Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Beda Jumlah Rakaat Tarawih dalam Satu Keluarga, Bagaimana Sebaiknya?

5 Maret 2025   06:04 Diperbarui: 5 Maret 2025   06:04 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.pexels.com/

Berdamai Dalam Perbedaan, Menguatkan Cinta dan Kehangatan

Dalam kehidupan berumah tangga, tidak perlu menyeragamkan segala sesuatu. Pendapat fikih dalam ibadah sangat banyak dan beragam. Yang paling penting memberikan edukasi kepada semua anggota keluarga, pentingnya saling menghormati perbedaan pendapat. Sebagai miniatur dari Indonesia.

Dalam kehidupan keluarga, saat shalat berjamaah di rumah, ayah yang Muhammadiyah shalat subuh tanpa qunut. Sang istri yang NU, makmum di belakang suami dengan qunut. Sebagai imam, sang suami memberikan kesempatan setelah i'tidal kedua shalat Subuh kepada sang istri, untuk membaca doa qunut.

Anak-anak boleh memilik melaksanakan qunut atau tidak. Yang paling penting, semua menunaikan shalat Subuh. Dengan atau tanpa qunut. Yang melaksanakan qunut, ada dalil penguat. Yang tidak qunut, ada dalil penguat.

Saat tarawih berjamaah di rumah, suami memimpin shalat delapan raka'at. Kemudian memberikan kesempatan kepada sang istri untuk menambah duabelas raka'at. Selanjutnya mereka kembali berjamaah saat melaksanakan witir tiga raka'at. Totalnya, sang suami shalat sebelas raka'at, sedangkan sang istri duapuluh tiga raka'at. Tak perlu ada perdebatan dan pertengkaran.

Anak-anak boleh memilih, melaksanakan tarawih sebelas atau duapuluh tiga raka'at. Yang paling penting, semua menunaikan shalat tarawih dan witir. Sebelas atau duapuluh tiga raka'atnya, tidak masalah. Yang melaksanakan sebelas raka'at, ada dalil penguat. Yang duapuluhtiga raka'at, ada dalil penguat.

Memilih Pendapat Tanpa Harus Berdebat

Bahkan perbedaan dalam masuknya waktu shalat Subuh, satu keluarga bisa memilih pendapat tanpa harus berdebat. Pada Munas Tarjih Muhammadiyah ke-31, Majelis Tarjih dan Tajdid memberikan koreksi waktu subuh untuk Indonesia dari yang semula posisi matahari di ketinggian minus 20 derajat menjadi minus 18.

Konsekuensinya, awal waktu subuh di Indonesia mundur sekitar 8 (delapan) menit dari waktu yang umumnya digunakan masyarakat Indonesia. Maka waktu masuknya kewajiban puasa menjadi berbeda; selisih delapan menit tersebut.

Sang suami masih boleh makan dan minum sekitar 8 menit, saat sang istri sudah meyakini masuknya waktu Subuh. Di kampung tempat tinggal saya, adzan dari berbagai masjid menunjukkan pilihan takmirnya. Ada yang sudah adzan Subuh lebih awal, dan ada yang lebih lambat delapan menit.

Tak masalah perbedaan delapan menit tersebut. Yang paling penting, semua berpuasa Ramadan sebulan penuh. Mungkin 29 hari, mungkin pula 30 hari. Tidak bisa kurang dari 29, dan tidak bisa lebih dari 30. Di sinilah letak kesamaan dari semua umat Islam, bahwapuasa Ramadan adalah satu bulan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun