Di balik sosok ayah yang sering terlihat kuat dan pendiam, tersimpan peran luar biasa dalam membentuk jati diri anak lelakinya.
Tak hanya sebagai pencari nafkah, ayah adalah guru kehidupan pertama yang mengajarkan arti tanggung jawab, keberanian, hingga kasih sayang tersembunyi dalam tindakan nyata.
Dari pelukan hangat hingga nasihat penuh makna, anak lelaki perlahan belajar bagaimana menjadi pria sejati; bukan dari kata-kata, tapi dari keteladanan yang ditunjukkan ayahnya setiap hari.
Figur ayah menjadi acuan utama bagi anak lelaki dalam memahami dunia maskulinitas. Dalam dekapan ayah, anak merasa aman.
Dalam ketegasan ayah, anak belajar disiplin. Dalam candaan dan pelukan yang hangat, anak merasakan cinta tanpa syarat yang memperkuat kepercayaan dirinya.
Perjalanan menjadi pria sejati pun dimulai dari rumah, dari interaksi yang tampak sederhana namun penuh makna antara seorang ayah dan anak lelakinya.
Figur Ayah: Lebih dari Sekadar Tulang Punggung
Dalam pemahaman lama, ayah sering diposisikan sebagai sosok yang bekerja keras di luar rumah dan tidak terlalu terlibat dalam urusan pengasuhan.
Ia dilihat sebagai tulang punggung yang menopang keluarga secara finansial, sementara urusan emosional dan pengasuhan diserahkan pada ibu.
Pandangan ini membuat banyak anak laki-laki tumbuh dengan jarak emosional terhadap ayahnya; menumbuhkan kekaguman, tapi sekaligus kerinduan yang tak terucapkan.
Namun kini, peran ayah semakin berkembang. Ayah bukan hanya pencari nafkah, tetapi juga menjadi pendidik, pendamping, dan pembimbing.
Ia tidak segan mengganti popok, mengantar anak sekolah, atau mendengarkan cerita anak sebelum tidur.
Kehadiran ayah yang aktif dan terlibat dalam kehidupan sehari-hari membantu anak lelaki memahami bahwa menjadi laki-laki sejati bukan berarti keras dan kaku, tetapi mampu hadir, peduli, dan menjadi penopang secara utuh; baik fisik maupun emosional.
Anak Lelaki dan Pencarian Identitas
Setiap anak laki-laki mengalami fase penting dalam hidupnya, yaitu pencarian jati diri. Dalam masa ini, mereka berusaha menjawab pertanyaan: “Siapa aku?” dan “Bagaimana seharusnya aku bersikap sebagai laki-laki?”
Proses ini tidak mudah dan penuh tantangan, terutama jika anak tidak memiliki sosok laki-laki yang dapat dijadikan panutan secara positif. Dalam kondisi seperti inilah, peran ayah menjadi sangat krusial.
Ayah adalah cermin pertama yang dilihat anak lelaki dalam membentuk identitasnya. Melalui sikap, kebiasaan, dan gaya komunikasi ayah, anak menilai apa yang layak ditiru dan apa yang patut dihindari.
Ketika ayah menunjukkan keteladanan yang baik; jujur, bertanggung jawab, sabar, dan penyayang, anak lelaki pun belajar bahwa menjadi pria sejati bukan tentang mendominasi, tetapi tentang menjaga, melindungi, dan memimpin dengan kasih.
Nilai-Nilai Hidup dari Seorang Ayah
Dari ayah, anak lelaki belajar bahwa menjadi pria bukan sekadar urusan kekuatan fisik. Ayah mengajarkan nilai-nilai tanggung jawab ketika ia menepati janji-janji kecil, seperti pulang tepat waktu atau menghadiri pentas sekolah anak meskipun lelah.
Anak melihat dan menyerap bahwa janji adalah kehormatan, dan bahwa kata-kata harus sejalan dengan tindakan.
Keberanian dan keteguhan juga sering diperlihatkan ayah secara alami; bukan dalam bentuk heroisme dramatis, tapi dalam kesediaan menghadapi masalah tanpa lari.
Bahkan saat ayah jatuh dan gagal, ketika ia bangkit kembali dan tetap tersenyum, anak lelaki memahami bahwa kegagalan bukan akhir dari segalanya. Ia belajar bahwa pria sejati bukan yang tidak pernah jatuh, tetapi yang tahu bagaimana bangkit dengan bermartabat.
Kegiatan Sederhana, Makna yang Dalam
Kedekatan antara ayah dan anak lelaki tidak harus dibangun melalui hal-hal besar. Kegiatan sehari-hari yang tampak sederhana seperti jalan sore, bermain bola, memancing, atau mencuci mobil bersama bisa menjadi sarana emas untuk membangun kedekatan emosional.
Dalam momen-momen itulah, anak merasa didengar, dihargai, dan diakui sebagai sosok penting di mata ayahnya.
Selain itu, kegiatan seperti bercerita sebelum tidur atau sekadar mengobrol di teras rumah membuka ruang bagi anak untuk berbicara dan belajar berkomunikasi.
Ayah yang mau mendengar tanpa menghakimi akan memberi ruang aman bagi anak lelaki untuk mengekspresikan perasaan dan pikirannya. Ikatan yang terbangun dari kegiatan ini bersifat jangka panjang, membentuk kelekatan emosional yang mendalam bahkan hingga anak dewasa kelak.
Tantangan dan Peluang di Era Modern
Peran ayah masa kini menghadapi tantangan besar. Jadwal kerja yang padat, tekanan ekonomi, dan distraksi digital sering kali membuat ayah terjebak dalam kesibukan tanpa menyadari betapa cepat anak-anak bertumbuh.
Tidak sedikit ayah yang merasa bersalah karena kehilangan banyak momen berharga dalam tumbuh kembang anak-anaknya.
Namun, di sisi lain, semakin banyak ayah yang sadar pentingnya keterlibatan aktif dalam pengasuhan. Informasi yang mudah diakses serta meningkatnya kesadaran akan pentingnya pengasuhan berbasis kasih sayang menjadi peluang besar.
Ayah masa kini punya kesempatan untuk memutus rantai pola asuh lama yang kaku dan membangun gaya pengasuhan yang lebih hangat, terbuka, dan sehat secara emosional. Ini adalah titik balik penting untuk masa depan anak-anak, khususnya anak lelaki.
Menjadi Pria Sejati dari Teladan Ayah
Anak lelaki tidak tumbuh menjadi pria sejati hanya karena bertambah usia. Ia membentuk jati dirinya dari contoh nyata yang ia lihat setiap hari dan salah satu contoh terbesarnya adalah ayah.
Dari sikap ayah terhadap ibunya, dari kesabaran saat menghadapi tantangan, hingga pelukan hangat di tengah kesibukan; semuanya meninggalkan jejak yang tak terlihat tapi sangat dalam.
Menjadi ayah berarti menyadari bahwa setiap tindakan, kata, dan keputusan akan menjadi cermin bagi anak lelaki. Maka, hadir dan terlibatlah.
Bukan hanya untuk menjadi ayah yang baik, tetapi juga untuk menjadi pria sejati yang akan diteladani oleh pria sejati berikutnya; anak lelakinya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI