Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Beda Jumlah Rakaat Tarawih dalam Satu Keluarga, Bagaimana Sebaiknya?

5 Maret 2025   06:04 Diperbarui: 5 Maret 2025   06:04 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.pexels.com/

Salah satu ibadah istimewa di bulan Ramadan adalah shalat tarawih yang dilaksanakan selama sebulan penuh pada setiap malam. Luar biasa balasan yang Allah sediakan bagi mereka yang menegakkan tarawih (qama Ramadan), sebagaimana hadits dari Abu Hurairah ra. 

Nabi saw bersabda, "Barangsiapa melakukan qiyam Ramadan (shalat tarawih) karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni" (HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759).

Namun dalam praktiknya, masyarakat muslim di berbagai belahan dunia melaksanakan shalat tarawih dengan jumlah raka'at yang berbeda-beda. Di Indonesia, hanya dikenal dua jenis bilangan raka'at tarawih. "Kalau NU duapuluh tiga, kalau Muhammadiyah sebelas", demikian persepsi masyarakat awam tentang jumlah raka'at tarawih.

Mereka yang tidak merasa NU dan tidak pula Muhammadiyah akan bingung dengan persepsi seperti ini. "Jadi aku ikut yang mana? Sedangkan aku bukan NU dan bukan pula Muhammadiyah".

Perbedaan bukan hanya terjadi di masyarakat, namun bisa ada di dalam satu keluarga. Suami Muhammadiyah, shalat tarawih sebelas raka'at. Ibu NU, shalat tarawih duapuluh tiga raka'at. Anak-anak kadang ikut ayah ke masjid Muhammadiyah, kadang ikut ibu ke Masjid NU. Demi menghormati keduanya.

Mereka telah sampai kepada level saling menghormati dan menghargai perbedaan. Maka tak ada konflik dan pertengkaran terkait pilihan jumlah raka'at yang berbeda antara ayah, ibu dan anak-anak. Karena pada dasarnya, perbedaan adalah fitrah kehidupan, dan karakter kemanusiaan. Maka takperlu dibesar-besarkan.

Sebenarnya, kalau kita mau lebih dalam menelisik perbedaan jumlah raka'at dalam tarawih, ini bukan soal NU atau Muhammadiyah. Namun ini adalah soal pilihan ijtihad para ulama. Pilihannya bukan hanya ada dua sebagaimana pendapat masyarakat luas.

Setidaknya, secara garis besar ada empat pilihan pendapat. Meskipun jika diperinci lagi, masih ada pilihan pendapat lain lagi. Kita lihat yang empat saja.

Pilihan Pendapat Pertama

Pilihan pendapat pertama, jumlah raka'at tarawih adalah duapuluh dan ditambah tiga raka'at witir. Pendapat ini dinyatakan oleh Imam Abu Hanifah, Imam Asy-Syafi'i, Imam Ahmad, para pengikut mazhab Hanafi, Syafi'i dan Hanbali; serta dipilih pula oleh Imam Sufyan Ats-Tsauri.

Tiga madzhab besar berada dalam pilihan pendapat pertama ini. Bisa dikatakan sebagai pendapat jumhur atau mayoritas. Ini pula yang dipraktikkan di Masjid Haram Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah saat ini.

Lajnah Ad-Da`imah li Al-Buhuts Al-Ilmiyyah wa Al-Ifta` menyatakan, jumlah raka'at shalat tarawih yang terang dalilnya adalah sebelas raka'at, dan diriwayat lain disebutkan tigabelas raka'at, namun jika mau menambah tidak ada masalah.

Pilihan Pendapat Kedua

Pilihan pendapat kedua menyatakan jumlah raka'at tarawih adalah delapan ditambah tiga raka'at witir. Pendapat di antaranya dinyatakan oleh Syaikh Nashiruddin Al-Albani, Syaikh Muhammad bin Muhammad al-Mukhtar asy-Syinqithi, dan ulama mutaakhirin lainnya.

Syaikh Nashirudin Al-Albani menyatakan, "Adapun bilangan raka'at shalat tarawih, sesungguhnya syara' tidak membatasi dengan batasan tertentu yang harus ditetapi, namun yang lebih utama adalah mengerjakan delapan raka'at diteruskan dengan tiga raka'at witir, karena jumlah bilangan raka'at ini yang diriwayatkan dari Nabi dan sekaligus perbuatan beliau".

Pilihan Pendapat Ketiga

Pilihan pendapat ketiga menyatkan, jumlah raka'at shalat tarawih adalah 36 (tigapuluh enam) ditambah tiga raka'at shalatwitir. Ini adalah pendapat Imam Malik. Pendapat ini tidak populer bagi masyarakat Indonesia. Jika ada masjid yang melaksanakan tarawih tigapuluh sembilan raka'at, mungkin akan dicap sebagai aliran sesat.

Imam Malik menyatakan, "Pendapat yang kami pegangi, mengerjakan shalat tarawih dan witir adalah 39 (tigapuluh sembilan) raka'at, sedang di Makah 23 (duapuluhtiga) raka'at, semua itu tidak ada kesempitan untuk dikerjakan" (Nail Al-Authar : 4/332).

Pilihan Pendapat Keempat

Pilihan pendapat keempat menyatakan, jumlah raka'at tarawih tidak ditentukan dan tidak dibatasi secara pasti dan ketat. Tarawih boleh dilakukan sebelas raka'at, duapuluh satu, duapuluh tiga, tigapuluh sembilan, empatpuluh satu dan seterusnya.

Ulama yang memilih pendapat ini di antaranya adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Sedangkan ulama mutaakhirin di antaranya adalah Syaikh Ibnu Utsaimin, Syaikh Ibnu Baz, dan lain-lain.

Berdamai Dalam Perbedaan, Menguatkan Cinta dan Kehangatan

Dalam kehidupan berumah tangga, tidak perlu menyeragamkan segala sesuatu. Pendapat fikih dalam ibadah sangat banyak dan beragam. Yang paling penting memberikan edukasi kepada semua anggota keluarga, pentingnya saling menghormati perbedaan pendapat. Sebagai miniatur dari Indonesia.

Dalam kehidupan keluarga, saat shalat berjamaah di rumah, ayah yang Muhammadiyah shalat subuh tanpa qunut. Sang istri yang NU, makmum di belakang suami dengan qunut. Sebagai imam, sang suami memberikan kesempatan setelah i'tidal kedua shalat Subuh kepada sang istri, untuk membaca doa qunut.

Anak-anak boleh memilik melaksanakan qunut atau tidak. Yang paling penting, semua menunaikan shalat Subuh. Dengan atau tanpa qunut. Yang melaksanakan qunut, ada dalil penguat. Yang tidak qunut, ada dalil penguat.

Saat tarawih berjamaah di rumah, suami memimpin shalat delapan raka'at. Kemudian memberikan kesempatan kepada sang istri untuk menambah duabelas raka'at. Selanjutnya mereka kembali berjamaah saat melaksanakan witir tiga raka'at. Totalnya, sang suami shalat sebelas raka'at, sedangkan sang istri duapuluh tiga raka'at. Tak perlu ada perdebatan dan pertengkaran.

Anak-anak boleh memilih, melaksanakan tarawih sebelas atau duapuluh tiga raka'at. Yang paling penting, semua menunaikan shalat tarawih dan witir. Sebelas atau duapuluh tiga raka'atnya, tidak masalah. Yang melaksanakan sebelas raka'at, ada dalil penguat. Yang duapuluhtiga raka'at, ada dalil penguat.

Memilih Pendapat Tanpa Harus Berdebat

Bahkan perbedaan dalam masuknya waktu shalat Subuh, satu keluarga bisa memilih pendapat tanpa harus berdebat. Pada Munas Tarjih Muhammadiyah ke-31, Majelis Tarjih dan Tajdid memberikan koreksi waktu subuh untuk Indonesia dari yang semula posisi matahari di ketinggian minus 20 derajat menjadi minus 18.

Konsekuensinya, awal waktu subuh di Indonesia mundur sekitar 8 (delapan) menit dari waktu yang umumnya digunakan masyarakat Indonesia. Maka waktu masuknya kewajiban puasa menjadi berbeda; selisih delapan menit tersebut.

Sang suami masih boleh makan dan minum sekitar 8 menit, saat sang istri sudah meyakini masuknya waktu Subuh. Di kampung tempat tinggal saya, adzan dari berbagai masjid menunjukkan pilihan takmirnya. Ada yang sudah adzan Subuh lebih awal, dan ada yang lebih lambat delapan menit.

Tak masalah perbedaan delapan menit tersebut. Yang paling penting, semua berpuasa Ramadan sebulan penuh. Mungkin 29 hari, mungkin pula 30 hari. Tidak bisa kurang dari 29, dan tidak bisa lebih dari 30. Di sinilah letak kesamaan dari semua umat Islam, bahwapuasa Ramadan adalah satu bulan.

Selamat menunaikan ibadah Ramadan. Semoga penuh keberkahan.

Bahan Bacaan

KH. Muhaimin Zen, Jumlah Raka'at Shalat Tarawih Menurut Madhab Empat, https://nu.or.id, 10 Agustus 2010

Trigiyatno, Bincang Raka'at Tarawih Lintas Mazhab, https://pwmjateng.com, diakses 5 Maret 2025

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun