Mohon tunggu...
Rafly Reksa Bekti
Rafly Reksa Bekti Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Mercu Buana | Fakultas Teknik Sipil

Saya mahasiswa dari Universitas Mercu Buana, dengan NIM (41123110017) Dosen Mata Kuliah : Bapak Prof. Dr. Apollo Daito, S.E, Ak., M.Si, CIFM, CIABV, CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Diskursus Korupsi Pajak : Antara Res Privata dan Res Publica

23 Februari 2025   23:45 Diperbarui: 23 Februari 2025   22:38 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 (Sumber: Modul Proff Apollo))
 (Sumber: Modul Proff Apollo))

 (Sumber: Modul Proff Apollo))
 (Sumber: Modul Proff Apollo))

Pendahuluan

Pajak merupakan salah satu instrumen fundamental dalam pembangunan suatu negara, yang tidak hanya berfungsi sebagai sumber pendapatan negara tetapi juga sebagai alat untuk mencapai keadilan sosial dan kesejahteraan bersama. Pajak memungkinkan negara untuk menyediakan layanan publik esensial, seperti pembangunan infrastruktur, peningkatan kualitas pendidikan, akses terhadap layanan kesehatan, dan perlindungan sosial bagi masyarakat rentan.

Namun, dalam praktiknya, implementasi sistem perpajakan sering kali menghadapi berbagai tantangan serius, seperti maraknya korupsi yang menyebabkan kebocoran anggaran, kebijakan perpajakan yang kurang tepat sasaran sehingga membebani kelompok masyarakat tertentu, serta ketimpangan dalam distribusi pendapatan yang berkontribusi pada meningkatnya kesenjangan sosial dan ekonomi. Oleh karena itu, diskursus mengenai pajak sering kali berkaitan dengan konsep **Res Privata** dan **Res Publica**, yang membedakan antara kepentingan individu dan kepentingan umum dalam struktur ekonomi negara.

Konsep ini menjadi landasan utama dalam menentukan bagaimana sistem perpajakan seharusnya diatur agar tetap adil, efisien, dan transparan, sehingga pajak tidak hanya menjadi sumber pendapatan negara tetapi juga berfungsi sebagai mekanisme redistribusi kekayaan guna mencapai kesejahteraan bersama secara lebih merata.

Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan

Sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang berlangsung pada 29 Mei hingga 1 Juni 1945 merupakan tonggak penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Sidang ini bertujuan untuk merumuskan dasar negara serta bentuk pemerintahan yang akan diterapkan.

Dalam sidang ini, Ketua BPUPKI, Dr. Radjiman Wedjodiningrat, bersama tokoh-tokoh nasional seperti Mohammad Yamin, Mohammad Hatta, dan Sutan Syahrir, berdebat mengenai bentuk negara yang paling sesuai dengan karakter dan kebutuhan bangsa Indonesia. Setelah diskusi panjang, disepakati bahwa Indonesia harus berbentuk Republik, bukan monarki atau kerajaan feodal. Hal ini mencerminkan cita-cita bangsa untuk membangun pemerintahan yang demokratis, di mana kekuasaan tidak diwariskan berdasarkan keturunan, tetapi melalui proses pemilihan yang rasional dan adil.

Keputusan ini selaras dengan semangat Pembukaan UUD 1945, yang menegaskan tujuan negara dalam menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Selain itu, gagasan Republik juga memiliki keterkaitan erat dengan semangat Sumpah Pemuda 1928, yang menekankan persatuan dan kesatuan dalam satu bangsa, satu bahasa, dan satu tanah air. Dengan memilih bentuk Republik, Indonesia berkomitmen untuk membangun negara yang berlandaskan demokrasi, keadilan sosial, dan partisipasi aktif rakyat dalam pemerintahan.

Konsep Res Privata dan Res Publica dalam Pajak

Dalam kajian ekonomi dan administrasi publik, terdapat perbedaan mendasar antara Res Privata dan Res Publica:

  1. Res Privata: Wilayah pribadi yang mencakup ekonomi rumah tangga (oikos-nomos), yang meliputi kegiatan produksi, konsumsi, dan distribusi dalam skala individu atau keluarga. Konsep ini menekankan bagaimana individu mengelola sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti pangan, sandang, dan papan, serta bagaimana mereka mengatur anggaran dan investasi kecil guna bertahan hidup dalam lingkungan ekonomi yang dinamis. Dalam konteks ekonomi, Res Privata sering kali dikaitkan dengan upaya mencapai keberlanjutan finansial individu dan keluarga melalui pengelolaan aset dan pendapatan yang bijaksana.
  2. Res Publica: Wilayah publik yang berorientasi pada kepentingan bersama (command good), di mana pajak menjadi instrumen utama dalam menciptakan keadilan sosial dan kesejahteraan umum. Pajak dalam konsep Res Publica bertindak sebagai mekanisme distribusi ulang kekayaan yang bertujuan untuk mengurangi kesenjangan sosial dan meningkatkan taraf hidup masyarakat secara kolektif. Dalam sistem ini, pemerintah memiliki peran penting dalam mengalokasikan dana pajak ke sektor-sektor strategis seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan kesejahteraan sosial, guna memastikan bahwa setiap warga negara mendapatkan akses yang setara terhadap sumber daya negara. Dengan demikian, Res Publica menekankan bahwa kepentingan umum harus selalu menjadi prioritas dalam kebijakan fiskal dan ekonomi, sehingga tercipta harmoni dan keseimbangan dalam pembangunan nasional.

Pajak dikumpulkan oleh negara dari setiap objek yang memiliki nilai ekonomi, lalu didistribusikan kembali untuk kepentingan masyarakat, seperti infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan.

Hakekat dan Etika Pajak

Pajak dalam perspektif filsafat ekonomi sering kali dikaitkan dengan perdebatan antara etika Kantian, yang menekankan moral kewajiban sebagai dasar etis pembayaran pajak, dan etika utilitarian, yang melihat pajak sebagai instrumen untuk mencapai manfaat terbesar bagi masyarakat luas. Dalam etika Kantian, pajak merupakan kewajiban mutlak yang harus dipenuhi oleh setiap individu demi menjaga struktur sosial yang adil dan tertib. Sementara itu, dalam perspektif utilitarian, pajak dinilai berdasarkan dampaknya terhadap kesejahteraan umum, di mana kebijakan perpajakan yang optimal adalah yang memberikan keuntungan maksimal bagi mayoritas warga negara. Beberapa prinsip dalam etika pajak meliputi:

  • Pajak merupakan kewajiban moral yang melekat pada setiap warga negara sebagai bagian dari kontrak sosial dengan negara. Kewajiban ini tidak hanya bersifat hukum, tetapi juga didasarkan pada prinsip etika bahwa setiap individu yang menikmati manfaat dari infrastruktur, layanan publik, serta perlindungan negara, memiliki tanggung jawab untuk berkontribusi melalui pembayaran pajak. Dalam perspektif etika Kantian, kewajiban membayar pajak dianggap sebagai tindakan yang harus dilakukan demi menjaga tatanan sosial dan keberlangsungan negara. Sementara itu, dalam pandangan utilitarian, pajak berperan sebagai alat untuk memaksimalkan kesejahteraan kolektif dengan mendanai layanan yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
  • Redistribusi pajak harus dilakukan secara adil dan transparan, dengan memastikan bahwa dana yang dikumpulkan melalui pajak dialokasikan secara tepat guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini mencakup pembiayaan layanan publik seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur, serta upaya untuk mengurangi kesenjangan ekonomi dengan mendukung kelompok masyarakat yang kurang mampu. Transparansi dalam redistribusi pajak juga mencakup adanya sistem pengawasan yang ketat agar pajak tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
  • Penghindaran pajak dan korupsi pajak merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap kontrak sosial, di mana warga negara memiliki kewajiban untuk berkontribusi dalam pembangunan melalui pajak, sementara negara bertanggung jawab dalam mengelola pajak dengan transparansi dan keadilan. Ketika individu atau entitas menghindari pajak atau terlibat dalam korupsi perpajakan, hal ini merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem ekonomi, mengurangi kapasitas negara dalam menyediakan layanan publik, serta memperdalam kesenjangan sosial dan ekonomi. Oleh karena itu, penerapan kebijakan perpajakan yang lebih ketat, penegakan hukum yang adil, serta sistem pengawasan yang transparan menjadi langkah penting dalam menjaga integritas dan efektivitas sistem perpajakan.

Sistem Ekonomi dan Peran Pajak dalam Pembangunan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun