Tentu tidak. Karena fungsi regulasi justru membatasi perilaku demi menjaga ketertiban umum.
Judi online jelas-jelas ilegal, merusak ekonomi keluarga, dan memicu kriminalitas. Pernyataan pejabat seolah mengakui "demand" hanya akan membuat publik bertanya: lalu apa fungsi Komdigi?
Bahasa yang Salah, Pesan yang Salah
Bahasa pejabat publik adalah bahasa kebijakan. Setiap kata yang keluar bisa memengaruhi cara masyarakat memahami masalah.
Dengan mengatakan "ada demand masyarakat", publik bisa menafsirkan:
1.Pemerintah melempar tanggung jawab ke rakyat: seolah-olah situs judi marak karena "kesalahan" rakyat yang ingin berjudi.
2.Normalisasi praktik ilegal: situs judi online dianggap wajar karena ada yang butuh.
3.Kebingungan arah kebijakan: publik tak lagi melihat negara sebagai pelindung, melainkan sekadar pengamat pasar.
Padahal, masyarakat justru menunggu narasi yang lebih tegas, seperti: "Kami akan menutup celah teknologi, menggandeng Polri, PPATK, OJK, dan Kominfo untuk menindak tegas pelaku judi online, termasuk penyedia payment gateway ilegal."
Efek Domino: Legitimasi Terselubung
Ucapan soal "demand" bukan hanya persoalan komunikasi. Ia bisa memberi legitimasi terselubung kepada pelaku.
Bayangkan Anda pemilik situs judi online. Mendengar pejabat berkata "ya karena ada demand", apa yang muncul di benak Anda?
Mungkin: "Oh, jadi pemerintah sendiri mengakui bisnis saya wajar. Saya tinggal kucing-kucingan saja dengan pemblokiran."
Ucapan ini berpotensi melemahkan efek jera. Bukan hanya pada pelaku, tetapi juga pada masyarakat yang sedang ragu: ikut main atau tidak? Jika negara sendiri seakan menyalahkan "demand", maka rasa bersalah itu bisa terkikis.
Data Keras: Kerugian dan Korban Judi Online