Mohon tunggu...
Lateefa Noor
Lateefa Noor Mohon Tunggu... Penulis

Penulis amatir yang selalu haus ilmu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Segenggam Duka

19 Agustus 2023   07:34 Diperbarui: 19 Agustus 2023   07:51 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Anemone123 by Pixabay

"Mang, beli ayamnya 2 bungkus, ya!" kata Mahi tanpa basa-basi.

"Sudah?" tanya tukang sayur itu yang hanya ia balas dengan anggukan.

Sebelum Mahi melangkah pulang. Sayup-sayup ia mendengar kata-kata yang tak kalah menyesakkan dari sebelumnya. 

"Jingok tu! Dio ini nah yang katonyo berani samo wong tuo." (Lihat tuh! Dia itu, loh, yang katanya berani

"Mada'i?"(Masak?)

"Nian. Tanyo bae samo mertuonyo!" (Benar. Tanya saja sama mertuanya!)

Masih banyak ucapan yang lebih menyakitkan lainnya. Untuk menyelamatkan indra pendengaran, Mahi langsung pamit kepada mereka.

"Balek dulu, yo, Bik! Mahi nak bikin bekal untuk suami. Men telat, dak lemak." (Pulang duluan ya, Bik! Mahi mau membuat bekal untuk suami. Kalau telat, nggak enak."

Orang-orang itu mematung. Mungkin saja lidahnya kaku untuk sekadar merespons. Mahi ingin tertawa sekencang-kencangnya, tetapi ia tahan. Mereka pikir Mahi tidak memahami bahasa Wong Kito Galo tersebut. Soalnya, yang mereka tahu adalah Mahi berasal dari suku yang terkenal dengan gadis manisnya. Tanpa berpikir tempat berpijak wanita lembut ini sebelumnya; bahwa selama ini Mahi menetap di wilayah Belitang, Ogan Komering Ulu Timur. Berada di daerah yang penduduknya heterogen membuatnya sangat memahami berbagai macam bahasa, termasuk bahasa yang baru saja didengar. Meski tinggal di sudut terjauh provinsi Sumatera Selatan, bukan berarti ia melupakan bahasa daerah tempatnya berpijak itu.

Sesampainya di dalam rumah, Mahi melihat wanita paruh baya yang hampir menjadi ladang kebenciannya itu duduk termenung di sudut ruang belakang. Ia segera menghampirinya.

"Bu, kenapa murung? Ada yang sedang dipikirkan?" Mahi bertanya dengan iba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun