Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Alkoholisme Penyakit atau Pilihan? Jawabannya Lebih Rumit.

14 Agustus 2025   13:00 Diperbarui: 12 Agustus 2025   15:44 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi minum alkohol.(DOK. MEDIO/RISTI via Kompas.com)

Pandangan masyarakat soal alkoholisme terus berubah. Dahulu, orang menganggapnya sebuah aib. Ini dianggap sebuah kelemahan moral. 

Pecandu alkohol dicap pribadi buruk. Mereka dianggap tidak punya niat berhenti. Mereka dinilai kurang punya kemauan. 

Kini, pandangan tersebut mulai bergeser. Dunia medis menegaskan satu hal. Alkoholisme adalah sebuah penyakit medis. Ini gangguan otak yang ilmiah.

Perubahan cara pandang ini penting. Langkah ini membantu mengurangi stigma. Stigma tersebut memang sangat menyakitkan. 

Pecandu mungkin akan dipandang pasien. Mereka bukan lagi sampah masyarakat. 

Namun, apakah ceritanya sesederhana itu? Apakah kita hanya perlu memilih saja? Antara masalah moral dan penyakit medis? Kenyataannya mungkin jauh lebih rumit.

Menyebutnya penyakit memang sangat beralasan. AMA mengakuinya sebagai penyakit (American Society of Addiction Medicine). 

Mereka mengakuinya secara resmi sejak 1956. Pengakuan ini menjadi sebuah titik balik. Alkohol terbukti mengubah kerja otak. Ia merusak sistem saraf perlahan (Halodoc). 

Zat ini mengganggu keseimbangan kimiawi. Keseimbangan itu mengatur perasaan manusia. Ia juga mengatur penilaian dan kendali diri. 

Alkohol bisa merangsang pelepasan dopamin. Dopamin memberi rasa senang sesaat. Namun ia menekan fungsi otak lain. Karena itu orang sulit berhenti. Mereka sadar akan dampak buruknya. Otak mereka seolah telah dibajak. Ini fakta medis tak terbantahkan.

Namun, ada bahaya dari kesimpulan itu. Beberapa orang bisa merasa tidak berdaya. Mereka mungkin berpikir otak mereka rusak. Mereka merasa tidak bisa melakukan apa-apa. Ini dapat mematikan semangat juang mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun