisa sebagai berikut:

Tabel 4.4 Tabel Optimasi

Run

Jumlah Solvent (ml)

% Berat Glukomannan

1

400

17.86

2

450

18.52

3

500

19.75

4

550

20.15

5

600

20.50

6

650

21.12

7

700

21.75

8

750

22.07

9

800

22.57

Gambar 4.2 Grafik Jumlah Solvent vs % Berat Glukomannan (kurva optimasi)

Dari kurva optimasi dapat dilihat bahwa kurva terus naik dalam range solvent 400-800 ml, yang berarti pada range solvent tersebut, berat glukomannan yang terekstrak belum optimum. Dari perhitungan diperoleh jumlah solvent optimum adalah 1102 ml dan % berat glukomannan sebesar 23.64%.

Dari hasil percobaan optimasi diperoleh harga viskositas glukomannan sebagai berikut:

Tabel 4.5 Tabel Harga Viskositas Glukomannan Percobaan Optimasi

Run

Jumlah Solvent (ml)

(det)

(det)

(gr/cm.det)

1

400

0.72

0.80

0.0124

2

450

0.72

0.80

0.0124

3

500

0.72

0.80

0.0124

4

550

0.72

0.80

0.0124

5

600

0.72

0.81

0.0125

6

650

0.72

0.81

0.0125

7

700

0.72

0.81

0.0125

8

750

0.72

0.81

0.0125

9

800

0.72

0.81

0.0125



BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan

1.Kondisi optimum proses pengolahan iles-iles menjadi glukomannan adalah suhu 75°C dan waktu 2 jam, dengan jenis garam pengekstrak Aluminium sulfate.

2.Semakin banyak jumlah solvent, semakin banyak % berat glukomannan yang diperoleh.

3.Warna glukomannan yang diperoleh dengan menggunakan jenis garam pengekstrak Aluminium sulfate lebih putih dibandingkan dengan menggunakan garam Tricalcium phosphate.

4.Harga viskositas yang diperoleh tidak dipengaruhi oleh variabel suhu, jumlah solvent, dan jenis garam pengekstrak.

5.2.Saran

1.Usahakan kontak antara udara dan iles-iles seminimal mungkin, agar warna iles-iles tetap putih.

2.Penambahan etanol 96% diberikan sedikit demi sedikit agar glukomannan yang terkstrak lebih optimum.



DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, E., R.H. Murti, Haryadi, A. Basyir, dan S. Widodo. 2000. Eksplorasi dan Karakterisasi Iles-iles. Yogyakarta: LP UGM Bekerjasama dengan BPPTPPP/PAATP Balitbangtan.

Arifin, M.A. 2001. Pengeringan Keripik Umbi Iles-iles secara Mekanik untuk Meningkatkan Mutu Keripik Iles. [Tesis]. Bogor: Teknologi Pasca Panen.PPS IPB.

Backer, C.A. and Bakhuizen v.d. Brink, Jr., 1968. Flora of Java. Volume 1. Groningen: N.V.

Biancardi, G. Noordhof, & Palmiero, L. 1989. Glucomannan in the treatment ofoverweight patients with osteoarthrosis. Current Therapeutic ResearchClinical and Experiment, 46(5), 908–912.

Bird, T. 1993. Kimia Fisika untuk Universitas. Cetakan ke-2. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.

Fang, W., & P. Wu.1996. Variations of Konjac glucomannan (KGM) from Amorphophallus konjac and its refined powder in China. Institute of Geochemistry, Chinese Academy of Sciences. Republic of China.

Huang, C.Y., Zhang M.Y., Peng S.S., et al. 1990. Effect of Konjac food on blood glucose level in patients with diabetes. Biomed Environ Sci; 3:123-31.

James, T.K., & Follett, J.M. 2000. Herbicides for weed control in the root crops Ullucus tuberosus and Amorphophallus konjac. New Zealand Plant Protection, 53, 289–292.

Jansen, P.C.M., C. van der Wilk, and W.L.A. Hetterscheid. 1996. Amorphophallus Blume ex Decaisne. InFlach, M. and F. Rumawas (eds.). PROSEA: Plant Resources of South-East Asia No 9. Plant Yielding Non-seed Carbohydrates. Leiden: Backhuys Publishers.

Joseph, G. 2002. Manfaat serat makanan bagi kesehatan kita. Makalah Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana/S3. Bogor 23 Mei 2002. Institut Pertanian Bogor.

Keenan, W., Charles.Donald C. Klienfelter dan Jese H.Wood. 1990. Ilmu Kimia Untuk Universitas Jilid 1. Edisi keenam. Erlangga: Jakarta.

Key, D.E. 1973. Roots crop. Crop and product digest 2. London: Tropical Products Institute.

Koswara, S. 2006. Iles-iles dan hasil olahannya. E-book pangan.com.

http://www.e-bookpangan.com

Lingga, P., B. Sarwono, F. Rahardi, P.C. Rahardja, J.J. Afriastini, W. Rini, dan W.H. Apriadji. 1989. Bertanam Ubi-ubian. Jakarta: Penebar Swadaya.

Mao, C. P., & Gu, Z. L. 1998. Advances in Amorphophallus konjac research. Chinese Wild Plant Resource, 17(4), 15–19. in Chinese.

Nishinari, K., Williams, P.A., & Phillip, G.O. 1992. Review of the physico-chemical characteristics and properties of Konjac glucomannan. Food Hydrocolloids, 6, 199–222.

Nugroho, L.H., Purnomo, dan Issirep S.. 2002. Struktur dan Perkembangan Tumbuhan. Jakarta: Penebar Swdaya. Hal: 100-119.

Ohashi, S., Shelso, G.J., et al. 2000. Clarified Konjac Glucomannan, U.S. Patent No. 6,162,906.

Outsuki, T. 1968. Studies on reserve carbohydrates of flour Amorphophallus species, with special reference to mannan. Botanical Magazine Tokyo 81: 119-126.

Purba, Michael. 1997. Ilmu Kimia untuk SMU kelas 2 jilid 2A dan 2B. Jakarta: Erlangga.

Purnomo, H. 1997. Pengaruh substitusi tepung tapioka dan tepung kedelai terhadap kualitas bakso (Effects of tapioca starch substitution with soy flour towards thequalities of beef bakso). Agrivita 20(3): 138-141.

Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. 1st edition. Universitas Indonesia. Jakarta. Hal. 23-26.

Sumarwoto. 1996.Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume); Deskripsi dan Sifat-sifat. Universitas Pembangunan Nasional. Yogyakarta.

Suripin, M.Eng. Dr. Ir. 2004. Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Yogyakarta: Andi Offset.

Susilawati, E.D. 2001. Komposisi Kimia Berbagai Tepung Iles-iles dan Kekukuhan Gel dengan Variasi Penambahan Ca(OH)2. Skripsi Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian, Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Sutrisno, T. 1996. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: Rineka Cipta.

Vogel, A.L. 1972. Text Book of Practical Organic Chemistry. 4th edition. Woolwich Polytechnic. London.

Vorster H.H., Lotter A.P., Odendaal I., et al. 1988. Benefits from supplementation of the current recommended diabetic diet with gel fibre. Int Clin Nutr Rev; 8:140-6.

Vuksan V., J.L. Sievenpiper, R. Owen and J.A. Swilley. 2000. Beneficial of viscous Dietary Fiber from Konjac-Mannan in Subjects With the Insulin Resisteance Syndrome. Dabetes Care Vol.23 No 1:9-14.

Walsh D.E., Yaghoubian V, Behforooz A. 1984. Effect of glucomannan on obese patients: a clinical study. Int J Obes;8: 289-93

Wei, Q., & Ma, X.H. 1998. Researches on the application and utilization of Amorphophallus konjac. Journal of Northwest Forestry College, 13(3), 62–67.

Wu J., Peng S.S. 1997. Comparison of hypolipidemic effect of refined konjac meal with several common dietary fibers and their mechanisms of action. Biomed Environ Sci; 10:27-37

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun