Mohon tunggu...
Rista Febriana
Rista Febriana Mohon Tunggu... Mahasiswa Sosiologi S1

Saya seorang mahasiswa aktif sosiologi yang memiliki hobi membaca dan menyukai dunia masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kabur Aja Dulu dan Indonesia Gelap, Kegelisahan Gen Z sebagai Ekspresi Resistensi Simbolik

7 Juli 2025   17:19 Diperbarui: 22 Juli 2025   13:05 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Indonesia Gelap. (Sumber: SHUTTERSTOCK via kompas.com) 

Media sosial juga memungkinkan generasi Z untuk berbagi cerita dan pengalaman tentang kehidupan di luar negeri. Mereka dapat melihat secara langsung bagaimana teman-teman sebaya mereka yang bekerja atau belajar di luar negeri mendapatkan peluang yang lebih baik, gaji yang lebih tinggi, dan kualitas hidup yang lebih baik. Perbandingan ini memperkuat perasaan bahwa Indonesia tidak menyediakan peluang yang memadai bagi generasi muda, dan bahwa "melarikan diri" menjadi opsi yang rasional.

Namun, penting untuk dicatat bahwa fenomena #KaburAjaDulu dalam media sosial juga memiliki dimensi performatif. Bagi sebagian generasi Z, menggunakan tagar tersebut bukan hanya ungkapan keinginan yang sungguh-sungguh untuk meninggalkan Indonesia, tetapi juga cara untuk mengekspresikan identitas sebagai generasi yang kritis dan tidak puas dengan status quo. Dalam konteks ini, media sosial menjadi panggung di mana identitas generasional dibentuk dan ditampilkan.

3. Dimensi Ekonomi: Dari Brain Drain hingga Aspirasi Kelas Menengah

Fenomena #KaburAjaDulu tidak dapat dilepaskan dari konteks ekonomi yang lebih luas, khususnya terkait dengan isu brain drain dan transformasi aspirasi kelas menengah Indonesia. Brain drain, atau pelarian talenta, merupakan fenomena di mana individu-individu terbaik dari suatu negara memilih untuk tinggal dan bekerja di negara lain yang menawarkan kondisi yang lebih baik. Dalam konteks Indonesia, fenomena ini telah terjadi selama bertahun-tahun, namun mendapat perhatian yang lebih besar setelah viral-nya tagar #KaburAjaDulu.

Data menunjukkan bahwa tingkat migrasi keluar negeri, khususnya di kalangan generasi muda terdidik, mengalami peningkatan yang signifikan. Banyak lulusan universitas terbaik Indonesia yang memilih untuk melanjutkan studi atau bekerja di negara-negara seperti Singapura, Australia, Amerika Serikat, dan negara-negara Eropa. Mereka tidak hanya mencari gaji yang lebih tinggi, tetapi juga lingkungan kerja yang lebih profesional, sistem meritokrasi yang lebih adil, dan peluang pengembangan karir yang lebih jelas.

Dari perspektif ekonomi, keputusan untuk "kabur" bukanlah keputusan yang semata-mata emosional, tetapi juga kalkulasi rasional yang mempertimbangkan cost-benefit analysis. Generasi Z memiliki akses yang luas terhadap informasi tentang standar hidup, tingkat gaji, dan peluang karir di berbagai negara. Mereka dapat dengan mudah membandingkan kondisi di Indonesia dengan negara-negara lain dan membuat keputusan yang paling menguntungkan bagi masa depan mereka.

Fenomena ini juga terkait dengan transformasi aspirasi kelas menengah Indonesia. Kelas menengah Indonesia, khususnya yang tinggal di kota-kota besar, memiliki akses terhadap informasi global dan gaya hidup kosmopolitan. Mereka tidak lagi puas dengan standar hidup yang dianggap "sudah cukup" menurut standar lokal, tetapi membandingkan diri mereka dengan standar global. Ketika mereka melihat bahwa standar hidup di negara lain jauh lebih baik, keinginan untuk "kabur" menjadi semakin kuat.

Selain itu, perubahan struktur ekonomi global juga mempengaruhi fenomena ini. Dalam era ekonomi digital, banyak pekerjaan yang dapat dilakukan secara remote atau dengan mobilitas yang tinggi. Generasi Z yang memiliki keahlian di bidang teknologi, desain, atau layanan profesional dapat dengan mudah bekerja untuk perusahaan di luar negeri tanpa harus meninggalkan Indonesia secara fisik. Namun, banyak dari mereka yang akhirnya memilih untuk pindah secara permanen karena melihat peluang yang lebih baik di negara tujuan.

4. Resistensi Simbolik dalam Ruang Digital

Fenomena #KaburAjaDulu dapat dipahami sebagai bentuk resistensi simbolik yang terjadi dalam ruang digital. Resistensi simbolik merujuk pada bentuk perlawanan yang tidak bersifat fisik atau konfrontatif, tetapi melalui simbol, bahasa, dan representasi budaya. Dalam konteks generasi Z Indonesia, tagar #KaburAjaDulu menjadi simbol perlawanan terhadap kondisi struktural yang dianggap tidak adil dan tidak memberikan peluang yang memadai.

Ruang digital, khususnya media sosial, memberikan generasi Z platform untuk mengekspresikan resistensi mereka dengan cara yang relatif aman dan mudah diakses. Berbeda dengan bentuk protes politik yang lebih eksplisit dan berisiko, resistensi simbolik melalui media sosial memungkinkan mereka untuk menyuarakan ketidakpuasan tanpa harus menghadapi konsekuensi hukum atau sosial yang serius. Tagar #KaburAjaDulu menjadi kode yang dipahami oleh sesama generasi Z sebagai ungkapan frustrasi kolektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun