Di daerah ini, menganut sistem patriakat. Sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial dan penguasaan properti.
Dalam domain keluarga, sosok yang disebut ayah memiliki otoritas terhadap perempuan, anak-anak dan harta benda. Wikipedia.
Wanita yang menikah diboyong suami ke rumah orang tua laki-laki. Menjelang suami punya rumah sendiri, mereka tinggal dan bekerja dengan orang tua laki-laki. Jika dirasa mertua sudah mandiri barulah mereka manjae (dibuatkan rumah kecil) dan diberikan lahan bertani dengan sistem sewa selama orang tua laki-laki hidup.Â
Wanita menikah baru pulang ke rumah ibunya jika hari Raya. Namanya manjalang arrayo.
Adapun yang dibawa manjalang arrayo ini berupa beras, gulai ayam, kue-kue lebaran dengan khas daerah alame (dodol), lomang (lemang), dan kain sarung sesuai jumlah saudara laki-lakinya dan kedua orang tuanya.
Makin tinggi status ekonomi suaminya makin banyak pula oleh-oleh yang dibawa. Begitu juga THR, makin besar THR yang disediakan menunjukkan status ekonomi tinggi.
4. Hari Raya Idul Adha
Meskipun hari Raya Idul Adha di sini berbeda tapi penyelenggaraan Qurban dua jorong atau masjid ini disepakati sama.
Setiap tahun penyelenggaraan sholat berbeda tapi penyelenggaraan Qurban sama. Bahkan anggota Muhammadiyah mendapatkan kupon dari Masjid Raya Nahdatul Ulama. Karena jumlah anggota Muhammadiyah lebih sedikit.
Jika hari hujan baik anggota Muhammadiyah maupun Nahdatul Ulama sholat Idul Fitri atau Idul Adha di Masjid paling dekat ke rumah masing-masing. Sungguh kompak tidak ada yang berkomentar miring.
5. Satu Persatuan