Ketika Kata Terbungkam di UjungÂ
Di sudut sunyi,Â
di antara gemuruh yang tak ada,
Aku duduk, hati penuh,Â
bibir terkunci rasa.Â
Ada nama yang ingin kudekap dalam suara,Â
Namun lidahku kelu,Â
mematung di ambang asa.
Cinta ini,Â
bagai aurora yang membara,Â
Terlalu agung tuk diucap dalam kata biasa.Â
Setiap debar,Â
setiap tatap,Â
setiap makna,Â
Menumpuk di dada,Â
sesak tak terkira.
Maka kuambil pena,Â
sahabat paling setia,Â
Di lembar putih,Â
kubiarkan jiwaku berbicara.Â
Bukan untuk didengar,Â
Bukan untuk dicela
Bukan pula untuk dipuja
tapi untuk dirasa,Â
Mengukir rindu,Â
merangkai harap,Â
tiada dusta.
Setiap larik adalah bisik yang tersembunyi,Â
Setiap bait adalah pelukan yang tak tersentuh jari.Â
Puisi ini cermin hatiku yang tak berani,Â
Mengungkap semua yang tersimpan abadi.
Teruntukmu,Â
yang mungkin tak pernah tahu,Â
Bahwa setiap diksi adalah rinduku yang menderu.Â
Bahwa aksara ini adalah getar hatiku yang pilu,Â
Yang tak sanggup berucap,Â
selain lewat bisu.
Biarlah tinta ini mengalirkan segenap rasa,Â
Menjadi jembatan sunyi,Â
antara aku danmu yang rahasia.Â
Karena ketika cinta terlalu suci untuk kata,Â
Ia menemukan jalannya,Â
di taman puisi yang nyata
dimana kau berada....
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI