Pernahkah Anda duduk bersebelahan dengan pasangan, tanpa percakapan panjang, tanpa genggaman tangan, bahkan tanpa tatapan mata; namun hati terasa penuh?
Suami asyik membaca buku, istri larut dalam drama Korea. Aktivitas berbeda, tapi hati sejalan. Tak perlu kata-kata manis, tak perlu kejutan bunga atau cokelat. Cukup hadir dan tetap di sisi.Â
Inilah yang disebut sakinah; rasa tenang, utuh, dan aman yang tak selalu bisa didefinisikan, tapi sungguh terasa dalam.
Bukan Romansa, Tapi Rasa Aman
Dalam pernikahan, sakinah bukanlah kilatan cinta yang bergemuruh, melainkan pelabuhan hati yang teduh. Ustadz Felix Siauw menyebutnya sebagai sukun; berhenti. Berhentinya hati dari pencarian, karena telah menemukan tempat pulang.Â
Sakinah adalah ketika hati tak lagi gelisah, karena tahu ada seseorang yang bisa dipercaya menampung luka, tawa, bahkan diam.
Berbeda dengan romansa ala sinetron yang dipenuhi pelukan dan rayuan, sakinah tampil dalam wujud kehadiran yang konsisten. Ia adalah diam yang menenangkan, rutinitas yang menumbuhkan.
Sakinah dalam Perspektif Islam
Dalam Islam, sakinah adalah salah satu dari tiga pilar utama dalam pernikahan yang disebutkan dalam QS. Ar-Rum ayat 21:
"Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri supaya kamu merasa sakinah (ketenangan) kepadanya dan dijadikan-Nya di antaramu mawaddah dan rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir."