"Kamu pikir aja sendiri," jawabnya ketus. "Lha dimana-mana juga aku masih pake nama Paulus kok... Nggak ganti."
"Akh!" Lukas makin mangkel sendiri. "Kamu sendiri pernah bilang, Yesus adalah sosok idolamu dalam perjuangan selama ini. Tapi, giliran diajak nengokin bentar sosok idolamu itu, ribet bener kepalamu itu..."
"Eh, Bung... Yesus juga mengajarkan pada kita bergerak itu nggak cuma rajin berdoa. Bergerak itu ya bergerak. Menuju sesuatu yang jelas," bantahnya lagi.
"Sudahlah! Aku berangkat ke gereja dulu."
Ia biarkan sobat sejak kuliahnya itu berlalu. Selepas Lukas pergi pun, tidak ada keinginan sedikit pun darinya untuk menyusul. Dia justru bergegas bersiap untuk kembali ke markas. Menyiapkan gerakan yang sudah lama dirancang supaya berhasil dengan baik.
^^^^^
Satu hal yang sedikti berubah sejak ia mendapat surat peringatan dari rektor itu adalah perhatiannya pada keluarga di kampung terutama kepada sang ibu. Tanpa harus menunggu hari raya atau hari libur, ia bisa datang tiba-tiba saja ke rumah. Sekadar menengok sebelum hari-harinya kembali sibuk dengan pergerakan yang rasanya tak ada habisnya dalam kehidupannya.
"Sudah berapa lama nggak ke gereja, Le?" tanya kakaknya.
"Mmm... Mungkin seumur aku tinggal di kota, Mas..," jawabnya santai.
"Bagus," kakaknya itu meletakkan sangkar burung kesayangannya dulu di lantai lalu sengaja ia bersihkan. "Tapi, kamu masih katolik?"
"Yo masih tho, Mas... Lha nama saya masih Paulus dan nggak akan kuganti kok," ujarnya yakin. Kakaknya itu cuma menggeleng-gelengkan kepala saja.