Mohon tunggu...
Rista Febriana
Rista Febriana Mohon Tunggu... Mahasiswa Sosiologi S1

Saya seorang mahasiswa aktif sosiologi yang memiliki hobi membaca dan menyukai dunia masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kabur Aja Dulu dan Indonesia Gelap, Kegelisahan Gen Z sebagai Ekspresi Resistensi Simbolik

7 Juli 2025   17:19 Diperbarui: 22 Juli 2025   13:05 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Indonesia Gelap. (Sumber: SHUTTERSTOCK via kompas.com) 

Pendahuluan 

Dalam lanskap digital Indonesia kontemporer, muncul fenomena yang menggelisahkan sekaligus menarik untuk dicermati: tagar #KaburAjaDulu dan #IndonesiaGelap yang menjadi viral di media sosial. 

Fenomena ini bukan sekadar tren yang muncul begitu saja, melainkan cerminan dari kegelisahan mendalam generasi Z terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan politik Indonesia. 

Tagar tersebut menjadi medium ekspresi kolektif yang menggambarkan frustrasi, keputusasaan, dan keinginan untuk "melarikan diri" dari realitas yang dianggap tidak menjanjikan.

Generasi Z, yang lahir antara tahun 1997-2012, tumbuh dalam era digitalisasi penuh dan globalisasi informasi. Mereka adalah generasi yang paling terdidik dalam sejarah Indonesia, namun paradoksnya, mereka juga menghadapi tantangan yang lebih kompleks dibandingkan generasi sebelumnya. 

Ketimpangan ekonomi, ketidakpastian lapangan kerja, degradasi lingkungan, dan berbagai krisis politik menjadi latar belakang yang membentuk pandangan dunia mereka. 

Dalam konteks ini, fenomena #KaburAjaDulu dapat dipahami sebagai bentuk resistensi simbolik terhadap sistem yang dianggap gagal memenuhi harapan dan kebutuhan mereka.

Artikel ini akan menganalisis fenomena #KaburAjaDulu tidak hanya sebagai tren media sosial, tetapi sebagai manifestasi dari kegelisahan generasional yang lebih dalam. 

Maka dengan menggunakan pendekatan sosiologi budaya dan teori resistensi simbolik, tulisan ini akan menelaah bagaimana generasi Z menggunakan ruang digital sebagai arena untuk mengekspresikan kekecewaan mereka terhadap kondisi Indonesia. 

Analisis ini penting untuk memahami dinamika sosial-politik kontemporer dan implikasinya terhadap masa depan Indonesia sebagai sebuah bangsa.

1. Genealogi Kegelisahan: Konteks Sosial-Ekonomi Gen Z

Untuk memahami fenomena #KaburAjaDulu, penting untuk menelusuri akar kegelisahan yang dialami generasi Z Indonesia. 

Berbeda dengan generasi sebelumnya yang mengalami masa pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil, generasi Z menghadapi realitas yang lebih kompleks dan penuh ketidakpastian. 

Mereka tumbuh dalam era di mana janji-janji pembangunan ekonomi tidak selalu terwujud dalam bentuk kesejahteraan yang merata.

Dari sisi ekonomi, generasi Z menghadapi paradoks yang unik. Di satu sisi, mereka adalah generasi yang paling terdidik dan memiliki akses terhadap teknologi yang luas. Di sisi lain, mereka menghadapi tingkat pengangguran yang tinggi, khususnya pengangguran terdidik. 

Data menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka untuk lulusan universitas masih cukup tinggi, sementara kualitas pekerjaan yang tersedia tidak selalu sesuai dengan ekspektasi dan kualifikasi mereka. Fenomena ini menciptakan frustrasi yang mendalam, terutama ketika mereka melihat peluang yang lebih baik di negara lain.

Selain itu, generasi Z juga menghadapi tekanan ekonomi yang berbeda dari generasi sebelumnya. Biaya hidup yang terus meningkat, khususnya di kota-kota besar, tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan yang memadai. 

Mereka menyaksikan bagaimana harga properti, pendidikan, dan kebutuhan pokok meningkat drastis, sementara gaji entry-level relatif stagnan. Kondisi ini menciptakan perasaan bahwa mobilitas sosial menjadi semakin sulit dicapai, berbeda dengan generasi orang tua mereka yang mengalami periode pertumbuhan ekonomi yang lebih optimis.

Aspek politik juga memainkan peran penting dalam membentuk kegelisahan generasi Z. Mereka tumbuh dalam era di mana akses terhadap informasi sangat terbuka, sehingga mereka lebih kritis terhadap kebijakan pemerintah dan praktik-praktik korupsi. 

Berbagai skandal korupsi, ketidakadilan hukum, dan kebijakan yang dianggap tidak pro-rakyat menjadi sumber frustrasi yang mendalam. 

Generasi Z tidak hanya mengonsumsi berita dari media mainstream, tetapi juga aktif mencari informasi alternatif melalui media sosial dan platform digital lainnya.

Fenomena lingkungan juga menjadi sumber kegelisahan yang signifikan. Generasi Z adalah generasi yang paling sadar akan isu-isu lingkungan dan perubahan iklim. 

Mereka menyaksikan secara langsung dampak kerusakan lingkungan, mulai dari polusi udara di kota-kota besar, banjir yang semakin sering terjadi, hingga berbagai bencana alam yang semakin intens. 

Ketika mereka melihat respons pemerintah terhadap isu-isu lingkungan yang dianggap tidak memadai, hal ini memperkuat perasaan bahwa masa depan Indonesia tidak terjamin.

2. Media Sosial sebagai Arena Resistensi Simbolik

Fenomena #KaburAjaDulu tidak dapat dipisahkan dari peran media sosial sebagai ruang ekspresi generasi Z. Platform seperti Twitter, Instagram, dan TikTok menjadi arena di mana mereka dapat mengekspresikan kegelisahan, frustrasi, dan keinginan untuk mencari alternatif di luar Indonesia. 

Media sosial bukan hanya sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai ruang politik di mana identitas kolektif dibentuk dan resistensi simbolik dilakukan.

Dalam konteks teori resistensi simbolik, tagar #KaburAjaDulu dapat dipahami sebagai bentuk protes halus terhadap kondisi struktural yang ada. 

Berbeda dengan bentuk resistensi yang lebih eksplisit seperti demonstrasi atau aksi protes, resistensi simbolik melalui media sosial memiliki karakteristik yang lebih subtil namun tidak kalah kuat dampaknya. 

Tagar tersebut menjadi simbol kolektif yang menghubungkan individu-individu yang merasakan kegelisahan serupa, menciptakan solidaritas virtual yang melampaui batas-batas geografis dan sosial.

Penggunaan bahasa dalam tagar #KaburAjaDulu juga mencerminkan karakteristik generasi Z yang cenderung menggunakan bahasa yang lebih kasual dan ironis. Kata "kabur" yang secara literal berarti melarikan diri, digunakan sebagai metafora untuk keinginan meninggalkan Indonesia dan mencari peluang di negara lain. Sementara itu, "aja dulu" menunjukkan sifat pragmatis dan tidak definitif dari keinginan tersebut. 

Penggunaan bahasa ini mencerminkan ambivalensi generasi Z terhadap Indonesia – di satu sisi mereka kecewa, namun di sisi lain mereka masih memiliki harapan bahwa kondisi bisa berubah.

Media sosial juga memungkinkan generasi Z untuk berbagi cerita dan pengalaman tentang kehidupan di luar negeri. Mereka dapat melihat secara langsung bagaimana teman-teman sebaya mereka yang bekerja atau belajar di luar negeri mendapatkan peluang yang lebih baik, gaji yang lebih tinggi, dan kualitas hidup yang lebih baik. Perbandingan ini memperkuat perasaan bahwa Indonesia tidak menyediakan peluang yang memadai bagi generasi muda, dan bahwa "melarikan diri" menjadi opsi yang rasional.

Namun, penting untuk dicatat bahwa fenomena #KaburAjaDulu dalam media sosial juga memiliki dimensi performatif. Bagi sebagian generasi Z, menggunakan tagar tersebut bukan hanya ungkapan keinginan yang sungguh-sungguh untuk meninggalkan Indonesia, tetapi juga cara untuk mengekspresikan identitas sebagai generasi yang kritis dan tidak puas dengan status quo. Dalam konteks ini, media sosial menjadi panggung di mana identitas generasional dibentuk dan ditampilkan.

3. Dimensi Ekonomi: Dari Brain Drain hingga Aspirasi Kelas Menengah

Fenomena #KaburAjaDulu tidak dapat dilepaskan dari konteks ekonomi yang lebih luas, khususnya terkait dengan isu brain drain dan transformasi aspirasi kelas menengah Indonesia. Brain drain, atau pelarian talenta, merupakan fenomena di mana individu-individu terbaik dari suatu negara memilih untuk tinggal dan bekerja di negara lain yang menawarkan kondisi yang lebih baik. Dalam konteks Indonesia, fenomena ini telah terjadi selama bertahun-tahun, namun mendapat perhatian yang lebih besar setelah viral-nya tagar #KaburAjaDulu.

Data menunjukkan bahwa tingkat migrasi keluar negeri, khususnya di kalangan generasi muda terdidik, mengalami peningkatan yang signifikan. Banyak lulusan universitas terbaik Indonesia yang memilih untuk melanjutkan studi atau bekerja di negara-negara seperti Singapura, Australia, Amerika Serikat, dan negara-negara Eropa. Mereka tidak hanya mencari gaji yang lebih tinggi, tetapi juga lingkungan kerja yang lebih profesional, sistem meritokrasi yang lebih adil, dan peluang pengembangan karir yang lebih jelas.

Dari perspektif ekonomi, keputusan untuk "kabur" bukanlah keputusan yang semata-mata emosional, tetapi juga kalkulasi rasional yang mempertimbangkan cost-benefit analysis. Generasi Z memiliki akses yang luas terhadap informasi tentang standar hidup, tingkat gaji, dan peluang karir di berbagai negara. Mereka dapat dengan mudah membandingkan kondisi di Indonesia dengan negara-negara lain dan membuat keputusan yang paling menguntungkan bagi masa depan mereka.

Fenomena ini juga terkait dengan transformasi aspirasi kelas menengah Indonesia. Kelas menengah Indonesia, khususnya yang tinggal di kota-kota besar, memiliki akses terhadap informasi global dan gaya hidup kosmopolitan. Mereka tidak lagi puas dengan standar hidup yang dianggap "sudah cukup" menurut standar lokal, tetapi membandingkan diri mereka dengan standar global. Ketika mereka melihat bahwa standar hidup di negara lain jauh lebih baik, keinginan untuk "kabur" menjadi semakin kuat.

Selain itu, perubahan struktur ekonomi global juga mempengaruhi fenomena ini. Dalam era ekonomi digital, banyak pekerjaan yang dapat dilakukan secara remote atau dengan mobilitas yang tinggi. Generasi Z yang memiliki keahlian di bidang teknologi, desain, atau layanan profesional dapat dengan mudah bekerja untuk perusahaan di luar negeri tanpa harus meninggalkan Indonesia secara fisik. Namun, banyak dari mereka yang akhirnya memilih untuk pindah secara permanen karena melihat peluang yang lebih baik di negara tujuan.

4. Resistensi Simbolik dalam Ruang Digital

Fenomena #KaburAjaDulu dapat dipahami sebagai bentuk resistensi simbolik yang terjadi dalam ruang digital. Resistensi simbolik merujuk pada bentuk perlawanan yang tidak bersifat fisik atau konfrontatif, tetapi melalui simbol, bahasa, dan representasi budaya. Dalam konteks generasi Z Indonesia, tagar #KaburAjaDulu menjadi simbol perlawanan terhadap kondisi struktural yang dianggap tidak adil dan tidak memberikan peluang yang memadai.

Ruang digital, khususnya media sosial, memberikan generasi Z platform untuk mengekspresikan resistensi mereka dengan cara yang relatif aman dan mudah diakses. Berbeda dengan bentuk protes politik yang lebih eksplisit dan berisiko, resistensi simbolik melalui media sosial memungkinkan mereka untuk menyuarakan ketidakpuasan tanpa harus menghadapi konsekuensi hukum atau sosial yang serius. Tagar #KaburAjaDulu menjadi kode yang dipahami oleh sesama generasi Z sebagai ungkapan frustrasi kolektif.

Penggunaan ironi dan humor dalam tagar ini juga mencerminkan karakteristik resistensi simbolik generasi Z. Mereka tidak menggunakan bahasa yang terlalu serius atau revolusioner, tetapi menggunakan bahasa yang lebih kasual dan dapat dipahami oleh kalangan luas. Strategi ini memungkinkan pesan mereka untuk menyebar lebih luas tanpa memicu reaksi yang terlalu defensif dari pihak yang dikritik.

Resistensi simbolik juga termanifestasi dalam berbagai bentuk konten yang dibuat oleh generasi Z terkait dengan fenomena #KaburAjaDulu. Meme, video pendek, dan postingan yang menggunakan tagar tersebut tidak hanya mengekspresikan keinginan untuk meninggalkan Indonesia, tetapi juga mengkritik berbagai aspek kehidupan di Indonesia yang dianggap bermasalah. Konten-konten ini menjadi cara untuk membangun narasi alternatif tentang Indonesia yang berbeda dari narasi resmi yang diusung oleh pemerintah atau media mainstream.

Namun, penting untuk dicatat bahwa resistensi simbolik ini juga memiliki keterbatasan. Meskipun dapat membangun solidaritas virtual dan mengekspresikan frustrasi kolektif, resistensi simbolik tidak selalu menghasilkan perubahan struktural yang signifikan. Fenomena #KaburAjaDulu dapat menjadi sarana untuk melepaskan frustrasi, tetapi tidak secara otomatis mengubah kondisi ekonomi, politik, atau sosial yang menjadi sumber masalah.

5. Implikasi dan Tantangan bagi Masa Depan Indonesia

Fenomena #KaburAjaDulu memiliki implikasi yang mendalam bagi masa depan Indonesia sebagai sebuah bangsa. Jika kegelisahan generasi Z tidak ditangani secara serius, Indonesia berisiko kehilangan generasi terbaik yang seharusnya menjadi motor pembangunan di masa depan. Brain drain yang sudah terjadi dapat semakin intensif, dan Indonesia akan kehilangan keunggulan kompetitif dalam era ekonomi global yang semakin kompetitif.

Dari perspektif pembangunan nasional, kehilangan generasi muda terdidik merupakan kerugian yang sangat besar. Generasi Z yang memiliki keahlian di bidang teknologi, inovasi, dan berbagai sektor strategis lainnya seharusnya menjadi aset berharga untuk membangun Indonesia yang lebih maju. Ketika mereka memilih untuk "kabur" dan mengembangkan karir di negara lain, Indonesia kehilangan potensi besar untuk melakukan transformasi ekonomi dan sosial.

Namun, fenomena #KaburAjaDulu juga dapat dipahami sebagai sinyal peringatan yang penting bagi pemerintah dan stakeholder lainnya. Kegelisahan generasi Z menunjukkan bahwa ada aspek-aspek fundamental dalam sistem politik, ekonomi, dan sosial Indonesia yang perlu diperbaiki. Jika pemerintah dapat merespons sinyal ini dengan kebijakan yang tepat, fenomena #KaburAjaDulu dapat menjadi catalyst untuk perubahan positif.

Tantangan utama yang dihadapi adalah bagaimana menciptakan kondisi yang dapat mempertahankan generasi Z untuk tetap tinggal dan berkontribusi di Indonesia. Hal ini tidak hanya terkait dengan peningkatan gaji atau peluang kerja, tetapi juga dengan penciptaan lingkungan yang kondusif untuk inovasi, kreativitas, dan pengembangan diri. Generasi Z memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap kualitas hidup, work-life balance, dan makna dalam pekerjaan mereka.

Selain itu, penting juga untuk memahami bahwa tidak semua generasi Z yang menggunakan tagar #KaburAjaDulu benar-benar ingin meninggalkan Indonesia secara permanen. Bagi sebagian dari mereka, tagar tersebut lebih merupakan ungkapan frustrasi dan keinginan untuk melihat Indonesia menjadi lebih baik. Dengan kata lain, fenomena ini juga dapat dipahami sebagai bentuk patriotisme yang kritis – mereka mencintai Indonesia tetapi tidak puas dengan kondisinya saat ini.

Kesimpulan

Fenomena #KaburAjaDulu merupakan manifestasi kompleks dari kegelisahan generasional yang mencerminkan tantangan struktural yang dihadapi Indonesia di era kontemporer. Tagar ini bukan sekadar tren media sosial yang sementara, tetapi simbol dari frustrasi mendalam terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang dianggap tidak memberikan peluang yang memadai bagi generasi muda.

Melalui analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa fenomena #KaburAjaDulu merupakan bentuk resistensi simbolik yang terjadi dalam ruang digital. Generasi Z menggunakan media sosial sebagai arena untuk mengekspresikan ketidakpuasan mereka terhadap sistem yang ada, sambil mencari solidaritas dengan sesama yang merasakan kegelisahan serupa. Resistensi simbolik ini memiliki karakteristik yang unik – tidak konfrontatif secara langsung, tetapi efektif dalam membangun narasi alternatif dan memobilisasi opini publik.

Dari perspektif ekonomi, fenomena ini terkait erat dengan isu brain drain dan transformasi aspirasi kelas menengah Indonesia. Generasi Z yang memiliki akses terhadap informasi global dan standar hidup internasional tidak lagi puas dengan kondisi yang dianggap "sudah cukup" menurut standar lokal. Mereka membandingkan diri dengan standar global dan membuat keputusan yang paling menguntungkan bagi masa depan mereka.

Implikasi dari fenomena ini sangat penting bagi masa depan Indonesia. Jika tidak ditangani secara serius, Indonesia berisiko kehilangan generasi terbaik yang seharusnya menjadi motor pembangunan. Namun, fenomena ini juga dapat dipahami sebagai sinyal peringatan yang penting, yang dapat menjadi catalyst untuk perubahan positif jika direspons dengan kebijakan yang tepat.

Tantangan ke depan adalah bagaimana menciptakan kondisi yang dapat mempertahankan generasi Z untuk tetap tinggal dan berkontribusi di Indonesia. Hal ini memerlukan pendekatan yang holistik, tidak hanya terkait dengan peningkatan ekonomi, tetapi juga dengan penciptaan lingkungan yang kondusif untuk inovasi, kreativitas, dan pengembangan diri. Hanya dengan memahami dan merespons kegelisahan generasi Z secara serius, Indonesia dapat membangun masa depan yang lebih baik dan inklusif bagi semua warganya.

Fenomena #KaburAjaDulu, pada akhirnya, merupakan cermin yang menunjukkan kondisi Indonesia saat ini. Generasi Z, dengan segala kegelisahan dan aspirasinya, memberikan gambaran yang jujur tentang tantangan yang dihadapi bangsa ini. Respons terhadap fenomena ini akan menentukan apakah Indonesia dapat memanfaatkan potensi generasi muda untuk membangun masa depan yang lebih baik, atau justru kehilangan mereka untuk selamanya.

Daftar Pustaka 

Apa itu Tren Kabur Aja Dulu? Fenomena Krisis Pencari Kerja di Indonesia

https://bosshire.co.id/bosstalk/apa-itu-tren-kabur-aja-dulu-fenomena-krisis-pencari-kerja-di-indonesia/

Dilema Generasi Z: "Kabur Aja Dulu" atau "Membangun Kembali Negeri?"

https://www.kompasiana.com/affiliyasaputri3903/67de43b934777c342553d8c2/dilema-generasi-z-kabur-aja-dulu-atau-membangun-kembali-negeri

Kabur Aja Dulu, Indonesia Gelap, dan Kegelisahan Gen Z Kita

https://www.kompas.com/edu/read/2025/02/19/0530004

71/kabur-aja-dulu-indonesia-gelap-dan-kegelisahan-gen-z-kita

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun