Mohon tunggu...
Affiliya Saputri
Affiliya Saputri Mohon Tunggu... Mahasiswa S1 Program Studi Ilmu Ekonomi

Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya prodi ilmu ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dilema Generasi Z: "Kabur Aja Dulu" atau "Membangun Kembali Negeri?"

22 Maret 2025   11:59 Diperbarui: 22 Maret 2025   11:59 2367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dilema Generasi Z: "Kabur Aja Dulu" atau Membangun Kembali Negeri?

Tagar "Kabur Aja Dulu" telah menjadi perbincangan hangat di media sosial mengenai keinginan masyarakat Indonesia untuk bermigrasi ke luar negeri. Untuk mengeksplorasi fenomena ini lebih jauh, YouGov Indonesia melakukan survei melibatkan 2.003 responden dari berbagai generasi. Hasil survei menunjukkan adanya niat migrasi signifikan terutama di kalangan generasi muda.

Survei tersebut berlangsung antara 24 hingga 27 Februari 2025 dan menemukan bahwa 41% generasi Z---yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012---mempertimbangkan pindah ke luar negeri dalam beberapa tahun mendatang. Persentase ini jauh lebih tinggi dibandingkan generasi lainnya: Millennial (31%), Gen X (26%), dan Baby Boomers (12%). Temuan ini menunjukkan bahwa generasi muda lebih terbuka terhadap kemungkinan berpindah tempat tinggal akibat berbagai faktor seperti ketidakpastian ekonomi serta harapan akan peluang karier lebih baik di luar negeri.

Edward Hutasoit selaku General Manager YouGov Indonesia menjelaskan bahwa survei bertujuan memahami apakah fenomena "Kabur Aja Dulu" hanyalah tren sementara atau indikasi nyata niat migrasi masyarakat. Ia menekankan adanya tren dalam dunia konsumen; beberapa hanya menjadi topik hangat sementara lainnya mendorong tindakan nyata. "Kami melihat pola serupa dalam tren migrasi bagi sebagian orang mungkin hanya sekadar wacana; namun bagi sebagian lainnya bisa jadi langkah konkret," ungkapnya.

Menariknya lagi, survei menunjukkan bahwa 29% responden memiliki tujuan untuk memulai usaha sendiri saat pindah ke luar negeri. Kelompok ini didominasi oleh profesional senior serta individu dari kelas sosial-ekonomi atas (Upper I class). Negara-negara tujuan utama untuk memulai usaha adalah Jepang (51%), Australia (27%), dan Swiss (18%). Ini menandakan bahwa keputusan bermigrasi tidak hanya didorong oleh pendidikan tetapi juga oleh faktor ekonomi serta peluang bisnis lebih luas.

Dalam hal pandangan terhadap masa depan Indonesia sendiri, hasil survei menunjukkan perbedaan signifikan antar generasi. Gen X tercatat sebagai kelompok paling optimis dengan 40% merasa yakin akan perkembangan negara ke depan; sementara Gen Z menunjukkan tingkat pesimisme tertinggi sekitar 37% merasa kurang yakin terhadap masa depan bangsa mereka. Perbedaan pandangan tersebut mencerminkan bagaimana pengalaman hidup serta tahap karier seseorang memengaruhi cara pandang mereka terhadap peluang baik di dalam maupun luar negeri.

Namun demikian tidak semua individu melihat migrasi sebagai pilihan utama; banyak dari mereka memilih tetap tinggal di tanah air dengan merespons perubahan melalui strategi seperti meningkatkan karier lokal (41%), mempertimbangkan pendidikan lanjutan (16%), atau mengadopsi gaya hidup hemat (40%).

Edward menambahkan bahwa pola pengambilan keputusan mirip dengan cara konsumen mempertimbangkan suatu tren; ia berharap riset bisa memperlihatkan bahwa minat terhadap suatu gagasan tidak selalu berarti tindakan langsung tetapi bisa jadi indikator aspirasi serta perubahan perilaku lebih luas.Survei dilaksanakan menggunakan metodologi disesuaikan agar hasilnya representatif terhadap populasi berdasarkan usia, jenis kelamin serta wilayah geografis sehingga temuan ini jelas menggambarkan kompleksitas isu migrasi di kalangan generasi muda Indonesia.

Implikasinya bagi Pembangunan Nasional

Fenomena migrasi tenaga kerja memiliki dampak signifikan bagi pembangunan ekonomi negara kita; satu sisi mencerminkan tantangan serius harus ditangani pemerintah terkait kurangnya lapangan pekerjaan sesuai harapan generasinya serta iklim bisnis belum sepenuhnya mendukung perkembangan pengusaha muda.

Banyak individu merasa akses permodalan sulit didapatkan akibat birokratis rumit ditambah minimnya program inkubasinya efektif menjadi penghalang utama mereka mencari kesempatan lain diluar negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun