Kedua, sebaliknya, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud Md menguatkan tindakan Presiden bahwa Perpu ini lahir dengan alasan kegentingan memaksa sehingga penerbitan Perpu harus terpenuhi dan sesuai Putusan MK Nomor 138/PUU7/2009.
Berbeda dengan Jimly, menurut Jimly justru peran MK dan DPR saat ini telah diabaikan. Penerbitan Perpu ini tak sesuai UU karena Perpu ini bukanlah contoh rule of law yang baik, malah menjadi contoh rule by law yang tidak baik.
Jimly pun menyontohkan tentang opsi sistem pemilu proporsional yang diputus tertutup. 8 fraksi DPR menolak opsi ini dan PDI Perjuangan mendukung.
Jimly mengingatkan bila sikap partai di DPR sama seperti contoh di atas pada Perpu Cipta Kerja, kemungkinan bisa saja kelak kasus pelanggaran hukum dan konstitusi teratasi.
Yang sudah terjadi itu, berkali-kali dilakukan lagi oleh Presiden Jokowi dapat diarahkan pada impeachment pemakzulan," kata Jimly.
Andai anggota DPR mayoritas siap, lanjut Jimly, mudah kok mengkonsolidasikan anggota DPD dalam forum MPR untuk menyetujui langkah impeachment ini.
Tapi menurut, Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah bahwa penyempurnaan substansi ketenagakerjaan yang terkandung dalam Perpu 2/2022 itu sejatinya adalah ikhtiar pemerintah untuk memberikan perlindungan adaptif untuk pekerja atau buruh ketika menghadapi tantangan ketenagakerjaan yang dinamis saat ini," tulis beliau dalam keterangan tertulis, Kamis (5/1/2023).
Namun, Jimly menyebutkan, "Kalau ada sarjana hukum yang ngotot membenarkan Perpu Cipta Kerja ini, maka tak sulit pula baginya untuk memberikan pembenaran agar diterbitkan Perpu Penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan."
Hal senada dengan Jimly disampaikan anggota DPD asal Sulawesi Tengah Abdul Rachman Thaha. Beliau pun menyatakan bahwa penerbitan Perpu Cipta Kerja dapat berujung pemakzulan Jokowi.
Perpu Ciptaker disusun tanpa prinsip kehati-hatian, tanpa kepentingan yang obyektif, tanpa pelibatan rakyat, hingga tanpa rasionalisasi yang bertanggung jawab atas putusan MK.
Pemakzulan tentang Presiden, hal ikhwalnya sudah tertuang dalam UUD 1945 pasal 7A-7C. Di sana disebutkan Presiden dan Wakil Presiden dapat diberhentikan oleh MPR atas usul DPR bila terbukti melakukan pelanggaran hukum.