Kini gulita menjelang subuh
Terhitung sepertiga malam dalam bilangan imajiner
Namun aku seolah merekat diatas sajadah
Menghamba sambil menumpah himpunan do’a
Aku meringkuk, Â menunduk layu
Semakin lama keluh kesahku makin berpangkat
Lantunan syair pengharapan telah ku urai
Hampir Serupa deret angka tak berlimit
Angin pelan mendesau diluar jendela
Hening dimakan waktu yang mengulur dalam konstanta
Mungkinkah saat ini tuhan mendengar
Kubutuhkan jawabannya untuk sebuah rumus empiris kehidupan
Pada tiap ujung  do’a, kadang kupertanyakan
Akan takdir yang  selalu berbicara teka teki
Dan Seolah mempermainkanku dalam rumus peluang
Atau hanya aku yang terlalu menghitung do’a?
Yang kuharap bahwa apa yang aku dapat
Berbanding lurus dengan do’a yang senantiasa kujumlah
Sebuah suara menyapa lembut
Menyentuh ilham bawah sadar
Mengetuk ruang tak bersudut
Suara itu berbisik pelan
“mungkinkah do’a mu terabaikan?
Di saat sujudmu telah satu garis linear dengan sang pencipta
lantas kau ragukan keyakinanmu
protesmu berlebih dengan do’a yang terus kau kalkulasi
Terkadang manusia menuntut ada persamaan nilai atas semua orang
Tapi lupa mengkuadratkan rasa syukurnya
Menganggap keajaiban muncul begitu saja
Seperti menyusun kelipatan lima dalam fikiran
Segalanya tak selalu berbanding senilai
Akhir riwayatmu hanya seputar nilai positif dan negatif
Dan Jawaban do’amu ada pada hasil akhir
Subuh merapat
Aku makin meringkuk, sambil ku ringkas do’a
Kututup wajah dipenghujung munajat
Tuhan, aku malu…
note #9 [project 52 dalam 365]
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI