Mohon tunggu...
Nuning Sapta Rahayu
Nuning Sapta Rahayu Mohon Tunggu... Guru Pendidikan Khusus/Penulis/Asesor/Narasumber

Guru Pendidikan khusus, Penulis Buku Panduan Guru Pengembangan Komunikasi Autis, aktivis pendidikan dan pecinta literasi

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Riset Baru: Tidak Sarapan, Lebih Sehat?

9 September 2025   11:00 Diperbarui: 9 September 2025   11:00 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stop Sarapan? (Sumber: freepik/kamran aydinov)

Di Indonesia, Ade Rai, binaragawan sekaligus pakar kebugaran, juga sering menekankan bahwa dirinya tidak terbiasa sarapan pagi. Dalam sejumlah wawancara dan seminar, ia menjelaskan bahwa setiap orang memiliki ritme metabolisme yang berbeda. 

Ia memilih makan lebih siang, dengan menu tinggi protein dan rendah gula, sesuai kebutuhan tubuh. “Bagi saya, yang terpenting bukan kapan kita makan, tetapi apa yang kita makan dan bagaimana tubuh meresponsnya,” kata Ade Rai.

Pengalaman Ade Rai menjadi contoh bahwa tidak sarapan tidak selalu berdampak buruk. Justru, dengan pola makan yang teratur, disiplin olahraga, dan gaya hidup sehat, ia berhasil menjaga kebugaran dan proporsi tubuh ideal selama puluhan tahun.

Tren intermittent fasting sendiri kini semakin populer. Pola ini mengatur jendela makan, misalnya dengan puasa 16 jam (biasanya dari malam hingga siang), lalu makan dalam rentang 8 jam. 

Tidak sarapan otomatis menjadi bagian dari pola ini. Hasilnya, banyak orang melaporkan penurunan berat badan, energi lebih stabil, merasa lebih sehat dan tidur lebih nyenyak.

Pro dan kontra yang tak terhindarkan

Meski hasil penelitian dan testimoni publik figur terdengar meyakinkan, tidak semua pihak setuju. Para ahli kesehatan anak, misalnya, menegaskan bahwa anak-anak tetap membutuhkan sarapan karena sedang dalam masa pertumbuhan. 

Melewatkan sarapan pada anak berpotensi menurunkan konsentrasi belajar di sekolah dan memicu kebiasaan ngemil tidak sehat. Selain itu, penelitian juga menunjukkan adanya potensi risiko jangka panjang, terutama bagi orang dengan masalah kolesterol tinggi. 

Peningkatan LDL yang ditemukan dalam meta-analisis tidak boleh dianggap remeh. “Orang dengan riwayat penyakit jantung harus berhati-hati mencoba pola ini. Konsultasi dengan dokter sangat dianjurkan,” kata Prof. Panda.

Sementara itu, bagi orang dewasa sehat yang ingin menurunkan berat badan, tidak sarapan bisa menjadi strategi efektif, asalkan tetap memperhatikan kualitas makanan pada jam makan berikutnya. 

Sebab, jika makan siang atau malam justru diisi dengan gorengan dan minuman manis, manfaat penurunan berat badan bisa hilang begitu saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun