Sri Mulyani dan Guncangan Stabilitas
Pergantian Menteri Keuangan Indonesia jarang menjadi sorotan global. Namun, pemberhentian mendadak Sri Mulyani Indrawati oleh Presiden Prabowo Subianto kali ini menimbulkan riak yang jauh lebih besar dari sekadar reshuffle kabinet. Sosok Sri Mulyani bukanlah pejabat biasa : ia adalah figur yang identik dengan stabilitas fiskal, kredibilitas kebijakan, dan suara akal sehat di tengah godaan populisme fiskal yang kerap membayangi pemerintah mana pun.
Investor internasional, lembaga pemeringkat, hingga masyarakat sipil domestik menaruh perhatian serius pada langkah ini. Bagi sebagian pihak, pemberhentian Sri Mulyani adalah bagian dari hak prerogatif presiden yang sah, konsekuensi dari dinamika politik dan kebutuhan menyelaraskan kabinet dengan visi pemimpin baru. Namun, bagi banyak lainnya, ini merupakan sinyal yang berpotensi melemahkan kepercayaan pasar sekaligus menambah kerentanan dalam negeri yang tengah bergejolak oleh isu sosial-ekonomi.
Sri Mulyani : Simbol Stabilitas dan Kepercayaan
Sejak pertama kali menjabat Menteri Keuangan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2005, Sri Mulyani telah membangun reputasi sebagai teknokrat berkelas dunia. Ia dikenal mampu menjaga disiplin anggaran bahkan ketika menghadapi tekanan populis untuk memperbesar belanja negara. Keberaniannya membongkar praktik mafia pajak hingga berhadapan dengan politisi kuat sempat membuatnya harus meninggalkan tanah air pada 2010 untuk berkarier di Bank Dunia. Namun, kembalinya ia ke kabinet Joko Widodo pada 2016 menandai konsistensi : menjaga keuangan negara tetap sehat meski di tengah pandemi, fluktuasi harga komoditas, dan depresiasi rupiah.
Investor global kerap menyebut Sri Mulyani sebagai "jangkar kepercayaan". Kehadirannya menjamin Indonesia tidak akan gegabah dalam melanggar batas defisit 3% PDB sebagaimana ditetapkan UU Keuangan Negara 2003. Kredibilitas inilah yang memungkinkan obligasi pemerintah Indonesia diminati, imbal hasil relatif terjaga, dan rupiah tidak seburuk mata uang emerging market lain dalam guncangan eksternal.
Karena itu, ketika rumor pengunduran dirinya mulai beredar, pasar segera gelisah. Aksi jual saham dan obligasi lokal meningkat, ditambah keresahan atas protes sosial yang meluas terkait ketidakadilan ekonomi. Pernyataan tegas Sri Mulyani di Instagram minggu lalu sempat menenangkan investor. Namun, perombakan kabinet yang benar-benar menggeser dirinya hanya beberapa hari kemudian justru menimbulkan kejutan berlapis.
Dinamika Politik di Balik Pergantian
Banyak yang bertanya : mengapa Prabowo harus mengganti figur yang justru menjadi simbol kredibilitas Indonesia di mata dunia?
Ada beberapa lapisan jawaban. Pertama, hak prerogatif presiden memang memberi ruang penuh bagi Prabowo untuk membentuk kabinet sesuai prioritas politiknya. Ia mungkin menilai Sri Mulyani terlalu konservatif, terlalu berhati-hati, dan kurang sejalan dengan agenda ambisius pemerintahannya - mulai dari target pertumbuhan 8%, program makan siang gratis, hingga percepatan pembangunan infrastruktur besar-besaran.