Mohon tunggu...
Lateefa Noor
Lateefa Noor Mohon Tunggu... Penulis

Penulis amatir yang selalu haus ilmu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Segenggam Duka

19 Agustus 2023   07:34 Diperbarui: 19 Agustus 2023   07:51 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Anemone123 by Pixabay

Langit tampak muram di Kota Pempek siang ini. Rintik hujan mengguyur kota yang penuh sesak ini. Aktivitas berbagai penghuninya seolah-olah tersendat. Sebab, air langit tak henti merambat. Ada yang rela basah kuyup menerjang deras air yang penuh berkah ini. Ada pula yang rela menghentikan aksinya demi menunggu reda.

Mahira Syaufika---perempuan yang biasa disapa Mahi itu, sempat terkejut ketika menginjakkan kakinya ke tempat ini lagi setelah bertahun-tahun lamanya tidak bersapa. Banyak gedung pencakar langit yang sudah berjejer rapi menghiasi kota. Laju lalu lintas pun sudah seperti di ibu kota. Padat. 

Nampaknya, banyak sekali perubahan yang menghiasi. Jauh berbeda seperti saat pertama kali gadis sendu itu menapakkan kakinya di kota ini. Terang saja, waktu itu usianya belum genap 14 tahun. Artinya, jarak yang terbilang 10 tahun itu tentu saja menunjukkan suasana yang sangat berbeda.

Betahkah aku di tempat seperti ini? pikirnya dengan agak was-was.

Suasana di sini memang tampak jauh dari kata asri seperti kampung halamannya. Pepohonan mulai langka di sini. Sulit ditemui. Mahi pasti akan merindukan nuansa rumah di pedesaan, juga hamparan sawah nan hijau yang menyejukkan pandang. Pasalnya, setelah menikah dengan pria pilihan hatinya yang bernama Alfian Perdana, ia akan mengabdikan diri sepenuhnya pada sang suami. Ia akan turut serta kemana saja takdir membawanya, termasuk menetap di kota ini.

Tak terasa, Mahi sudah genap 2 bulan berada di kota ini. Setelah menikah, ia memang langsung diboyong ke rumah orang tua suaminya dikarenakan cuti kerja sang suami yang hampir habis. Di rumah itu, selain dengan suami, ia tinggal bersama mertua dan seorang adik lelaki suaminya yang bernama Ardian Pradipta. Adiknya tersebut masih sekolah di salah satu SMA Negeri di kota ini. Sementara itu, sang bapak mertua bekerja di Kantor Pemerintah Daerah Kota Palembang. Sehingga, sehari penuh, Mahi bersama sang ibu mertua di rumah.

Waktu berjalan begitu cepat. Mahi tidak menyangka bahwa ia tidak mengalami kesulitan dalam beradaptasi di tempat ini. Ia bersyukur ada suami dan keluarganya yang selalu mendukung. Sungguh, ia sangat bahagia memiliki keluarga baru yang penuh pengertian seperti mereka. Rasanya bayangan suram terangkat perlahan.

Pagi ini, raut bahagia Mahi masih terpancar seperti saat pertama kali menapaki rumah ini. Meski sederhana, tetapi rasa damai mewarnai. Ia melakukan aktivitas seperti hari-hari sebelumnya, yaitu menyiapkan sarapan untuk keluarga tercinta. Di dapur tampak seorang wanita paruh baya yang sedang sibuk menyeduh wedang untuk setiap penghuni rumah ini. Ia adalah ibu mertuanya. Mahi pun langsung menghampirinya.

"Bu, biar Mahi saja yang melanjutkan," ucap Mahi tidak enak karena bangun lebih telat dari sang mertua.

"Nggak usah, Nak. Kamu yang nyiapin sarapan aja. Pagi ini kita cuma masak nasi goreng biar lebih praktis." Mahi langsung mengiakan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun