Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perbedaan, Toleransi, Politik, dan Budaya Sampai ke Kampung Petani

8 Juli 2022   08:19 Diperbarui: 8 Juli 2022   08:43 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bendungan Sontang, Bansos : Pasbana.com

Perbedaaan

Alhamdulillah satu hari lagi kita akan sampai pada Idul Adha. Memang tetap ada perbedaan jatuh hari Raya Idul Adha ini seperti tahun-tahun sebelumnya.

Kita hargai perbedaan ini. Toh, kita sama-sama memiliki pedoman masing-masing  dan sama kuat. Hal ini merupakan ciri khas kita dalam hidup toleran dan pengamalan nilai-nilai pancasila.

Dengan adanya perbedaan ini justru kita lihat dan rasakan sebagai khazanah kebebasan berpikir dalam kebinekaan tunggal ika. Ciri kekayaan bangsa kita Indonesia sejak zaman dulu kala..

Berbeda-beda namun tetap satu. Rukun tenteram dan damai dalam hidup berdampingan. Sudah lama ini menjadi ciri keberagaman bangsa Indonesia.

Saya masih ingat di kampung. Ada 2 faham di situ. Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama. Kami kompak dan rukun karena kami memang satu turunan bermarga Siregar dan Harahap yang dominan lalu berkembang dengan marga dan suku lain dengan alat pernikahan.

Pernah saya bertanya kepada ayah saya, mengapa opung Bahar dan opung Kali Akbar tidak sholat hari Raya di Masjid Muhammadiyah. Mengapa dua keluarga besar kami itu sholatnya di Masjid Nahdatul Ulama.

Politik


Lalu ayah saya bercerita. Meskipun kita berada di Kampung Petani, berupa desa kecil, kita tetap berpolitik. Dulu kampung ini tak punya masjid dan organisasi. Desa tak ada kemajuan. Tidak berkembang. Apalagi mengenai ilmu pengetahuan. 

Warga yang datang dan bekerja ke kampung ini semakin banyak  tetapi belum terkoordinir. Tak ada sarana tempat berkumpul. Lalu bermusyawarahlah para ninik mamak, tetua kampung, dan naposo bulung (pemuda-pemudi terpelajar di kampung).

Bagaimana kalau kita dirikan dua masjid di sini. Ini demi persatuan dan kesatuan anak cucu kita ke depan.

Ke depan akan banyak warga yang merantau ke sini. Sekarang saja sudah mulai. Mereka akan berkembang di sini. Hingga nanti kampung kita ini akan penuh dan ramai baik sebab bekerja di lahan pertanian maupun sebab pernikahan. Kita pun harus memiliki kebijakan politik sebagaimana imbauan pemerintah.

Kebijakan politik ini gunanya untuk menjawab adanya keberagaman faham di tengah masyarakat. Jika keberagaman ini terkoordinir dengan baik tentu tak ada perpecahan atau pertikaian karena kita sama masih satu turunan dan sekeluarga.

Organisasi ini menunjukkan bahwa kita pun turut mendukung kebijakan pemerintan tentang hidup bertoleransi.

Toleransi

Toleransi adalah kunci kita untuk bersatu, sepakat, dan seiasekata dalam bermasyarakat. Manusia butuh berkembang melalui jalur perkawinan. Perkawinan tidak bisa kita patok sekampung, semarga, dan sederajat. Ukuran ini sangat relatif. Menyikapi kemajuan ke depan maka kita butuh wadah aspirasi bernama organisasi.


Kampung kami terdiri atas dua jorong asalnya. Parbalan dan Kampung Manggis. Dua jorong kecil ini berjejer di sepanjang batang Sontang nama sungainya. Terkenal dengan Bendungan Sontang (Bansos). Bendungan ini dibangun zaman orde baru. Zaman Bapres Soeharto.

Berdasar kesepakatan maka di bangunlah dua tempat peribadatan umat Islam di kampung petani ini. Di Parbalan, kampung tempat tinggal orang tua ayah dan keluarga besarnya dibangun Masjid Raya milik Nahdatul Ulama dan di Kampung Manggis di bangun Masjid Taqwa milik Muhammadiyah. Sejak ada masjid ini mulailah diadakan pengajian untuk ibu-ibu setiap Jumat malam siap sholat Isya. Untuk bapak-bapak setiap Senin malam juga siap shalat Isya.

Paling membuat saya kagum permainan politik  tetua saya. Opung saya kakak beradik 6 orang. Hidup cuma berempat. Satu meninggal dunia di kampung dan satu lagi meninggal di daerah asal mereka Appolu.

Agar kompak dan adil maka mereka berempat sepakat, 2 orang masuk Muhammadiyah dan 2 orang pula masuk Nahdatul Ulama. Sungguh kebijakan politik yang toleransi. Ini mereka sengaja agar kedua masjid itu makmur kelak dan persatuan tetap nomor satu.

Ternyata dugaan dan perkiraan tetua benar. Banyaklah warga dari Sipirok, Appolu, Batu Sangkar, Payakumbuh dan daerah lain yang pindah ke sini.

Di daerah ini banyak sawah dengan tanah subur. Hasil pertaniannya tersohor sukses dan bagus. Begitu juga kebun kopinya luas. Buah kopinya pun banyak.

Warga dari daerah lain tersebut awalnya pekerja upahan di sini. Lama-lama mereka pun menetap. Mereka umumnya menyewa lahan dan lama-lama membuka lahan kopi pula.

Kedua jorong ini sangatlah kompak. Tak pernah ada perselisihan di sini. Mereka hidup damai dan berdampingan karena sejatinya mereka bersaudara. Apalagi sejak ada kedua masjid itu.

Budaya

Pernikahan antar sesama warga jorong pun berkembang sehingga hubungan kekerabatan pun makin kental. Kekentalan kekerabatan ini selalu dijaga dengan kegiatan-kegiatan tahunan maupun kegiatan adat istiadat yang menjadi ciri khas budaya daerah ini.

1. Sholat hari Raya Idul Fitri

Meskipun sholat hari Raya Idul Fitri berbeda namun, budaya makan di rumah keluarga besar di kampung ini tetap jalan. Malam takbiran semua anggota keluarga besar tidur di rumah mertua laki-laki.  Jika hari Raya berbeda maka acara makan bersama di rumah mertua laki-laki dilakukan dua kali.

2. Hari Raya Wajib  Membeli Kain Sarung Sholat

Kebiasaan tetap terjaga di sini, anak lelaki wajib membeli kain sarung untuk ibunya. Semakin kaya anaknya maka kain sarung pun makin mahal harganya.

3. Manjalang Arrayo

Manjalang Arrayo adalah kunjungan anak perempuan yang sudah menikah ke rumah orang tuanya.

Di daerah ini, menganut sistem patriakat. Sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial dan penguasaan properti.

Dalam domain keluarga, sosok yang disebut ayah memiliki otoritas terhadap perempuan, anak-anak dan harta benda. Wikipedia.

Wanita yang menikah diboyong suami ke rumah orang tua laki-laki. Menjelang suami punya rumah sendiri, mereka tinggal dan bekerja dengan orang tua laki-laki. Jika dirasa mertua sudah mandiri barulah mereka manjae (dibuatkan rumah kecil) dan diberikan lahan bertani dengan sistem sewa selama orang tua laki-laki hidup. 

Wanita menikah baru pulang ke rumah ibunya jika hari Raya. Namanya manjalang arrayo.

Adapun yang dibawa manjalang arrayo ini berupa beras, gulai ayam, kue-kue lebaran dengan khas daerah alame (dodol), lomang (lemang), dan kain sarung sesuai jumlah saudara laki-lakinya dan kedua orang tuanya.

Makin tinggi status ekonomi suaminya makin banyak pula oleh-oleh yang dibawa. Begitu juga THR, makin besar THR yang disediakan menunjukkan status ekonomi tinggi.

4. Hari Raya Idul Adha

Meskipun hari Raya Idul Adha di sini berbeda tapi penyelenggaraan Qurban dua jorong atau masjid ini disepakati sama.

Setiap tahun penyelenggaraan sholat berbeda tapi penyelenggaraan Qurban sama. Bahkan anggota Muhammadiyah mendapatkan kupon dari Masjid Raya Nahdatul Ulama. Karena jumlah anggota Muhammadiyah lebih sedikit.


Jika hari hujan baik anggota Muhammadiyah maupun Nahdatul Ulama sholat Idul Fitri atau Idul Adha di Masjid paling dekat ke rumah masing-masing. Sungguh kompak tidak ada yang berkomentar miring.

5. Satu Persatuan

Ibu-ibu dan Bapak-bapak di sini diikat dalam satu persatuan. Jika ada yang menikah maka mereka yang tergabung dalam satu persatuan ini bahu membahu mempersiapkan semua.

Bapak-bapak mencari nangka muda, kelapa, dan pepaya muda untuk keperluan gulai pesta. Disini jika ada yang menikah gulai dimasak partai besar.

Gulai bisa berbahan nangka muda atau pepaya muda. Nangka atau pepaya muda digulai pakai banyak kuah di kuali besar dan dicampur daging sapi.

Kemudian rendang daging sapi dan kacang rendang dimasak terpisah. Semua gulai ini dimasak oleh Bapak-Bapak bergotong royong.

bahan gulai korja (pesta), sibodak (nangka): lifestyle.kompas.com
bahan gulai korja (pesta), sibodak (nangka): lifestyle.kompas.com
Sebelum pesta biasanya orang sekampung mengadakan martahi dan marpege-pege. 

Secara bahasa marpege-pege adalah suatu tradisi markumpul hepeng (mengumpulkan uang) yang dilakukan oleh kelompok masyarakat untuk membantu calon suami atau calon  menyediakan mahar (uang) yang telah ditetapkan pihak perempuan[8]. 

Barkah Hadamean Harahap menjelaskan bahwa istilah marpege-pege tersebut adalah merupakan suatu alat komunikasi guna mengumpulkan warga untuk dapat bertemu dalam suatu agenda adat.[9] (Roihan.com)

Di kampung saya dua belah pihak mengadakan martahi dan marpege-pege. Jika kedua mempelai satu kampung, agar warga tak berat maka diadakan dengan bulan berbeda.

martahi dan marpege-pege: docplayer.info
martahi dan marpege-pege: docplayer.info

6. Menjemput Nasi

Nasi dan gulai yang dimasak dalam partai besar   di atas akan dijemput seluruh warga yang diundang. Mereka membawa tempat nasi, gulai, dan sambal dari rumah masing-masing. Nasi yang dijemput untuk ibu dan anak-anaknya di rumah.

Adapun Bapak-bapak makan di rumah penduduk yang sudah ditandai dan dipilih. Makin banyak warga yang diundang makin menunjukkan status sosial yang mempunyai hajatan.

Satu minggu jelang hari H pernikahan, teman satu persatuan ini memasak dan tidur di rumah yang akan menikah. Mereka datang membawa beras sesuai takaran memasak di rumah. Membawa kelapa dan sayur atau ikan asin sesuai kebiasaan mereka memasak di rumah. Sambal andalan di suasana ini sambal borsang. 

Sambal borsang berbahan kentang dipotong dadu, tempe dipotong dadu, ikan teri medan, petai/jengkol (apa yang sedang musim), daun salam, daun kunyit, serai, bumbu gulai yang sudah dihaluskan, cabai merah, kunyit, jahe, lengkuas, bawang merah, bawang putih, dan bawang ciri khas untuk sambal borsang namanya bawang janggut.

Mirip bawang perai tapi daun halus, kelapa yang tidak terlalu tua diparut dan ditumbuk halus. Kelapa parut yang ditumbuk halus inilah yang disebut borsang.

Semua bahan di atas dimasukkan ke kuali lalu diberi air dan dimasak hingga kentang dan jengkol empuk. Wanginya pun merebak.

youtube.com
youtube.com
8. Ada Kematian

Demikian juga jika ada yang meninggal. Teman satu persatuan dan seluruh warga satu kampung yang menyelenggarakan. Tidak ada warga yang tak datang. Semua datang ke rumah duka. Hari itu tidak ada warga yang ke sawah dan ke ladang.

Persatuan yang menyiapkan semua kebutuhan mayit. Mulai dari sabun mandi, peralatan mandi, hinnga kain kafan lengkap Warga setiap bulan beriur untuk keperluan persatuan. Sekarang iuran dipungut 15 ribu rupiah per kepala rumah tangga. 

Iuran itu dinamakan kas. Uang kas ini dibelikan untuk kain kafan dan segala keperluan stok jika ada yang meninggal.

Demikian pula hari ini meski pelaksanaan sholat Hari Raya Idul Adha berbeda, kampung ini tetap biasa saja. Kompak. Sesuai keputusan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah telah menetapkan Hari Raya Idul Adha 2022 jatuh pada Sabtu, 9 Juli 2022.

Pemerintah dan NU telah menetapkan Hari Raya Idul Adha 2022 jatuh pada Sabtu, 10 Juli 2022. Tidak ada perubahan. Warga tetap ceria menunggu apalagi momen Qurban memang sangat ditunggu masyarkat di sini.

Masih banyak warga di bawah garis kemiskinan. Mereka hanya bertemu daging sapi dua kali dalam setahun. Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha. Kadang ketika ada korja (pesta pernikahan).

Menyambut Hari Raya Idul Adha 2022, warga dan Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) serta Pimpinan Ranting Nahdatul Ulama (PRNU) telah menyiapkan sarana penyelenggaraan Sholat Idul Adha 2022 lengkap dengan  khatib  dan imam yang bertugas.

Mengingat adanya perbedaan jadwal Idul Adha 2022 antara pemerintah dan NU dengan Muhammadiyah, maka masyarakat bergotong royong di masjid yang akan menggelar Sholat Idul Adha pada 9 dan 10 Juli 2022 mendatang. Damai Indonesia dengan budaya gotong royong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun