Mohon tunggu...
Reynal Prasetya
Reynal Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Broadcaster yang hobi menulis.

Penyuka Psikologi, Sains, Politik dan Filsafat yang tiba - tiba banting stir jadi penulis Fiksi. Baca cerita terbaru saya disini : https://www.wattpad.com/user/Reypras09

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fenomena Ngemis Online Mengakibatkan Runtuhnya Nilai-Nilai Kemanusiaan

18 Januari 2023   11:13 Diperbarui: 18 Januari 2023   11:19 1136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Viral tren mengemis online di Tiktok (Sumber: kompas.com)

Ketika perkembangan Internet Teknologi dan Media Sosial semakin pesat, hal ini menimbulkan efek perubahan ke cara hidup manusia. Bukan saja dalam hal interaksi, melainkan adanya dunia digital ini dipandang oleh banyak orang sebagai alternatif atau bahkan solusi utama untuk dapat menghasilkan pundi-pundi uang.

Tak aneh lagi apabila di zaman modern ini orang semakin tertarik menjadi pembuat konten (conten creator) di media sosial. Pekerjaan ini tidak bisa lagi dipandang sebelah mata, bahkan cukup bergengsi bagi segelintir orang apabila mereka bisa menjadi pembuat konten yang sukses.

Karena bukan saja bisa menciptakan popularitas, tapi uang yang didapat dari hasil ngonten ini pun terbilang menjanjikan. Terlebih kecanggihan smartphone yang memiliki banyak fitur yang memudahkan untuk membuat konten membuat banyak orang dari berbagai kalangan turut mencoba peruntungan di dunia digital.

Namun dalam praktiknya, tak selamanya para konten kreator ini menggunakan cara-cara yang baik, aman dan kreatif pada saat beraksi di media sosial, tak sedikit dari mereka juga rela melakukan apa saja, sekalipun itu harus menyiksa dan mempermalukan diri sendiri demi sebuah view atau tantangan (challenge) dari pemirsanya.

Contoh kasus yang saat ini tengah ramai adalah tren pembuatan konten di Tiktok yang memperlihatkan seseorang sedang duduk disebuah kubangan air lalu mereka mulai mengguyur-guyurkan air ke seluruh badan tatkala menerima hadiah digital (gift) dari penonton.

Yang lebih ekstrem adalagi orang yang rela berbasah kuyup dan berendam dalam kubangan lumpur yang sangat kotor untuk menarik banyak orang untuk menonton dan memberikan banyak hadiah digital sebagai imbalan. Orang-orang tersebut bahkan rela melakukannya berjam-jam demi meraup banyak hadiah.

Mirisnya, sebuah kenyataan yang tidak bisa diterima lagi adalah mulai masuknya orang-orang lanjut usia dan paruh baya yang melakukan aksi serupa. Gilanya lagi, ini dilakukan di waktu-waktu yang tidak semestinya. Seperti tengah malam atau bahkan dini hari.

Hal tersebut tentu mengundang perhatian dari sejumlah pihak mulai dari Selebritis, Tokoh Agama hingga Menteri Sosial kabarnya mulai menaruh atensi dan akan segera bertindak untuk menyelesaikan persoalan ini.

Buntut maraknya aksi tersebut, Menteri Sosial Tri Rismaharini mengaku bakal menyurati pemerintah daerah (Pemda) guna menindak orang-orang yang melakukan fenomena "ngemis online" di Platform media sosial Tiktok.

Menurut hemat penulis, aksi-aksi ini memang tidak bisa dibiarkan. Bukan saja mengundang gunjingan dan cemooh banyak orang, tapi juga bisa berdampak pada kesehatan dan keselamatan jiwa. Terlebih aktor yang melakukan itu adalah orang-orang dengan usia lanjut. Apakah kita tega melihat nenek-nenek yang sudah tua renta mandi basah guyur-guyuran tengah malam hanya demi saweran gift? Bagaimana kalo sang nenek tiba-tiba mengalami hipotermia?

Ini juga akan memicu sebuah dilema. Disatu sisi, kita mungkin akan merasa iba dan mulai tergerak untuk ikut memberi gift, tapi disisi lain dengan semakin banyaknya para penonton yang memberi dukungan dan memberi banyak gift, malah akan membuat si nenek menjadi-menjadi dan semakin sering melakukan aksinya.

Fenomena ini menurut Sosiolog Universitas Airlangga Tuti Budirahayu, adalah sebagai model pengemasan baru dari eksploitasi kemiskinan. Cara tersebut menurutnya memang bisa menarik rasa iba dari warganet hingga akhirnya banyak orang yang mau menyumbang.

Tuti juga menilai bahwa, memberikan sumbangan kepada kreator "pengemis online" tidak akan bisa mengentaskan kemiskinan di Indonesia. Sumbangan itu bisa saja jatuh kepada orang-orang yang hanya memanfa'atkan kesempatan dan uangnya yang cenderung dipakai untuk kepentingan konsumsi.

Fenomena semacam ini sebenarnya bukan hal yang baru, pada Oktober 2022 yang lalu BBC News juga sempat melakukan investigasi di Tiktok dan menemukan ratusan akun yang dipergunakan oleh orang-orang untuk mengeksploitasi anak-anak dari kamp-kamp pengungsi Suriah untuk meminta sumbangan.

Beberapa akun peminta-minta tersebut menerima sumbangan hingga 1.000 Dollar AS perjam atau sekitar 15 Juta Rupiah. Namun, ketika mereka mencairkan uangnya, Tiktok dikabarkan mengutip hingga 70%. Dalam hal ini pihak Tiktok mengatakan akan melakukan tindakan cepat untuk menyikapi "pengemis eksploitatif" tersebut.

Displaced families in Syrian camps are begging for donations on TikTok while the company takes up to 70% of the proceeds, a BBC investigation found.

Children are livestreaming on the social media app for hours, pleading for digital gifts with a cash value.  Tulis BBC News.

Situasinya memang kian pelik tatkala kita menyikapi fenomena-fenomena semacam ini. Aksi-aksi tersebut bagi mereka mungkin bisa menjadi alternatif dan bahkan dijadikan sebagai jalan penghidupan guna keluar dari jerat kemiskinan, akan tetapi secara tidak langsung mereka juga telah meruntuhkan nilai-nilai kemanusiaan.

Hal ini selaras dengan apa yang disampaikan oleh Sosiolog Universitas Udayana, Wahyu Budi Nugroho yang meskipun menurutnya pelaku pengemis online ini tidak mempersoalkan tindakannya, tapi sebetulnya ini merupakan bentuk degradasi nilai-nilai kemanusiaan, menurunkan harkat dan martabat manusia.

Lebih lanjut dalam kajian Psikologi uang, menurut Wahyu uang tidak hanya sebagai representasi status sosial, tapi juga kepemilikan uang itu juga adalah soal cara bersikap. Publik bisa memilih dan bersikap tidak memberikan uang kepada pengemis online.

"Jadi hendaknya mereka yang memiliki uang lebih juga tidak bertindak semena-mena dalam tanda kutip memainkan manusia seperti itu. Membuat challenge yang sebetulnya tidak layak dilakukan manusia." Terang Wahyu.

Sisi negatif uang menurut Wahyu, mampu mengkuantitatifkan dari segala sesuatu, uang seolah mampu mengukur segala sesuatu. Hal yang harus diperhatikan publik menurutnya adalah kita tidak perlu memberikan uang untuk konten-konten seperti pengemis online.

Karena itu adalah salahsatu cara yang bisa tempuh untuk dapat menghentikan atau setidaknya mengurangi konten-konten dengan cara mengemis online yang semakin marak akhir-akhir ini. Bukan berarti kita tega dan membiarkan mereka terus terjerembab pada kemiskinan, tapi setidaknya mereka bisa berpikir lebih kreatif lagi dalam membuat konten.

Padahal apabila mau sejenak menggali potensi dan bakat dalam diri, para konten kreator itu mungkin bisa lebih kreatif dan menampilkan aksi yang tak memicu kontrovesi, mempermalukan diri sendiri dan beresiko mengganggu keaman dan keselamatan dirinya. Sayang banyak orang tak mau melakukan itu.

Karena meskipun institusi mengamanatkan bahwa sejatinya para fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara, tapi bukan berarti atas hal itu kita terus berpangku tangan dan tak pernah berusah untuk mencoba memperbaiki nasib dengan kekuatan sendiri.

Karena seperti apa yang dikatan oleh Habib Ja'far, bahwa setiap manusia itu tidak ada yang diciptakan tanpa potensi. Maka tugas kita bukan untuk menyesali, tapi mencari atau pun menggali, apa potensi yang Tuhan titipkan pada diri kita?

Menurutnya, seperti apa yang diungkapkan oleh Jallaludin Rumi, dalam pandangan Tuhan kita ini adalah samudera dalam bentuk tetesan. Artinya tidak mungkin kita sebagai insan manusia tercipta tanpa bakat dan potensi yang menyertainya.

Jadi, orang-orang yang kerap membuat konten-konten yang kurang berfaedah seperti mandi lumpur, makan tanah, makan cabe, atau rela menyiksa dan mempermalukan diri sendiri itu sama saja sedang melecehkan Tuhan secara tidak langsung. Disitulah pentingnya kecerdasan dan kreatifitas dalam membuat konten. Salam [Reynal Prasetya]

Rujukan : (1) ; (2) ; (3) ; (4)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun