Mohon tunggu...
Nuning Sapta Rahayu
Nuning Sapta Rahayu Mohon Tunggu... Guru Pendidikan Khusus/Penulis/Asesor/Narasumber

Guru Pendidikan khusus, Penulis Buku Panduan Guru Pengembangan Komunikasi Autis, aktivis pendidikan dan pecinta literasi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tahun 2026 Amplop Kondangan Dipajaki? Begini Penjelasan Aslinya!

27 Juli 2025   21:00 Diperbarui: 27 Juli 2025   16:46 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi amplop kondangan (Sumber: pixabay)

Kabar soal amplop kondangan akan dikenakan pajak mulai tahun 2026 membuat banyak masyarakat resah. 

Wajar saja, tradisi memberi amplop saat kondangan adalah budaya yang sudah mengakar kuat. Namun, benarkah pemerintah akan memajaki setiap amplop yang diberikan saat pernikahan, khitanan, atau syukuran lainnya? 

Artikel ini akan mengupas fakta di balik isu tersebut, termasuk klarifikasi dari otoritas pajak dan batasan yang sebenarnya berlaku dalam regulasi perpajakan di Indonesia.

Heboh Isu Pajak Amplop Kondangan, Publik Gelisah

Beberapa waktu lalu, dunia maya diramaikan dengan pesan berantai yang menyebut bahwa mulai tahun 2026, pemerintah akan mulai memungut pajak dari setiap amplop hajatan. 

Banyak yang mengaku khawatir, apalagi di tengah situasi ekonomi yang belum sepenuhnya stabil. Amplop yang seharusnya menjadi bentuk dukungan sosial, justru dianggap sebagai objek pajak yang mengganggu rasa ikhlas dalam berbagi.

Apakah benar demikian?

Latar Belakang Munculnya Isu

Isu ini sebenarnya muncul di tengah upaya pemerintah,bkhususnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memperluas basis data perpajakan. DJP memang mendorong pelaporan penghasilan dan transaksi keuangan secara lebih transparan. 

Namun, beberapa pihak kemudian menafsirkan hal ini secara keliru, seolah-olah semua bentuk pemberian; termasuk uang dalam amplop saat hajatan ikut menjadi sasaran.

Apa Sebenarnya yang Disebut Objek Pajak?

Dalam sistem perpajakan di Indonesia, yang menjadi objek Pajak Penghasilan (PPh) adalah penghasilan yang diperoleh secara rutin, atau berasal dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, maupun jasa. Pemberian yang sifatnya insidental dan sukarela, seperti amplop dalam acara keluarga atau komunitas, tidak tergolong objek pajak.

Dengan kata lain, uang dari tamu kondangan bukanlah "penghasilan" dalam makna yang dimaksud oleh peraturan perpajakan.

Amplop Kondangan: Bukan Objek Pajak, Kecuali...

Amplop hajatan adalah bagian dari budaya gotong royong. Pemberian ini tidak termasuk objek pajak karena:

  • Tidak diterima secara rutin.
  • Tidak memiliki nilai tukar komersial tetap.
  • Tidak ada hubungan timbal balik antara pemberi dan penerima seperti dalam jual beli.

Namun, pengecualian berlaku jika hajatan diselenggarakan oleh pihak profesional atau komersial, seperti wedding organizer atau penyedia jasa hiburan. Pihak-pihak tersebut tetap wajib membayar pajak atas penghasilan dari jasanya.

Klarifikasi dari DJP: “Itu Hoaks!”

Direktorat Jenderal Pajak telah membantah isu pajak amplop hajatan melalui beberapa pernyataan resmi. Mereka menegaskan bahwa tidak ada regulasi maupun rencana kebijakan pajak yang menargetkan pemberian sukarela dalam acara sosial.

"Amplop saat kondangan tidak akan dikenakan pajak. Jangan percaya informasi yang tidak berasal dari sumber resmi," tegas pihak DJP dalam klarifikasinya.

Yang Benar-Benar Diawasi: Usaha Komersial Berbasis Hajatan

Yang perlu dipahami, pengawasan pajak lebih diarahkan pada:

  • Usaha jasa hajatan: wedding organizer, catering, MC, fotografer, dekorasi.
  • Individu atau badan yang menerima penghasilan dari kegiatan tersebut secara profesional.

Jadi, bukan pengantin atau orang tua yang menerima amplop yang dipantau, melainkan pihak penyedia jasa yang berkewajiban melaporkan penghasilannya.

Tak Perlu Panik, Tetap Cek Fakta

Isu soal pajak amplop hajatan tahun 2026 adalah hoaks yang menyesatkan. Sampai saat ini, tidak ada aturan yang menyebut pemberian dalam acara sosial sebagai objek pajak. Pemerintah hanya berfokus pada penghasilan yang berasal dari kegiatan usaha dan jasa profesional.

Namun, masyarakat tetap perlu mewaspadai penyebaran informasi keliru dan memastikan validitas berita dari sumber resmi, seperti situs DJP atau keterangan langsung dari Kementerian Keuangan.

Daripada resah berlebihan, mari kita mulai membiasakan diri untuk cek fakta sebelum ikut menyebarkan berita. Karena di era digital, kecepatan menyebar bisa lebih berbahaya daripada isi pesannya sendiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun