Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cerbung | Engkaulah Puisiku (3)

30 November 2018   06:56 Diperbarui: 30 November 2018   07:28 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tenang Ray, setelah Mita, masih ada Fitri, Widya, Indah...."

"Stop, stop. Banyak amat cadanganmu?" kata Rayhan. Kedua sahabat itu lalu tertawa bersama.

***

Di lorong kantor saat hendak ke ruang Marketing, Rayhan berpapasan dengan Faisal.

"Sudah selesai?" tanya Rayhan.

"Belum. Network device-nya gak terdeteksi. Sudah aku install ulang driver, tapi tetap gak bisa. Aku mau bongkar dalamnya, coba diganti. Ada cadangan kan?"


"Ada kayaknya. Cari aja di lemari hardware. Ya sudah, aku ke Marketing dulu. Cadangan ketigamu minta pertolongan tuh," kata Rayhan tersenyum ringan.

Di ruang ruang Marketing suasana terlihat sepi. Ada 6 meja kerja disana yang dipisahkan dengan partisi berwarna biru cerah. Di sudut ruangan terdapat meja dengan printer dan mesin faks diatasnya. Sebuah papan tulis putih berukuran besar menempel di dinding yang menghadap ke pintu. Cuma ada 3 karyawan disana. Biasanya, ruang ini selalu meriah, ramainya tidak kalah dengan keramaian di ruang CS.

Rayhan melihat Mita sedang duduk di meja kerjanya. Langkahnya mendadak terhenti ketika dia sadar Mita saat itu mengenakan jilbab berwarna krem, hampir sama seperti jilbab perempuan yang tertangkap kamera CCTV tengah menyelinap masuk ruang IT. Dan di sandaran kursi Mita, tersampir sebuah jaket berwarna gelap!

Tadi Bu Indri, sekarang ada Mita pula yang penampilannya hari ini mirip dengan pengirim puisi misterius itu. Kepala Rayhan semakin pusing memikirkan teka-teki ini. Jangan-jangan masih ada karyawan perempuan lain yang hari ini memakai busana hampir sama dengan mereka berdua.

Rayhan tak ingin berpikir terlalu jauh. Dia benar-benar tak tahu apa yang hendak ia lakukan selanjutnya. Bertanya langsung pada Bu Indri dan Mita, atau menunggu datangnya puisi berikutnya dan berusaha menangkap basah pengirimnya? Entahlah, itu akan dia pikirkan nanti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun