Russell: "Saya tidak bisa menerima bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta ini harus diciptakan atau dijelaskan oleh sebuah entitas yang lebih besar. Itu adalah asumsi yang berlebihan dan tidak ada bukti rasional untuk mendukungnya."
4. Ludwig Wittgenstein (1889-1951); Bahasa, Batasan Pemahaman, dan Agama
Dalam periode filsafat yang lebih kontemporer, Ludwig Wittgenstein menyarankan bahwa bahasa kita terbatas dalam menggambarkan atau mendefinisikan Tuhan. Dalam Tractatus Logico-Philosophicus, Wittgenstein menyatakan bahwa banyak hal dalam kehidupan manusia, termasuk agama dan Tuhan, tidak bisa dijelaskan dengan logika formal atau bahasa analitik.
Menurut Wittgenstein, kita berbicara tentang Tuhan bukan dengan definisi matematis atau logis, tetapi dalam bahasa yang lebih bersifat praktis, etis, dan pengalaman hidup. Tuhan, menurut Wittgenstein, adalah sifat transendental yang tidak dapat dijangkau atau dibahas dengan konsep-konsep yang terbatas oleh bahasa.
Wittgenstein: "Tentang apa yang dapat dikatakan, kita harus berbicara dengan jelas; tentang apa yang tidak dapat dikatakan, kita harus diam."
Ini mengingatkan kita bahwa Tuhan, sebagai konsep metafisik, tidak bisa dibahas dengan cara yang sama seperti hal-hal yang bisa diuji atau dibuktikan dalam dunia empiris.
5. Posmodernisme dan Kritik Terhadap Semua Argumen Logis
Seiring berkembangnya posmodernisme, pandangan tentang kebenaran objektif dan pembuktian rasional semakin dipertanyakan. Michel Foucault dan Jean-Franois Lyotard berpendapat bahwa kebenaran adalah konstruksi sosial dan kontekstual-bukan sesuatu yang bersifat universal. Dalam kerangka ini, pendekatan logis yang mengklaim membuktikan Tuhan dianggap sebagai narratif kekuasaan yang dipaksakan oleh budaya tertentu.
Lyotard: "Kebenaran tidak bersifat tunggal atau final. Setiap klaim tentang kebenaran adalah bagian dari narasi besar yang harus dipertanyakan."
Bagi posmodernis, logika dan rasio tidak pernah bisa sepenuhnya bebas dari perspektif budaya dan nilai-nilai tertentu. Dalam konteks ini, pertanyaan tentang Tuhan tidak bisa dijawab secara objektif-ia harus dipahami dalam konteks relasi sosial dan budaya, serta pengalaman pribadi.
Pertanyaan-Diskusi:
- Apakah logika bisa benar-benar memberikan pembuktian yang memadai tentang Tuhan, ataukah justru kritik filsafat modern lebih menggugurkan klaim tersebut?
- Dalam konteks modern, apakah agama bisa diterima hanya melalui pengalaman pribadi dan bahasa praktis, atau masih diperlukan logika dan argumentasi rasional?
*