Namun kini, peran ayah semakin berkembang. Ayah bukan hanya pencari nafkah, tetapi juga menjadi pendidik, pendamping, dan pembimbing.
Ia tidak segan mengganti popok, mengantar anak sekolah, atau mendengarkan cerita anak sebelum tidur.
Kehadiran ayah yang aktif dan terlibat dalam kehidupan sehari-hari membantu anak lelaki memahami bahwa menjadi laki-laki sejati bukan berarti keras dan kaku, tetapi mampu hadir, peduli, dan menjadi penopang secara utuh; baik fisik maupun emosional.
Anak Lelaki dan Pencarian Identitas
Setiap anak laki-laki mengalami fase penting dalam hidupnya, yaitu pencarian jati diri. Dalam masa ini, mereka berusaha menjawab pertanyaan: “Siapa aku?” dan “Bagaimana seharusnya aku bersikap sebagai laki-laki?”
Proses ini tidak mudah dan penuh tantangan, terutama jika anak tidak memiliki sosok laki-laki yang dapat dijadikan panutan secara positif. Dalam kondisi seperti inilah, peran ayah menjadi sangat krusial.
Ayah adalah cermin pertama yang dilihat anak lelaki dalam membentuk identitasnya. Melalui sikap, kebiasaan, dan gaya komunikasi ayah, anak menilai apa yang layak ditiru dan apa yang patut dihindari.
Ketika ayah menunjukkan keteladanan yang baik; jujur, bertanggung jawab, sabar, dan penyayang, anak lelaki pun belajar bahwa menjadi pria sejati bukan tentang mendominasi, tetapi tentang menjaga, melindungi, dan memimpin dengan kasih.
Nilai-Nilai Hidup dari Seorang Ayah
Dari ayah, anak lelaki belajar bahwa menjadi pria bukan sekadar urusan kekuatan fisik. Ayah mengajarkan nilai-nilai tanggung jawab ketika ia menepati janji-janji kecil, seperti pulang tepat waktu atau menghadiri pentas sekolah anak meskipun lelah.
Anak melihat dan menyerap bahwa janji adalah kehormatan, dan bahwa kata-kata harus sejalan dengan tindakan.