"Iya, pak. Ndak apa-apa. Ini sambil dinginkan badan dan hati. Â Tadi nyurung motor dari alun-alun yang nyebelin."
Aku tertarik dengan kata "ngebelin" yang keluar dari mulut si bapak gemuk itu.
"Emang kenapa alun-alun itu nyebelin pak?"Â Tanyaku.
" lho, si Kardus itu tadi pidato. Dalam pidatonya dia menghina orang-orang kampung kita. Â Katanya, wajah orang kampung kita gak punya tampang jadi orang kaya. Kalau ke hotel bintang lima di kota akan diusir satpam. Banyak lagi deh!"
"Lho, yang bener pak?" Â Tanya ku karena kaget.
"Iya, bener Den! Ini saya rekam pakai hape saya. Nih..lihat saja." Si bapak itu menyodorkan hapenya. Kulihat rekaman itu dengan seksama. Tak ketinggalan, si tukang tambal ban ikut nimbrung di sampingku.
Aku senyam-senyum saja. Sebenarnya  ingin tertawa keras. Kurasa ini kejadian lucu. Om Kardus datang untuk kampanye. Dia perlu dukungan suara. Harusnya dia baik-baikin orang kampung, tapi ini malah melecehkan.
Aku pun berkomentar.
"Pak, mungkin Om Kardus bermaksud bercanda aja. Tidak serius".
"Becanda apa kayak gitu, Den. Ya, namanya melecehkan tho!" Â Terdengar nada tinggi dari si bapak yang kurus.
Kemudian si bapak yang gemuk ikut menimpali.