Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Delusi Perdamaian : Pengakuan Arab-Palestina dan Realitas Politik Global

23 September 2025   17:35 Diperbarui: 23 September 2025   17:35 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Delusi Arab-Palestina. Sumber : amazon.com

Delusi Perdamaian : Pengakuan Arab-Palestina dan Realitas Politik Global

Isu pengakuan negara Arab-Palestina kembali menjadi sorotan dunia setelah sejumlah negara Barat, dipelopori oleh Inggeris, Perancis, Kanada, dan Australia, secara sepihak mengumumkan sikap mereka. Langkah ini memicu pro dan kontra, baik di tingkat domestik masing-masing negara maupun dalam percaturan global yang lebih luas.

Di balik retorika moral tentang "hak bangsa Arab-Palestina untuk merdeka", terselip kompleksitas politik, kepentingan domestik, dan manuver geopolitik yang jauh dari sekadar idealisme. Sebaliknya, keputusan ini justru dianggap sebagai delusi - sebuah fatamorgana perdamaian yang pada praktiknya tidak membantu, bahkan bisa memperburuk keadaan.

Pernyataan Tom Barrack, utusan khusus Amerika Serikat untuk Syria di era Donald Trump, cukup menggambarkan kegelisahan konservatif Barat. Baginya, perdamaian di Timur Tengah tidak pernah sungguh-sungguh terwujud dan kemungkinan besar tidak akan pernah, karena semua pihak berjuang demi legitimasi, bukan demi kompromi. Pandangan ini kontras dengan narasi pemimpin Eropa seperti Emmanuel Macron atau Keir Starmer, yang mencoba membingkai pengakuan Arab-Palestina sebagai "jalan menuju solusi dua negara".

Tragedi 7 Oktober yang Terlupakan

Dalam setiap perdebatan mengenai konflik Israel--Arab-Palestina, peristiwa 7 Oktober 2023 sering kali dipinggirkan. Padahal, tragedi itu merupakan titik balik paling besar dalam konflik modern. Hamas melancarkan serangan brutal ke wilayah Israel selatan, menewaskan sekitar 1.200 orang, sebagian besar warga sipil, serta menyandera ratusan lainnya yang diarak ke Gaza secara biadab.

Peristiwa itu bukan sekadar operasi militer, melainkan tindakan genosida yang dilakukan dengan penuh kebencian ideologis. Namun, pengakuan negara Arab-Palestina yang didorong oleh sejumlah negara Barat seolah-olah menyingkirkan kenyataan ini. Hamas bahkan menjadikan pengakuan Barat sebagai bukti bahwa "7 Oktober berhasil", sebuah propaganda yang jelas berbahaya.

Dengan demikian, kritik Barrack masuk akal : bagaimana mungkin dunia berbicara tentang solusi damai sambil mengabaikan luka mendalam akibat pembantaian 7 Oktober? Alih-alih memperkuat perdamaian, pengakuan ini justru memberi insentif kepada kekerasan.

Macron dan Politik Elektoral di Perancis

Keputusan Presiden Emmanuel Macron mengakui negara Arab-Palestina tidak bisa dilepaskan dari konteks politik dalam negeri Perancis. Tekanan besar datang dari Partai Sosialis, yang mendorong para wali kota untuk mengibarkan bendera Arab-Palestina di balai kota. Aksi simbolik ini menggambarkan bagaimana isu Timur Tengah dieksploitasi oleh kelompok politik yang menggantungkan basisnya pada komunitas imigran Timur Tengah - banyak di antaranya berpaham keras.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun